Lihat ke Halaman Asli

Andini Okka W.

-Work for a cause not for an applause-

Secuplik Kisah Blessed to Bless

Diperbarui: 9 Juni 2023   11:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pribadi

Siang itu, 8 Juni 2023, saya dan keempat rekan kantor memutuskan untuk makan siang bersama di salah satu warung makan bakso dan mie ayam kesukaan kami. Warung makan itu terletak kurang lebih 1.5 km dari kantor. Menikmati makan siang di luar sambil bersenda gurau adalah hal yang jarang kami lakukan, karena jam kantor baru diakhiri pukul tiga sore.

Kebetulan hari itu ada acara kelulusan murid kami kelas 6, sehingga kami diperbolehkan pulang awal. Oh ya, saya dan keempat rekan lain merupakan pengajar dan staff di salah satu SD swasta di Kota Salatiga, Jawa Tengah.

Selesai makan siang, salah satu teman kami menuju kasir untuk membayar. Saat ia sedang membayar, kami melihat dia memegangi salah seorang pengunjung yang sempoyongan hampir jatuh. Pengunjung yang sempoyongan itu kemudian didudukkan oleh teman saya di bangku, dan ditanyai bagaimana kondisinya.

Pengunjung itu adalah seorang gadis muda berumur awal 20-an dan saat itu ia juga dalam antrean membayar ke kasir setelah makan siang.

Saat kami hendak pulang, kami melihat gadis itu hampir pingsan. Kami segera pegangi badannya dengan sigap. Dalam kondisi setengah sadar, gadis itu minta dibawa ke rumah sakit DKT Dr. Asmir, Kota Salatiga. Kami sempat menanyai dimana dia tinggal, dan keluarga yang bisa dihubungi lewat telepon. Gadis itu berkata bahwa dia kost di Salatiga.

Saat kami membuka telepon genggamnya, ternyata terkunci password. Gadis itu sudah berusaha menyebutkan angka-angka, namun akhirnya lalu lunglai sepenuhnya pingsan. Sebelum sepenuhnya pingsan, salah seorang pengunjung lain yang kebetulan perawat muda memeriksa denyut nadinya dan memberinya air hangat. Perawat muda itu menyarankan agar gadis itu segera dibawa ke rumah sakit.

Saat gadis itu pingsan, kami sempat kebingungan. Akhirnya dengan sigap, bapak-bapak tukang parkir membantu membopong untuk masuk ke dalam mobil. Saya memangku kepala dan tubuh gadis itu, sementara teman perempuan lain, Bu Anik, menahan kakinya.

Teman yang lain, Bu Yohana, duduk di depan untuk memeriksa identitas si gadis. Satu lagi, Pak Sulis, memegang kemudi. Kemudian salah seorang rekan laki-laki, Pak Kris, mengendarai sepeda motor si gadis sekaligus membuka jalan bagi kami bila nanti terjadi kemacetan.

Puji Tuhan, lalu lintas yang biasanya sangat ramai di lampu merah, hari itu tampak lengang. Kemacetan sedikit terjadi di jalan arah rumah sakit. Pak Kris pun membuka jalan dengan menjelaskan kepada pengendara lain, bahwa mobil kami dalam kondisi emergency. Kami sempat panik, karena tubuh gadis itu sangat dingin. Kami berusaha menepuk pipi dan memanggil-manggil namanya, sesuai yang tertera di KTP.  Namun nihil, gadis itu bergeming. Pak Sulis, segera memacu mobil lebih kencang.

Tak berapa lama, kami sampai di pintu masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) RST Dr. Asmir, Salatiga. Pak Kris segera memberitahu petugas. Kemudian kami bahu membahu memindahkan gadis itu ke kasur dorong dan segera para petugas memberikan pertolongan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline