Lihat ke Halaman Asli

Andi Rahmanto

Abdi Negara

Jangan Sibuk Menghakimi, Maafkan Saja

Diperbarui: 23 September 2015   12:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Manusia dalam hidupnya tidak akan pernah luput dari kesalahan. Manusia tanpa kesalahan hanyalah mimpi yang tak mungkin jadi kenyataan. Justru karena adanya kesalahan itulah, manusia menjalani kodratnya sebagai makhluk yang selalu membutuhkan bimbingan dan perlindungan Tuhan. Seandainya manusia tercipta tanpa kesalahan, maka ia akan menjadi sosok yang angkuh, merasa kesempurnaan berada dalam genggaman tangannya. Kesalahan bukanlah aib yang harus dicela. Sebab dengan segala kesalahannya itu, justru akan menjadikan manusia merasa dirinya lemah, sehingga ia akan semakin dekat dengan Dzat yang memiliki kesempurnaan dan kekuatan, yaitu Tuhannya.

 Kita sebagai manusia pun, hendaknya bijaksana dalam menyikapi kesalahan yang dilakukan orang lain. Dada ini seharusnya kian lapang, karena kita menyadari bahwa akan selalu ada orang-orang yang melakukan kesalahan disekitar kita. Sikap lapang dada, diiringi pula dengan keikhlasan untuk memaafkan sesama, menjadikan dunia kita dipenuhi kedamaian, senyum, canda, dan tawa. Kesalahan tak harus disikapi dengan amarah, karena amarah merupakan bara yang akan membakar keharmonisan hubungan antar sesama kita. Betapa banyak pertengkaran hingga pertumpahan darah terjadi, karena keengganan kita untuk memaklumi, mengalah, dan memaafkan.

Kita pun bukanlah sosok suci yang terlepas dari kesalahan. Betapa banyak kesalahan kita, Tuhan pun telah memaklumi dosa-dosa yang kita perbuat. Lalu mengapa kita merasa berat untuk memaafkan kesalahan sesama kita. Mungkinkah hati kita telah disesaki amarah, sehingga kata maaf tak mungkin lagi keluar dari lisan kita. Betapa banyak amarah menghancurkan hubungan kekerabatan, memutuskan tali pertemanan, bahkan memisahkan ikatan suami istri. Amarah hanyalah gelombang yang akan memecah, lalu meruntuhkan bahtera persaudaraan yang selama ini telah terbangun.

Bukankah dengan kelembutan, justru akan menguatkan ikatan hati antara kita. Harus selalu ada cinta dari kita untuk sesama, harus selalu ada maaf atas setiap kesalahan yang tak terhindari. Lapangkan hati untuk menerima kekurangan saudara kita, karena dengan kekurangan itu, kita akan saling melengkapi dan mengisi satu sama lain. Sikap toleransi yang muncul dari diri kita, kian mempererat jalinan hati antara kita, sehingga menjadikan kita bangunan kokoh yang sulit tercerai berai. Kita memang makhluk yang diciptakan sempurna, dengan segala kesempurnaan fisik dan akal yang ada padanya. Akan tetapi kesempurnaan itu bukan tanpa batas, sehingga kita membutuhkan keberadaan orang lain untuk menutupi keterbatasan itu. Keberhasilan yang kita capai, pada intinya bukanlah karena perjuangan dan kehebatan diri kita semata. Kesuksesan yang kita nikmati saat ini, ia hadir karena adanya orang-orang yang rela mengulurkan tangannya untuk meringankan beban hidup kita.

Terlalu banyak amarah dan justifikasi tanpa bukti yang mulai muncul belakangan ini. Saatnya Kompasiana kembali ke khittah (jalannya) sebagai sarana untuk sharing and connecting dengan berbagi berita, analisa, dan cerita. Bukan sebagai tempat untuk mem-bully, bergosip, apalagi memprovokasi orang lain. 

Sekian dulu ngomel-ngomelnya. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline