Lihat ke Halaman Asli

Pandang Memandang

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Google dulu,..

[caption id="attachment_54179" align="alignleft" width="281" caption="Logo Google"][/caption] Googling adalah salah satu cara yang biasa dilakukan saat pikiran ini butuh pasokan ide secara cepat. Tinggal ke TKP terus isi kotak sesuai mood dan imajinasi yang lagi tayang di pikiran. Kalo beruntung akan muncul ribuan tautan yang akan mengantar anda menemui imajinasi kata tersebut. Entah itu berbahasa Indonesia maupun rusia semua disajikan aa' Google dengan sedikit pandang bulu; Kalo bulu IP anda Indonesia maka daftar pencarian teratas berbahasa Indonesa. Hwe..he..he, padahal nggak gitu. Sok tahu ya?, biarin... Nah, suatu saat saya sedang mood untuk googling dengan frasa "rasa syukur" yang kemudian 100 list pertama tampil, tentu setelah si aa' Google disuruh bongkar-bongkar databasenya. Scroll mouse berputar-putar untuk mencari semacam "gimmick" diantara kata2 yang berhamburan itu. Setelah menghabiskan waktu klak-klik sana-sini untuk memilah dan memilih apa yang tersurat dan tersirat (..???), sebuah artikel saya putuskan untuk dibaca sampai habis karena dua alasan: asik dan asik. Itu saja.. Okelah, cukup basa-basinya. Ini saya sajikan ulang artikel yang asik-asik itu di Kompasiana agar anda yang belum pernah baca kisah ini bisa terinspirasi. Bagi yang sudah pernah baca, mungkin anda akan membuang waktu anda yang berharga, beware. Dan bagi pemilik artikel, mohon maaf telah menyalin ulang artikel tanpa seijin anda. Harap maklum, karena "SINDROM KOP-PAS" masih menjadi penyakit akut di kepala saya, maka kisah berikut saya sajikan: apa-adanya. Tinggal anda yang mencari: ada-apanya.. Selamat menikmati!

---=-=-==-=-=oooxxx00000OOOOOOO00000xxxooo=-=-==-=-=-=-=-=---

Karpet Bersih atau Kotor

Ada seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 anak laki-laki. Urusan belanja, cucian, makan, kebersihan & kerapihan rumah dapat ditanganinya dengan baik. Rumah tampak selalu rapih, bersih & teratur dan suami serta anak-anaknya sangat menghargai pengabdiannya itu. Cuma ada satu masalah, ibu yg pembersih ini sangat tidak suka kalau karpet di rumahnya kotor. Ia bisa meledak dan marah berkepanjangan hanya gara-gara melihat jejak sepatu di atas karpet, dan suasana tidak enak akan berlangsung seharian. Padahal, dengan 4 anak laki-laki di rumah, hal ini mudah sekali terjadi terjadi dan menyiksanya. Atas saran keluarganya, ia pergi menemui seorang psikolog bernama Virginia Satir, dan menceritakan masalahnya. Setelah mendengarkan cerita sang ibu dengan penuh perhatian, Virginia Satir tersenyum & berkata kepada sang ibu : “Ibu harap tutup mata ibu dan bayangkan apa yang akan saya katakan” Ibu itu kemudian menutup matanya. “Bayangkan rumah ibu yang rapih dan karpet ibu yang bersih mengembang, tak ternoda, tanpa kotoran, tanpa jejak sepatu, bagaimana perasaan ibu?”Sambil tetap menutup mata, senyum ibu itu merekah,mukanya yg murung berubah cerah. Ia tampak senang dengan bayangan yang dilihatnya. Virginia Satir melanjutkan; “Itu artinya tidak ada seorangpun di rumah ibu. Tak ada suami, tak ada anak-anak, tak terdengar gurau canda dan tawa ceria mereka. Rumah ibu sepi dan kosong tanpa orang-orang yang ibu kasihi”. Seketika muka ibu itu berubah keruh, senyumnya langsung menghilang, napasnya mengandung isak. Perasaannya terguncang. Pikirannya langsung cemas membayangkan apa yang tengah terjadi pada suami dan anak-anaknya. “Sekarang lihat kembali karpet itu, ibu melihat jejak sepatu & kotoran di sana, artinya suami dan anak-anak ibu ada di rumah, orang-orang yang ibu cintai ada bersama ibu dan kehadiran mereka menghangatkan hati ibu”. Ibu itu mulai tersenyum kembali, ia merasa nyaman dengan visualisasi tersebut. “Sekarang bukalah mata ibu” Ibu itu membuka matanya “Bagaimana, apakah karpet kotor masih menjadi masalah buat ibu?” Ibu itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Aku tahu maksud anda” ujar sang ibu, “Jika kita melihat dengan sudut yang tepat, maka hal yang tampak negatif dapat dilihat secara positif”. Sejak saat itu, sang ibu tak pernah lagi mengeluh soal karpetnya yang kotor, karena setiap melihat jejak sepatu disana, ia tahu, keluarga yg dikasihinya ada di rumah. Kisah di atas adalah kisah nyata. Virginia Satir adalah seorang psikolog terkenal yang mengilhami Richard Binder & John Adler untuk menciptakan NLP (Neurolinguistic Programming) . Dan teknik yang dipakainya di atas disebut Reframing, yaitu bagaimana kita ‘membingkai ulang’ sudut pandang kita sehingga sesuatu yg tadinya negatif dapat menjadi positif, salah satu caranya dengan mengubah sudut pandangnya.

---=-=-==-=-=oooxxx00000OOOOOOO00000xxxooo=-=-==-=-=-=-=-=---

Lalu...

Tak asing dengan kisah tersebut? Kisah yang mirirp juga sering terjadi dalam hidup kita. Kawan, terkadang kita perlu merubah cara, titik/jarak, dan arah pandang untuk menemukan jawaban bagi masalah kita atau mungkin berusaha untuk menemukan "sebuah dunia baru" yang belum pernah terpikir sebelumnya. Melakukan perubahan dalam memandang bagi sebagian orang bukanlah sebuah perkara yang mudah. Mungkin karena ia harus melawan cara pandang umum sehingga dia menjadi orang asing di komunitasnya ("..it's hard being different", kata sebuah iklan). Mungkin ia takut bahwa perubahan itu akan menyedot sumber daya waktu, materi dan energinya secara rakus. Tapi juga bukan perkara yang sulit bagi sebagaian yang lain. "Tinggal lhebbb...!" lagi-lagi kata sebuah iklan. Dan, semua itu masalah pikiran saja.

Ini contoh ilustrasinya:

[caption id="attachment_54180" align="alignleft" width="300" caption="Terlalu dekat"][/caption] Kadang kala kita mengalami suatu masalah hingga hal itu mendominasi pikiran. Gambar 1 mengilustrasikan betapa kita berada sangat dekat (dalam artian secara mental), sehingga kita meamndang masalah itu sebagai sesuatu yang negatif seperti kasus ibu tadi. Fase ini terjadi di awal pertemuan kita dengan masalah [caption id="attachment_54181" align="alignright" width="300" caption="Mencari jarak"][/caption] Kemudian, entah karena jenuh atau memang ada kesadaran tertentu, kita berusaha untuk menjauh dan mencari jarak baru antara kita dengan masalah. Ada perasaan sedikit lega sehingga kita bisa berpikir dengan lebih bermutu dari sebelumnya. Dan seperti yang kita lihat pada Gambar 2; ada jarak, tapi belum cukup untuk menemukan solusi meski sudah ada celah yang bisa memunculkan kemungkinan-kemungkinan. Posisi kita yang sejajar dan tidak lebih besar dengan masalah juga menjadi sebab kenapa masalah tersebut masih belum tampak bertemu dengan saudara dekatnya: solusi. Break... ambil nafas dan menenangkan diri, mungkin itu gambaran fase ini. Hingga pada suatu waktu... [caption id="attachment_54182" align="alignleft" width="300" caption=""Terbang atau menjadi lebih besar" dari masalah"][/caption] Kita mendapat inspirasi dan mencoba sesuatu yang baru, sesuatu diluar kebiasaan dalam memandang masalah: kita terbang!!. Sehingga terlihatlah sesuatu yang tidak kita sangka dari bentuk masalah tadi. Sesuatu yang membuat kita bisa tersenyum kembali, membuat kepala lebih ringan serta tengkuk leher menjadi rileeeekkssssss... [caption id="attachment_54184" align="aligncenter" width="300" caption="Merubah yang negatif menjadi positif"][/caption] Mungkin salah satu resep jika kita mau hidup bahagia maka kita perlu terlebih dulu berbahagia dengan pandangan kita, dan terbuka dengan pandangan baru dari orang lain (100% imho lho!).Tapi jangan lupa, pandangan-pandangan baru tersebut harus terlebih dahulu melelui filter yang akan menentukan pandangan2 tersebut bisa kita terima. Yah, semacam cerita Lukman Al Hakim saat akan menjual keledai, bersama anaknya... Dan tak lupa untuk selalu bersyukur.. betul? Silakan dikomentari, dan tentu: Seuntai Salam Hangat tetap untuk anda.. ps: Link asal kisah tadi,di sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline