Lihat ke Halaman Asli

Andini AprysheilaRahmi

Seorang Mahasiswa

Kasus Intimidasi terhadap Pers Mahasiswa di Tengah Ketidakpastian Hukum

Diperbarui: 6 Oktober 2021   18:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kasus Intimidasi Terhadap Pers Mahasiswa di Tengah Ketidakpastian Hukum

Oleh

Andini Aprysheila Rachmi

Dengan mengikuti kegiatan pers di kampus dapat menjadi langkah awal bagi kita untuk belajar dan terjun ke dalam dunia jurnalistik. Sebagai mahasiswa, dengan mengikuti kegiatan Pers/ jurnalistik kita dapat mengimplementasikan tri darma perguruan tinggi yaitu penelitian dan pengembangan serta pengabdian kepada masyarakat. 

Yang mana hal tersebut diwujudkan dalam bentuk terus mengikuti perkembangan dan memproduksi informasi untuk dikembalikan lagi ke publik baik civitas akademika maupun masyarakat umum. 

Tetapi dengan diselenggarakannya kegiatan pers mahasiswa ini tak sedikit kasus kekerasan yang menimpa para awak pers mahasiswa ketika sedang meliput aksi di lapangan.

Meledaknya kasus reformasi tahun 1998 menjadi indikasi tumbuh suburnya pers kampus serta suara-suara kritis mulai terdengar. Jatuhnya rezim orde lama melahirkan nafas baru yang mengakui adanya kebebasan berekspresi. 

Hal ini dapat dikatakan merupakan bentuk dari dampak yang terjadi akibat adanya kebijakan NKK (Normalisasi Kegiatan Kampus) dan BKK (Badan Koordinasi Kemahasiswaan) pada tahun 1978. Mahasiswa yang mencoba untuk kritis kebanyakan mendapatkan berbagai hukuman seperti penangkapan, penahanan bahkan dipenjara, bahkan pemberhentian kegiatan.

Meski jatuhnya orde lama serta lahirnya orde baru yang dinilai mendukung kebebasan bersuara hingga kebebasan berekspresi, tidak menutup kasus lama yang serupa terulang kembali dan bahkan dialami hingga saat ini. 

Contohnya pada peristiwa demonstrasi penolakan pengesahan RUU Cipta Kerja yang terjadi pada Oktober 2020 dilaporkan beberapa awak media seperti yang berasal dari Badan Otonom Gerakan Mahasiswa (BO GEMA) Politeknik Negeri Jakarta, Lembaga Pers Kampus (LPK) GEMA Universitas Negeri Surabaya, dan Pers Lingkungan Mahasiswa (Perslima) Universitas Pendidikan Indonesia, yang dinyatakan hilang ketika sedang melakukan peliputan aksi di lapangan.

Bukti kasus lainnya tentang kekerasan terhadap awak pers mahasiswa seperti yang riset dirangkum oleh tirto.id menyebutkan bahwa pada tahun 2014-2016 menunjukan, dari 64 pers mahasiswa di Indonesia, 47 di antaranya pernah mengalami kekerasan. Kekerasan berbentuk intimidasi, ancaman pemecatan, ancaman pembredelan, hingga kriminalisasi. Hasil riset juga menyebutkan, pelaku kekerasan yang terjadi didominasi oleh birokrasi kampus (rektorat).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline