Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Dalam Hening

Diperbarui: 25 Mei 2018   16:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku terbiasa menyimpan apa yang aku rasakan sendiri, sebesar apapun rasa yang kurasakan, aku selalu menyimpan semua untukku sendiri, aku tak terbiasa berbagi rasa dengan orang-orang di sekitarku, karena pada kenyataannya aku selalu sendiri merasakan apa yang kurasakan.

Ketika bersama teman-temanku aku hanya menjadi pendengar yang baik, menjawab ketika ditanya, tidak berkata lebih. Bahkan ketika aku  mencintai seseorang aku mencintanya dalam diam. Aku menutup yang kurasakan sangat rapat. Bahkan begitu rapat sehingga takkan ada seorang pun yang menyadari apa yang kurasa.

Aku sangat memahami bahwa sebuah rasa tidak bisa dipaksakan, sekeras apapun aku berusaha jika dia bukan jodohku aku bisa apa? jadi aku tak bisa memaksakan apa yang ku inginkan. Jadi aku mencintanya dalam diam. Seolah-olah tidak merasakan apa yang namanya mencinta seseorang, aku terkadang berpura-pura bodoh di hadapan teman-temanku ketika mereka membicarakan tentang cinta dan kecintaan mereka terhadap sesuatu. Terkadang aku bertanya apa sih cinta itu?, gimana sih rasanya jatuh cinta? Jatuh cinta enak ga sih?

Padahal aku sudah tahu dan sedang merasakan apa yang kutanyakan pada teman-teman ku, hanya saja aku lebih nyaman menyimpannya sendiri. Aku benar-benar sedang merasakannya dan Pria yang membuatku selalu memimpikannya juga dokter koas sepertiku, dia adalah Raka. aku tak pernah berani berinteraksi dengannya, aku hanya meliriknya diam-diam, atau menatapnya di kejauhan.

Terkadang, Melihatnya berinteraksi dengan yang lain dan aku cukup menikmati hal sesederhana itu. Karena bagiku jatuh cinta sesederhana itu. Aku sudah cukup bahagia mencintanya dalam keheningan ini. Toh, kalau memang dia jodohku kami akan bersama pada nantinya.

Hingga suatu ketika, aku mendapat kabar bahwa ia berkencan dengan suster baru di rumah sakit. Aku cukup terkejut, tapi aku kembali menyembunyikan apa yang kurasa. Berarti dia bukan jodohku kan?. Hari demi hari berlalu, aku masih menatap pria itu dalam diam, melihatnya berinteraksi dengan suster itu terkadang menimbulkan sebercak nyeri pada dadaku.

Tapi aku akan menerima semuanya, dan tetap menikmati perasaan ini, karena saat kuputuskan untuk mencinta berarti aku sudah siap dengan segala rasa yang akan datang entah itu sakit atau tidak. Aku sudah memutuskan untuk menerimanya ketika aku memutuskan untuk mencintanya dalam diam.

Terkadang aku merasa begitu bodoh mencinta seseorang dalam keheningan ini, karena aku dengan bodohnya lagi menerima rasa sakit yang bertubi-tubi apalagi setelah mengetahui bahwa dia berkencan dengan orang lain. Aku membiarkan perasaanku mengikuti arus, aku akan mencoba menghapus sedikit demi sedikit apa yang kurasakan.

Hingga tiba saatnya aku sudah mulai terbiasa untuk tidak meliriknya diam-diam lagi aku juga sudah terbiasa untuk tidak menatapnya dari kejauhan, pada puncaknya aku sudah terbiasa mengalihkan keheninganku darinya.

Aku sudah terbiasa dengan tidak memikirkannya. Lebih tepatnya aku terbiasa menghindarinya. Aku sudah terbiasa dengan semuanya sampai suatu saat kami bersisian di lorong rumah sakit

'dr. Keyla, bisa bicara sebentar' ucapnya seraya menahan lenganku

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline