Bertemu kawan lama dalam suasana tatap muka atau semuka menjadi kebanggaan tersendiri pasca pandemi covid-19. Di mana di masa-masa pembatasan pertemuan diberlakukan seakan menutup keran silaturahmi langsung, tapi tentu hal tersebut demi keberlangsungan hidup yang lebih baik.
Orang-orang pada era teknologi komunikasi saat ini, ketika bertemu semuka tentu yang paling utama adalah berswafoto. Bahkan pada saat ngobrol tatap muka pun sangat jarang kita jumpai individu yang tanpa lepas dengan handphone di genggamannya sambari bermain game atau sedang chattingan dengan kawan lain di media sosialnya.
Ada pengalaman menarik bagi saya di suatu siang hingga sore hari di sebuah cafe di pusat perkotaan "Y" tanggal 19 Februari 2023. Setelah kami janjian untuk bertemu di suatu titik dan pada akhirnya berhasil bertemu tanpa ada kendala. Ia berangkat dari hotel atau apartemennya, sebaliknya saya pun berangkat dari penginapan saya.
Ada rasa haru saat bertemu dengan sahabat lama di tempat asing pada sebuah keramaian kota. Kami menuju sebuah kafe yang cukup terbuka untuk mengobrol dalam artian kami memilih di luar ruangan agar terkena angin sepoi sembari menikmati sajian kelapa muda. Sajian kelapa muda pun hampir lupa kami meminumnya lantaran asyik mengobrol satu sama lain.
Kawan saya menceritakan pengalamannya selama terangkat jadi dosen di rantauan tepatnya di kampus "S". Yang pertama saya tanyakan tentu kabar, perencanaan pernikahannya, karirnya, hingga studi lanjutnya.
Sebagai kawan atau sahabat yang lebih tua darinya tentu saya harus memosisikan diri bagaimana membiarkan ia bicara lepas tanpa menyela. Ia pun asyik memainkan alur ceritanya dengan menggebu-gebu, tentu menyela adalah hal yang kurang sopan dalam percakapan.
Demikian dalam ilmu sosiolinguistik dan ilmu pragmatik bagaimana agar keberlangsungan komunikasi berjalan tanpa ada ketersinggungan satu sama lain.
Hingga tiba saatnya pertanyaan tersebut kembali kepada diri saya, saya sendiri yang menciptakan pertanyaan dan jawaban. Berlanjut cerita tentang kawan atau sahabat kami di tempat lain di tempat di mana kami dipertemukan, sebut satu almamater jenjang strata satu di kota M.
Dunia kami hampir sama, hanya saja proses yang diberikan kepada masing-masing individu yang berbeda. Begitula Tuhan memberikan jalan untuk kita agar mengetahui kebesarannya.
Dari obrolan tersebut dapat disimpulkan bahwa demikian perjalanan hidup yang harus kita lakoni dan kata-kata orang di luar dari obrolan kami tentu adalah "see you on the top".
Dalam obrolan sebaya tentu sangat mengalir, namun usia kami cukup berbeda mungkin belasan tahun saya lebih duluan menangis setelah lahiran. Tetapi sayalah yang pada dasarnya banyak mengambil pelajaran hidup dari obrolan tersebut.