Perkembangan teknologi di masa sekarang bisa dibarat dengan dua buah mata pisau, dengan adanya pengaruh dari globalisasi yang menyebabkan kita bisa berselancar lebih luas lagi di media massa.
Jika kita melihat di satu sisi media sosial sangat lah menguntungkan, namun di sisi lain media sosial bisa berbahaya tergantung dari bagaimana cara kita untuk menggunakannya. Salah satu dampak negatif dari kemajuan teknologi adalah menyebar luaskan dan banyaknya video pornografi.
Di era teknologi yang canggih seperti saat ini, pornografi sangat mudah diakses melalui media, terutama media massa meskipun sudah terdapat banyak situs yang di blokir oleh pemerintah namun dengan kemudahan teknologi juga para remaja masa kini bisa mengakses situs pornografi dengan menggunakan semacam jaringan pribadi virtual atau pribadi maya yang bisa merubah jaringan kita menjadi jaringan dari luar negeri atau yang biasa kita sebut VPN.
Banyak orang yang mengabaikan dan memandang sebelah mata dari dampak pornografi, padahal efek negatifnya lebih besar dan berbahaya dari pada narkoba dalam hal merusak otak yang harusnya dimana mendapatkan perhatian khusus untuk mencegahnya dan lebih umumnya pecandu dari pornografi akan lebih susah di deteksi atau di analisa dari pada pecandu narkoba karena pecandu dari pornografi itu sendiri tidak menunjukan perubahan fisik yang secara intens hanya saja pornografi bermain pada kerusakan otak dan perubahan karakter seperti emosional. Pornografi dapat menyebabkan kerusakan pada lima bagian otak, seperti bagian otak yang tepat berada di belakang dahi. Sedangkan kecanduan narkoba menyebabkan kerusakan pada tiga bagian otak.
Kerusakan bagian otak sebelah kiri contohnya akan membuat prestasi akademik menjadi menurun, orang tidak bisa membuat perencanaan atau tidak bisa fokus, tidak bisa mengendalikan hawa nafsu dan emosi. Bagian seperti inilah yang membedakan manusia dengan binatang. Kesenangan untuk membuka atau mengakses situs pornografi dengan mudahnya dilakukan olah para remaja sehingga membuat mereka menjadi ketagihan.
Selain rasa penasaran rasa keingintahuan para remaja untuk merasakan suatu sensasi saat mengakses pornografi dengan mudah, hingga akhirnya mereka menjadi ketagihan dan menjadikannya sebagai menu wajib yang harus mereka tonton setiap hari, sebenarnya jika kita sibuk atau bisa mengatur waktu dengan baik sehingga tidak ada waktu luang untuk mengakses pornografi bisa saja kita tidak akan kecanduan untuk melihat video tersebut. Tapi tanpa disadari jika dalam sehari mereka tidak menonton konten yang berbau pornografi mereka akan merasa kehilangan sesuatu dan berusaha bagaimana caranya agar bisa melihat video tersebut. Yang tadinya sehari sekali bisa jadi mengalami peningkatan misalnya menjadi satu jam sekali atau saat ketika bosan melanda dan tanpa disadari juga telah menjadi habit atau kebiasaan. Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena menurut dari beberapa sumber menyatakan bahwa selama ini remaja secara umum dan luas telah menempatkan media massa sebagai sumber informasi yang bisa memberikan pengambaran seksual yang lebih detail dan lebih penting dibandingkan orang tua dan teman sebaya, karena bisanya juga orang tua jarang memberikan sex edukasi karena mereka takut bahwa anaknya akan menyalahgunakan informasi yang di berikan.
Tayangan yang ada di media massa lebih menonjolkan aspek pornografi dikarenakan meningkatnya kasus kekerasan seksual yang terjadi pada remaja dan di sekitar lingkup kita. Contohnya seperti banyak cerita dewasa dan film dewasa ( blue film ), sinetron, majalah dewasa atau gambar maupun video yang menggoda mengakibatkan memuncaknya atau semakin panasnya reaksi seksual tetapi juga mengakibatkan kematangan seksual yang lebih cepat. Berbicara mengenai masalah pornografi yang semakin merajarela di Indonesia tidak terlepas dari Undang -- undang yang mengatur contohnya seperti Undang - Undang Hukum Pidana "KUHP", Undang -Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ("UU ITE") sebagaimana yang telah diubah oleh Undang - Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ("UU 19/2016") dan Undang - Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi ("UU Pornografi) .
Dalam Undang -- Undang Nomer 33 tahun 2009 tentang perfilman ini kegiatan perfilman dan usaha perfilman dilarang mengandung berbagai konten yang terlalu menonjolkan pornografi, melakukan berbagai kekerasan, menyalah gunaan narkotika dan yang lainnya sehingga penyalahgunaan akses untuk membuka video pornografi akan mendapat hukuman seperti teguran tertulis, denda administratif, penutupan sementara; atau pembubaran atau pencabutan izin pidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp100.000.000.000
Contohnya di negara Indonesia ini yang sedang hangat di bahas yaitu penyebaran video porno dari salah satu situs porno yang dimana seharusnya masyarakat Indonesia tidak dapat mengaksesnya karena situs tersebut sudah di blokir oleh pemerintah namun dengan adanya VPN atau semacamnya menjadikan semua kalangan bisa untuk mengakses situs tersebut.
Revenge porn adalah tindakan mengumbar foto-foto seksual (Sexually explicit) orang lain tanpa persetujuan (biasanya mantan pasangan atau semacam skandal) di internet atau di media sosial, beberapa di antaranya menjual gambar atau video tersebut kepada penyedia situs porno. Perbuatan seperti ini merupakan perilaku atas motif dasar balas dendam dan tidak jarang pula digunakan untuk melakukan sebuah pemerasan dengan media mengancam. Biasanya gambar sexual seperti itu sering disertai dengan informasi pribadi termasuk nama, alamat, bahkan link ke profil media sosial korban. Di beberapa negara kasus revenge porn ini menjadi sebuah perhatian yang khusus, misalnya di negara Australia yang menyediakan portal khusus untuk melayani dan menangani masalah revenge porn. Portal itu juga dapat digunakan untuk akses pelaporan atau untuk tempat mengadu para korban dari revenge porn ini sendiri, serta berhak meminta secara paksa kepada portal tersebut yang memasang foto atau video untuk menghapus konten. Di negara lainnya seperti Inggris telah mengatur undang-undang khusus untuk menangani kasus revenge porn. Di Indonesia sendiri, kasus revenge porn dijerat dengan pasal 32 UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Kasus tersebut bisa dihindari dengan tidak mengambil gambar atau video anggota tubuh yang bisa dikatakan eksotis atau vulgar atau merekam aktivitas seksual, dan tidak mempercayai orang dengan mengirim foto-foto pribadi diri sendiri.
Contoh kasus yang saya dapatkan dari BBC News Indonesia yaitu tentang, Kekerasan online: Korban revenge porn dimaki, dicekik, hingga konten intim disebar - 'Saya berkali-kali mencoba bunuh diri'. Korban tersebut mengalami beragam macam kekerasan verbal dan fisik dari mantan pacarnya, mulai dari sebutan yang tidak pantas, mencekik, hingga menyebarkan konten seksual ke sosial media sebagai bentuk ancaman. Tindakan kekerasan tersebut muncul sebagai aksi balasan yang disebut revenge porn yang dilakukan pelaku karena tidak mau untuk mengakhiri hubungannya. Sang korban enggan untuk melaporkan kasus tersebut ke polisi karena karena proses hukum yang panjang dan dianggap diskriminatif terhadap perempuan serta potensi ancaman pidana dalam UU tentang Pornografi dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).