[Pengalaman Membaca Novel Gajah Mada-Langit Kresna Hariadi].
Membaca bagi saya merupakan sebuah pencapaian yang patut untuk diapresiasi untuk diri sendiri. Pasalnya, membaca bukan perkara yang mudah sama halnya dengan menulis atau membuat cerita. Membaca dibutuhkan waktu yang tidak sebentar serta kondisi batin yang prima, kalau sedang tidak mood membaca tentu saja tidak akan mendapatkan apa-apa dari buku yang dibaca.
Oleh sebab itu, mampu menyelesaikan membaca sebuah novel atau buku apalagi yang memiliki ketebalan hingga mencapai 600 halaman lebih, merupakan sesuatu yang pantas untuk saya banggakan.
Perjalanan sejarah berlangsung dengan sangat panjang dan tidak tahu di mana ujungnya. Pun membicarakan tentang sejarah tidak akan pernah ada habisnya, sejarah berjalan tanpa dilahap oleh waktu, sejarah akan terus tercetak selama dunia masih menjalankan perannya dan sejarah mungkin akan berakhir ketika dunia tidak lagi menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
Langit Kresna Hariadi (LKH) merupakan bungsu dari sebuah keluarga besar dan satu-satunya anggota keluarga yang memilih menjadi seorang penulis. Lahir di Banyuwangi 1959. Baginya menulis bagaikan memetik senar gitar, banyak karya-karya yang sudah ditulis dan diterbitkan. Salah satunya adalah novel Gajah Mada Makar Dharmaputra. Novel ini merupakan seri pertama dari rangkaian novel Gajah Mada yang terdapat lima buku-yaitu Takhta dan Angkara, Hamukti Palapa, Perang Bubat, dan Hamukti Moksa.
Dari sekian banyak novel fiksi sejarah yang menceritakan sosok Gajah Mada, saya langsung tertarik untuk membaca seri yang ditulis oleh Langit Kresna Hariadi. Memiliki jumlah 582 halaman dan pertama kali diterbitkan pada 2004 lalu. Covernya yang menggelitik mata, sehingga memutuskan untuk membaca sampai tuntas.
Sebenarnya novel Gajah Mada Makar Dharmaputra ini menceritakan tentang apa, sih? Apakah awal mula berdirinya kerajaan bernama Majapahit atau menceritakan tentang sepak terjang Gajah Mada?
Jika diberi pertanyaan seperti itu, maka saya akan menjawab, bahwa novel ini bukan menceritakan tentang berdirinya Majapahit kendati pada beberapa bagian diterangkan secara singkat bagaimana Majapahit terbentuk, tetapi bukan perihal tersebut pokok permasalahannya di sini.
Gajah Mada Makar Dharmaputra merupakan novel yang menceritakan tentang pemberontakan para Dharmaputra Winehsuka yang dipimpin oleh Rakrian Kuti atau Ra Kuti sepeninggalnya Raden Wijaya---Raja pertama Majapahit. Pemberontakan tersebut terjadi ketika Majapahit dipimpin oleh Jayanegara yang merupakan keturunan Raden Wijaya dari seorang selir bernama Dara Petak. Saat fajar masih membeku, Ra Kuti dan pasukkannya memonopoli politik sehingga tembang duka pun terdengar di seluruh wilayah Majapahit. Serta perjuangan pasukan bhayangkara yang saat itu di bawah kepimpinan Gajah Mada berusaha menyelamatkan Jayanegara sampai ke sebuah desa di utara pegunungan kapur yang disebut sebagai desa Bedander.
Gajah Mada Makar Dharmaputra diawali dengan kabut tebal yang menyelimuti wilayah Kotaraja---Ibu kota Majapahit yang saat itu masih berada di tarik. Para sesepuh atau penduduk menduga-duga kabut tebal tersebut merupakan pertanda buruk di mana akan terjadi peristiwa tidak baik. Hal tersebut mereka yakini lantaran kabut tebal dan suara gagak yang saling sahut menyahut pernah terjadi ketika Ken Angkrok---Raja pertama kerajaan Tumapel mangkat di tangan seorang abdi dalem dari desa Batil. Fenomena kabut tebal seperti itu sering muncul dan setelahnya dibarengi oleh peristiwa mengerikan yang tidak terduga.
Gajah Mada yang saat itu masih berpangkat sebagai seorang bekel mendapat peringatan dari sosok lelaki tinggi dan tampan, yang mengaku bernama Menjer Kawuryan---sosok misterius ini yang memberi tahu Gajah Mada, bahwa akan pasukan segelar sasapan yang siap menggilas istana. Rencana pemberontakan Ra Kuti mulai terendus sejak Gajah Mada bertemu dengan sosok misterius tersebut.