Lihat ke Halaman Asli

Aldo

Detektif informasi, pemintal cerita, dan pemuja mise-en-scène

Jebakan Kritik Tak Berdasar: Suatu Realitas yang Terjadi pada "Komentator" Politik di Indonesia

Diperbarui: 19 Februari 2024   12:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demonstrasi tolak UU Cipta Kerja (Dok. Kompas.com) 

Sistem demokrasi di Indonesia mendorong skeptisisme yang sehat dan keterlibatan dari semua warga negara secara aktif. Akan tetapi, ketika kritik terhadap institusi politik, pemimpin, dan proses pemerintahan tidak didasarkan pada pemahaman yang memadai tentang konstitusi, kerangka hukum, dan tanggung jawab etis pemerintahan, kritik tersebut malah menjadi kontraproduktif. Walaupun data numerik yang secara spesifik mengukur fenomena ini sulit didapat, tren yang terjadi saat ini mengindikasikan kebutuhan mendesak akan kesadaran yang lebih luas dan wacana sipil yang berdasarkan informasi.

Survei terbaru menunjukkan adanya indikasi potensi terputusnya hubungan positif dari sentimen publik terhadap pemerintah Indonesia. Survei dari Polling Institute 2023 mengungkapkan bahwa terdapat 34,5% orang Indonesia yang menyatakan tidak puas dengan pelaksanaan demokrasi di Indonesia.

Edelman Trust Barometer 2023 yang menempatkan Indonesia dengan skor indeks kepercayaan terhadap pemerintah sebesar 76%, juga menyoroti kepercayaan terhadap institusi pemerintah yang lebih rendah dibandingkan dengan sektor swasta.

Meskipun survei-survei ini tidak secara langsung menunjukkan kritik yang tidak berdasar, angka-angka ini mencerminkan lingkungan dengan banyak negativitas, bahkan ketika terlepas dari fakta konkret, kebijakan, atau realitas hukum.

Lalu, apa yang menyuburkan tren ini hingga berkembang seperti saat ini? Mari kita periksa beberapa faktor yang berkontribusi!

Menerangi Ruang Gema: Keseimbangan antara Kebebasan Berekspresi dengan Misinformasi/Disinformasi

Ketika individu kurang memahami konstitusi Indonesia, kompleksitas pembuatan undang-undang yang berlapis-lapis, atau sistem pengawasan dan keseimbangan yang mendasari kinerja pemerintah, mereka jadi cenderung melakukan penyederhanaan yang berlebihan dan interpretasi yang keliru. Kritikus tanpa fondasi ini rentan mengeluarkan kritik tanpa substansi ataupun pemahaman yang kuat mengenai akar masalah.

Lebih lanjut, platform media sosial sering melanggengkan ruang gema (echo chamber), disertai dengan fakta yang dipilih-pilih, serta perspektif yang menyimpang dan beredar tanpa filter. Di ruang-ruang tersebut, bias konfirmasi berkembang, opini tak berdasarkan informasi dengan cepat mendapatkan daya tarik, serta semakin banyak publik mengabaikan percakapan yang bernuansa atas data dan fakta.

Kondisi ini diperparah dengan semakin berkurangnya kepercayaan pada institusi pemerintahan. Skandal yang melibatkan tokoh politik, maraknya inefisiensi birokrasi, dan kegagalan historis memicu kekecewaan yang meluas terhadap pemerintah secara keseluruhan. Walaupun terkadang beralasan, sinisme ini menciptakan iklim dengan segala bentuk kritik, yang terlepas dari validasi penting dan akhirnya cenderung diterima bahkan diperkuat oleh masyarakat.

Memahami Bahaya Kritik yang Tidak Berdasar: Dampak Negatif terhadap Demokrasi Indonesia

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline