Lihat ke Halaman Asli

Andi Rahmanto

Abdi Negara

Bijaksana Menyikapi Kebijaksanaan Ulama

Diperbarui: 9 April 2018   21:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam suatu pernyataannya dalam menanggapi pidato Prabowo tentang prediksi Indonesia bubar 2030 dan adanya elit-elit maling, Kiai Ma'ruf Amin menyatakan agar Prabowo berani menyebut nama elit tersebut sehingga tidak membuat kegaduhan di masyarakat dengan menerka-nerka siapa elit yang dimaksud.

Tak berapa lama, terjadi kasus puisi kontroversi yang dibacakan oleh Sukmawati Soekarno Putri yang menyudutkan azan, cadar, dan syariat Islam. Setelah puisinya menimbulkan kemarahan masyarakat, Sukmawati pun menemui Kiai Ma'ruf Amin untuk minta maaf. Kemudian Kiai Ma'ruf Amin menghimbau agar masyarakat bisa memaafkan Sukmawati.

Tak berapa lama dari dua perisitiwa itu, bertebaran meme yang mengkritik tindakan Kiai Ma'ruf Amin yang seakan-akan membela kepentingan penguasa. Meme-meme itu pun bukan sekadar mengkritik sikap Kiai Ma'ruf Amin, bahkan ada yang sampai menghujat dengan kata-kata kasar yang tidak layak dialamatkan kepada ulama sebesar Kiai Ma'ruf Amin.

Pertarungan politik di media sosial semakin liar. Akun-akun media sosial yang mengaku sebagai pembela Islam, justru membuat dan menyebar meme-meme yang menyerang ulama-ulama Islam.

Kiai Ma'ruf Amin sendiri adalah seorang ulama besar, sehingga beliau diangkat menjadi ketua umum MUI. Beliau juga menjabat sebagai Rais Am dalam struktur kepengurusan Nahdhatul Ulama. Beliau pun merupakan anggota dewan pengawas syariah dibeberapa bank syariah. Jadi Kiai Ma'ruf Amin adalah ulamanya umat Islam, khususnya di Indonesia, yang diakui keilmuan dan kebijaksanaannya.

Sebagai ulama senior, sudah tentu keilmuan Kiai Ma'ruf Amin sangatlah mumpuni. Beliau adalah penerima gelar doktor kehormatan dari beberapa universitas. Tentu karena termasuk ulama senior, cara bersikap dan berpikir beliau lebih bijaksana dan lebih berhati-hati.

Tugas seorang ulama bukan hanya memberi pencerahan, namun juga mengayomi umat. Seorang ulama selalu berusaha menjaga keharmonisan, kerukunan, dan stabilitas di dalam umatnya. Banyak orang yang mendapat pencerahan dari seorang ulama, kemudian secara sadar menentukan pilihan untuk menjadi pengikutnya. Oleh karena itu, seorang ulama tidak boleh sembarangan dalam membuat pernyataan karena perkataannya akan menentukan pula sikap dari para pengikutnya. Seorang ulama yang mengeluarkan perkataan provokasi, maka pengikutnya pun akan ikut terprovokasi. Sebaliknya, bila seorang ulama memberikan pernyataan yang menenangkan, maka umat pun akan ikut tenang.

Jadi yang harus dipahami adalah, dengan keilmuan dan kebijaksanaannya, seorang ulama kadang lebih memilih kehati-hatian dalam mengeluarkan pernyataan agar tidak menimbulkan mudharat yang besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini. JIka beliau terlalu frontal mengkritik pemerintah atau mengajak umat memusuhi Sukmawati, maka ada kekhawatiran munculnya kegaduhan baru.

Sebagai seorang ulama yang bijak, tentu beliau mengamati dengan seksama bagaimana masyarakat telah terpecah belah saat menyikapi kasus penistaan Al-Quran oleh Ahok. Jika setiap isu harus ditanggapi dengan emosi, maka kehidupan bermasyakat akan selalu diwarnai dengan kegaduhan yang berlarut-larut. Masyarakat saat ini butuh ketenangan, sehingga dapat menjalani aktivitas kesehariannya dengan baik. Oleh sebab itu, Kiai Ma'ruf Amin menyadari itulah tugasnya sebagai seorang ulama, yaitu mengayomi umat agar emosinya terkendali dalam menghadapi setiap isu, apalagi di masa-masa tahun politik seperti sekarang ini.

Umat pun harus waspada dalam merespon meme-meme yang menyerang pribadi ulama. Bisa jadi ini adalah upaya untuk memecah belah umat. Umat ini jika bersatu akan melahirkan potensi yang sangat besar dalam menentukan siapa pemimpin bangsa ini ke depannya. Sepertinya ada ketakutan dari pihak lain yang takut jika umat bersatu, sehingga dibuatlah upaya untuk mengadu domba dan memecah belah internal umat Islam. Barangkali sebagai umat, kita kurang puas melihat sikap ulama yang terkesan biasa-biasa saja dan tidak begitu menggebu-gebu dalam merespon isu yang menyerang ajaran Islam. Namun ketidakpuasan itu sebaiknya tidak perlu diekspresikan, apalagi sampai menyerang pribadi sang ulama karena dapat memicu kemarahan dari para pengikutnya. Biarlah ulama lain yang menilainya. Seorang yang berilmu hanya bisa dinilai oleh orang yang berilmu juga. Sedangkan penilaian dari seorang awam lebih didominasi oleh faktor emosi daripada keilmuannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline