Lihat ke Halaman Asli

Andini Parameswari

Mahasiswa Antropologi Budaya, Universitas Gadjah Mada. Staff Bidang Pendidikan, Pelatihan, dan Penelitian Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca DIY.

Pesta Demokrasi dan Politisi Salon

Diperbarui: 8 September 2023   22:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Pemilihan Umum. Foto: Penulis

Tahun 2023 akan berganti dengan tahun baru 2024. Waktu yang dinantikan oleh sebagian masyarakat Indonesia yang memiliki hak pilih untuk menyalurkan hak pilihnya. Hak pilih yang akan menentukan masa depan masyarakat Indonesia dalam beberapa kurun waktu ke depan. Sebuah pesta demokrasi akan segera diselenggarakan. Beriringan dengan harapan dan keinginan untuk wajah baru Indonesia.

Pemilihan pemimpin yang dihararapkan mampu membawa masyarakat Indonesia menuju cita-cita dan penghidupan yang lebih baik. Pemimpin yang merakyat sekaligus mampu membawa aspirasi masyarakat pada taraf yang diharapkan. Seorang pemimpin yang tidak hanya disegani tetapi juga mampu menjadi ikon perubahan masyarakat Indonesia.  Membawa masyarakat Indonesia pada tataran yang sesuai dengan akar budaya dan nilai Pancasila. Menjadi juru "selamat" bagi kehidupan masyarakat Indonesia di masa yang akan datang.

"Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan." Mewakili pemaknaan bahwa negara Indonesia adalah negara demokrasi yang menganut sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan yang ada. Sejatinya pemimpin masyarakat Indonesia merupakan seorang wakil rakyat yang dipilih oleh segenap masyarakat. Seseorang yang dipercaya untuk mengemban amanah dan aspirasi masyarakat.

Dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Rakyat memiliki hak yang tinggi untuk menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin bagi Indonesia untuk kurun waktu beberapa tahun ke depan. Dalam perspektif Islam, seorang pemimpin harus menjadi contoh dan suri teladan yang baik bagi umat yang dipimpinnya. Dapat memberikan arahan serta mampu untuk memimpin dengan penuh kebijaksanaan.

Bagaimana kepemimpinan yang terjadi saat ini? Sudahkah tergambar dalam cermin-cerminan pemimpin yang disebutkan di atas? Mampukah pemimpin saat ini memikul amanah dan aspirasi masyarakat? Sudahkah kita melihat pemimpin-pemimpin yang arif lagi bijaksana? Pemimpin yang mampu mengabdikan hidupnya untuk rakyatnya? Sudahkah kita melihat bahwa pemimpin-pemimpin yang kita pilih adalah pemimpin yang benar-benar mampu membawa Indonesia ke arah perubahan?

Fakta lapangan mengambarkan hal lain yang jauh dari angan atau bahkan menyimpang dari apa yang diharapkan. Pemimpin-pemimpin saat ini justru hidup dengan mengabaikan penderitaan masyarakatnya. Hidup dengan penuh kemewahan menjadi juru "selamat" bagi dirinya masing-masing. Tidak dielakkan lagi masyarakat hidup dalam "pesimpangan" yang membingungkan. Tidak memiliki pilihan atau bahkan sudah tidak memiliki jalan.

Dalam wawancara yang dilakukan dengan beberapa narasumber  terdapat fakta yang menarik. Nasib masyarakat dipertaruhkan "terkatung-katung" tanpa adanya kejelasan terkait sistem yang ada. Seorang narasumber menjelaskan dan mempertanyakan bagaimana caranya bertahan hidup di tengah zaman yang sangat dinamis. Tanpa uluran tangan dan belas kasian, terlunta-lunta mencari makan dan kelayakan hidup.

"Sejauh ini belum ada upaya pemerintah yang dapat saya rasakan. Saya merasa kebijakan pemerintah sering kali justru semakin memperkecil langkah saya dalam memperoleh penghidupan. 'Orang kecil' seperti saya bisa apa? Apa lagi yang bisa dilakukan? Kalau bukan bekerja seperti ini mau bekerja apa lagi?" ujar narasumber memberikan keterangan (Jumat, 26/5/2023).

Pernyataan tersebut mungkin bagi sebagian masyarakat adalah hal yang umum terjadi. Namun, bagi masyarakat yang hidup dalam arus bawah, hal yang demikian membawa penderitaan yang mendalam. Mempertanyakan setiap usaha yang dilakukan serta menderita dalam ketidakpastian hidup. Kemanakah mereka hendak mengadu? Siapakah yang akan mendengarkan keluhan mereka? Apa yang dapat mereka lakukan untuk mendapatkan penghidupan yang lebih layak? Setidaknya hanya untuk mengganjal perut di hari esok.

Apakah kepada para pemimpin terpilih? Kepada para pengusa yang memiliki jabatan tinggi? Atau kepada siapa lagi mereka dapat mengadukan penderitaan hidup yang mereka alami selama ini. Perasaan terabaikan membuat masyarakat kini menjadi apatis. Diperparah dengan adanya dualisme internet yang semakin masif di era globalisasi seperti sekarang. Masyarat menjadi tidak peduli dengan pemerintah, membuat kepercayaan masyarakat kecil tercederai oleh perilaku para pemimpinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline