Selayaknya pasar komoditi, para pelaku usaha akan membagi pasar menjadi segmen segmen berdasarkan kriteria tertentu yang menggambarkan karakteristik suatu segmen dengan segmen lainnya. Hal ini bertujuan agar dapat dilakukan identifikasi value atas suatu produk yang dibutuhkan dan/atau diinginkan oleh pasar. Dengan demikian produsen dapat memberikan layanan dan produk sesuai harapan konsumen dan mendapatkan imbal balik secara finansial sekaligus mendapatkan informasi.
Demikian juga halnya yang terjadi pada komoditi beras, segmentasi pasar telah terbentuk sedemikian rupa seiring perjalanan waktu. Segmentasi pasar beras muncul dari berbagai kriteria pada karakteristik konsumen, setidaknya antara lain dikelompokkan sesuai dengan kriteria kemampuan perekonomian dan atau kriteria selera dan rasa, serta kriteria geografis. Segmentasi berdasarkan kriteria tersebut kemudian membentuk preferensi pasar jika dilihat dari sudut pandang konsumen.
Meskipun tidak terdapat acuan baku, secara umum segmentasi pasar beras terbagi menjadi segmen medium, super, premium berdasarkan kemampuan keekonomian. Segmen pera dan pulen terbentuk karena kriteria selera dan rasa yang disukai konsumen, kemudian dikelompokkan lagi sesuai lokasi konsumen secara geografis.
Konsumen di pulau jawa umumnya lebih suka beras pulen, sedangkan konsumen di pulau sumatera umumnya lebih suka beras beras. Menilik hal hal terkait segmentasi inilah kemudian produsen beras berlomba lomba melakukan inovasi supaya dapat memenuhi harapan konsumen dengan melakukan investasi mesin, melakukan pencampuran varietas, maupun melakukan strategi pemasaran terkini misalnya kemasan yang menarik dan sebagainya.
Untuk menghindari benturan kepentingan antara produsen dan konsumen beras terkit segementasi pasar ini, sejatinya Pemerintah telah memberikan acuan Standar Nasional Indonesia yang diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional. Dalam standar mutu beras SNI, segmentasi beras dibagi menjadi 4 dengan nomenklatur premium dan medium 1, medium 2, dan medium 3. Meskipun sudah diterbitkan acuan SNI beras, namun pasar kurang merespon segementasi ini karena implementasinya masih bersifat sukarela, belum diwajibakan oleh Pemerintah sebagai aturan yang wajib ditaati. Selain itu ada sebab lain yakni kurang dipenuhi aspek fairness yakni pada segmen premium ditentukan 1 segmen saja sedangkan medium dibagi 3 segmen.
Hal yang kurang fair adalah parameter butir utuh yang jomplang antara segmen beras premium dan medium. Pada parameter mutu butir patah, segmen beras premium ditentukan sebesar 5% sedangkan beras medium ditentukan sebesar 20%. Lalu masuk di segmen manakah beras dengan kompisisi butir patah 10% dan 15%? Sedangkan realita yang terjadi pada asumsi kurva distribusi normal, beras dengan komposisi butir patah 10% dan 15% bisa jadi adalah segmen dengan pangsa pasar yang lebih besar daripada segmen premium dan medium, namun justru tidak terstandarisasi dalam SNI oleh Pemerintah.
Di pasar komoditi beras, setiap segmen pasar dilayani oleh produsen beras sesuai dengan harapan yang diinginkan konsumen. Penguasaan pasar oleh produsen ini membentuk pangsa pasar pada setiap segmen. Untuk mendapatkan gambaran pangsa pasar yang jelas dan detil di komoditi beras ternyata cukup sulit, meskipun menggunakan segementasi dengan acuan SNI, karena sampai dengan sekarang belum ada sumber data yang valid terkait kuantum atau volume beras yang beredar di pasar pada setiap segmen.
Data yang valid hanya ada di Perum BULOG walaupun untuk segmen medium, sehingga dapat diasumsikan bahwa pangsa pasar beras medium selama ini berada di kisaran 2,5 -- 3,5 juta ton atau sekitar 8% - 10% dari produksi nasional. Selain data dari Perum BULOG, data yang masih relevan untuk mendsekripsikan pangsa pasar adalah data harga dari BPS karena secara tidak langsung harga adalah cerminan value dari suatu produk.
Dari kedua sumber data tersebut dapat dibentuk suatu kurva pasar dengan asumsi distribusi normal. Jika pangsa pasar yang diserap BULOG sebesar 10% di sisi sebelah kiri kurva adalah segmen beras medium maka sisi kanan sebesar 10% adalah pangsa pasar beras medium yang dikelola swasta. Dengan demikian, area ditengah kurva adalah pangsa beras dengan kualitas dan harga diatas medium namun dibawah premium, sebut saja segmen beras super dengan pangsa pasar sebesar 80%.
Jika kemudian diantara segmen beras super terdapat segmen lain yang berupa ceruk pasar misalnya beras merah dan lainnya, katakanlah sebesar 10%, maka pangsa pasar terbesar tetaplah segmen beras super sebesar 70%.
Dari sinilah dapat dengan jelas terlihat perbedaan pangsa yang sangat signifikan antara penguasaan pasar oleh Pemerintah melalui Perum BULOG dibanding penguasaan pasar olek sektor swasta.