Lihat ke Halaman Asli

Andi Samsu Rijal

Peneliti Bahasa dan Budaya

Perilaku Nyampah Masih Saja jadi Kebiasaan

Diperbarui: 6 Maret 2023   11:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

nyampah di pinggir kali, dokpri

Perilaku nyampah di sembarang tempat seakan menjadi kebiasaan sehari-hari sebagian masyarakat. Perilaku nyampah atau buang sampah ini tentu tidak hanya berdampak pada kerusakan alam, pemandangan tetapi juga berdampak langsung kepada kesehatan masyarakat sekitar. Pasalnya sampah tersebut akan mencemari air sungai jika membuangnya di pinggir sungai. Sampah tersbeut akan mencemari udara di sekitar perumahan warga. Dibakar akan tetap mencemari terlebih dibuang begitu saja menunggu hujan mengantarnya turun ke sungai. 

***

Di hari minggu pagi di awal Maret 2023 ini, nampaknya hujan sudah sedikit mereda. Nampak beberapa tumpukan sampah yang tidak sempat dihantar air hujan turun ke sungai, bila itu yang diitunggu para pembuang sampah itu. Saya pun berjalan mengelilingi pinggir sungai di sebuah kota sembari niat berolah raga. Saya memilih berolah raga pagi di pinggir sungai kali ini dengan harapan mendapat udara segar di pinggir sungai beserta sepoi udara dari pepohonan. 

Tidak sengaja melihat beberapa titik-titik yang menjadi tempat pembuangan sampah bagi warga di pinggir sungai. Mungkin saja awalnya hanya sebatas tempat pembuangan sementara, namun beberapa warga lainnya ikut nyampah pada akhirnya jadilah tempat sampah yang meluas. 

Perilaku ini awalnya dilakukan oleh individu, namun dilihat oleh individu lain juga akhirnya diikuti. Perilaku individu yang buruk seakan menjadi virus yang buruk pula pada individu lainnya akhirnya menjadi sebuah kelompok individu besar (masyarakat) pinggir kali/sungai yang suka nyampah.

***

Sampah-sampah yang kita buang ke sungai dengan harapan ia hanyut terbawa air. Sebagian dimakan oleh ikan, sebagian akan hinggap dipinggir kali dan sebagian hanyut ke laut. Ikan memakan sampah lalu kita memakan ikan-ikan. Air yang dikelola oleh orang-orang dipinggir kali dijadikan sumber air minum, jika misalnya di antara mereka menyajikan air minum kepada kita atau mereka sebagian berprofesi pedagang kuliner dan kebetulan kita menyantap kuliner mereka, maka akan kembali kepada kita. Sampah yang hanyut ke laut, laut pun menolak jika ikan tidak memakannya, ikan pun pada dasarnya tidak mampu mengurai sampah. Sampah yang ke laut kembali ke pantai terbawa oleh ombak. Begitu perilaku nyampah akan seperti daur ulang dalam kehidupan kita sehari-hari.

Satu buah sampah yang kita buang dan diserahkan kepada tanah untuk mengolahnya, mengurainya, tentu sebuah proses yang berat dan panjang. Sebut misalnya sampah plastik akan memakan waktu kurang lebih 200 tahun lamanya baru bisa terurai. Jika pun misalnya dipungut oleh orang-orang yang bekerja di bagian pengolahan sampah (daur ulang). Plastik-plastik itu akan kembali kepada kita. Plastik-plastik itu akan kita gunakan kembali.

Di beberapa titik di kota, tergeletak sampah di mana-mana. Entah sisa semalam  usai konser atau hasil sampah dari pedagang kaki lima. Mungkin saja sampah tersebut adalah barang yang tertinggal dari pelanggan (bungkusan plastik, bungkus rokok, gelas plastik, dsb). Jika banyak individu berbuat maka akan tampak banyak. Jika banyak membuang di satu titik maka akan jadi tempat sampah dadakan, padahal bukan. 

Pemerintah sudah menyiapkan tempat sampah di mana-mana di sudut kota. Bisa saja sisa/ bekas bungkusan kita dibawah pulang di rumah masing-masing dan disimpan di tong sampah untuk memudahkan petugas mengumpulnya. Kini, sampah-sampah di pinggir jalan raya seakan berserah diri menunggu hujan turun agar disapu bersih lalu menutupi got-got atau membanjiri pekarangan rumah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline