Ibu! terima kasih sudah memberiku Nama pada diriku, kini
Aku hafal nama itu,
indah sekali, ketika disebut aku acungkan tangan, aku senyum, maaf meniru-niru senyum ibu
namaku punya makna, berkarakter ibu, seperti karakterku sendiri.
Ibu, apa ibu juga diberi nama sama ibunya ibu
tapi ibu, kok ibu guru sekolah dasar dulu, ;ibu Maryam namanya, rambutnya ikal ia cantik dan ramah pada anaknya tapi aku takut ibu, ia sangat berani sungguh; ia mengganti namaku tanpa seizin ibu, tanpa melihat kartu pengenalku, apakah negara kita belum izinkan aku punya kartu pengenal saat aku masih kecil, apakah negara kita membolehkan warganya gonta ganti nama? seperti pada ijazahku
oh ya ibu, ibu guru aku juga rela ganti bulan tanggal tahun lahirku ibu,
emang sih kata ayah aku lahir Sabtu Subuh dua tahun setelah lahir kakak kamu dan empat tahun sebelum lahiran adik kamu, jadi mudah kan kata ayah. hari dan jamnyapun sama, presiden dan kepala sekolah sama nak hanya musim tanam, yang membedakan. kata ayah sambil meneguk kopi jagung dan lentingan cerutu, ia lupa menulisnya di daun lontar atau di pematang sawah
Hingga musim ini aku belum paham nama asliku, yang aku tahu nama ibu digabung nama ayah, yang aku paham hanya nama ibu nama ibu nama ibu nama ayah, seperti halnya bahasa ibu.
ibu ! bacalah suratku ini dimanapun kau berada sebab aku lupa cara mengirim surat buat ibu
kali aja ibu sedang bersantai sambil memandangi foto aku
ibu, aku juga juga sudah punya anak ia sangat mirip dengan ibu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H