Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang menyelenggarakan program baru yaitu FBS Mengabdi yang dilakukan oleh mahasiswa semester tiga. Program FBS Mengabdi dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 Oktober 2024. Dan dibagi dengan beberapa kelompok. Salah satunya kelompok kami yang beranggotakan Andini Bella, Riska Amelia, Ariska Novirinda, Dwi Aulia, dan Noufal Azmi. Dan kelompok kami menangani masalah penindasan atau bullying. Terdapat kasus bullying di lingkungan sekolah mengalami peningkatan yang signifikan, menyebabkan kekhawatiran di kalangan orang tua dan tenaga pendidik. Bullying masih menjadi masalah serius di kalangan pelajar Indonesia.
Kejadian terbaru di SDN Kalisegoro 1 melibatkan seorang anak yang terlihat nakal di mata gurunya, namun justru di-bully oleh temannya. Hal ini menyoroti bahwa penindasan dapat berdampak negatif baik bagi korban maupun pelakunya. Siswa yang menjadi korban bullying seringkali mengalami stres psikologis yang parah sehingga berdampak pada penurunan prestasi akademik dan kesehatan mental. Penanganan penindasan tidak bisa hanya bergantung pada korban atau pelaku saja.
Peran aktif orang tua, guru, dan lingkungan sangat penting untuk menghentikan siklus bullying. Pemerintah dan berbagai lembaga pendidikan kini semakin aktif dalam mempromosikan program anti-intimidasi dan memberikan informasi kepada siswa tentang dampak dan bahaya penindasan. Dan para ahli juga menekankan pentingnya peran orang tua, guru, dan lingkungan dalam menciptakan ruang aman di mana anak-anak dapat berkembang dalam suasana yang positif dan mendukung. Menanggapi insiden intimidasi, sekolah mengambil berbagai tindakan, termasuk memberikan dukungan psikologis kepada korban dan pendidikan anti-intimidasi kepada siswa.
Selain itu menangani masalah bullying, dapat dengan dukungan teman sebaya juga menjadi cara yang efektif untuk mencegah dan mengurangi intimidasi di sekolah. Lingkungan sekolah menjadi lebih aman dan ramah ketika anak-anak didorong untuk saling mendukung dan peduli. Sekolah juga mulai mempromosikan program anti-intimidasi yang melibatkan siswa dalam menumbuhkan budaya saling menghormati dan empati.
Namun, banyak yang berpendapat bahwa upaya tersebut tidak cukup. Pemerintah dan institusi pendidikan diharapkan memperkuat sistem pemantauan mereka dan menangani insiden intimidasi dengan lebih serius dan berkelanjutan. Peningkatan kerja sama antara pemerintah, sekolah, dan orang tua diharapkan dapat mengurangi jumlah insiden perundungan.
Upaya pendidikan dan dukungan lebih lanjut diperlukan untuk membantu siswa lebih memahami dampak negatif penindasan dan mengembangkan keterampilan untuk menghadapi tekanan sosial dengan cara yang sehat dan positif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H