Lihat ke Halaman Asli

Diva

Universitas Sebelas Maret

Kemandirian Pangan yang Tidak Terwujud: Janji Pembangunan Ekonomi yang Diingkari

Diperbarui: 17 November 2022   13:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pembangunan adalah suatu komitmen terhadap pertumbuhan dan perubahan yang direncanakan oleh bangsa, negara, dan pemerintah serta upaya  memimpin modernisasi untuk membangun negara. Atau dapat dikatakan bahwa pembangunan diamini sebagai bentuk komitmen yang terencana secara progresif untuk menciptakan dan mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat secara umum. Pembangunan tidak serta merta berwujud sebagai pembangun secara infrastruktur saja, melainkan mencakup makna yang lebih luas, salah satunya adalah pembangunan ekonomi nasional melalui diwujudkannya ketahanan dan kemandirian pangan di Indonesia. 

Pangan adalah kebutuhan dasar yang pemenuhannya harus dijamin oleh negara sebagai pemegang tanggung jawab utama rakyatnya, baik secara individu maupun nasional. Begitu pentingnya kebutuhan terhadap pangan, maka setiap kebijakan yang dibentuk harus strategis dan diberikan solusi secara cepat dan tepat. Terwujudnya ketahanan dan keamanan pangan merupakan syarat utama bagi suksesnya proses pengembangan ekonomi dan sosial nasional. Oleh karena itu, dalam hal ini khususnya sektor pertanian sebagai sektor yang sangat strategis dalam mendukung ketahanan pangan dan struktur perekonomian nasional harus dikembangkan dan didukung dengan berbagai upaya oleh dengan menguatkan sektor pertanian dalam negeri agar dapat menciptakan kemandirian pada sektor pangan tanpa harus bergantung kepada pihak lain.

Meskipun begitu, kemandirian dalam sektor pangan bukan berarti menutup diri dari kerja sama dengan negara lain, melainkan mengoptimalkan potensi dan kemampuan dalam negeri (domestik) dan tetap melakukan kerja sama dengan negara-negara lain. Dalam hal ini, apabila merujuk pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, Kemandirian Pangan diartikan sebagai kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi Pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan Pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat. Hal ini mengartikan kerjasama dengan pihak lain dalam memenuhi kebutuhan pangan bukanlah sesuatu yang dilarang, asalkan tetap mengutamakan prinsip pembangunan kehidupan masyarakat Indonesia melalui sektor ekonomi, khususnya sektor pangan.

Meskipun demikian, pada rezim Pemerintahan Jokowi-Amin yang sudah berjalan selama 3 tahun sejak 2019 hingga saat ini (2022) masih banyak ditemui permasalahan terkait kemandirian pangan nasional, misalnya kebijakan impor yang tidak komprehensif serta naiknya harga beberapa komoditas pangan penting, seperti minyak goreng, kedelai, cabai dan sebagainya benar-benar menunjukkan betapa lemahnya pengelolaan pangan dalam negeri. Hal tersebut menimbulkan banyak pihak yang  mulai meragukan komitmen pemerintah terkait ketahanan dan kedaulatan pangan. Padahal, sejak periode pertama Presiden Joko Widodo menjabat pada 2014 lalu, dirinya banyak mencanangkan ide-ide terkait dengan ketahanan dan kemandirian pangan nasional dengan memastikan kecukupan kebutuhan pangan, keterjangkauan dan penghentian impor pangan melalui pengoptimalan potensi pangan dalam negeri sebagai kunci keberhasilan. Dengan begitu, dapat diketahui bahwa periode kedua Jokowi, nyatanya belum mampu memenuhi harapan pembangunan sosial ekonomi melalui sektor Kemandirian Pangan. 

Terlebih, era Jokowi Ma'ruf baru baru saja disorot akibat mengadakan kebijakan impor bahan makanan pokok untuk didistribusikan di Indonesia. Mengutip CNBC Indonesia Pada periode Januari hingga Oktober tahun 2021 indonesia sudah mengimpor gula mentah/raw sugar (HS 17011400) kurang lebih sebanyak 4,72 juta ton. Selama periode 2018-2020, rata-rata pertumbuhan volume impor gula mentah adalah 8,61% per tahun. Sebagai informasi bahwa impor gula tahun 2010-2014 hanya rata-rata 199.953 ton/tahun sedangkan pada periode 2015-2020 mencapai rata-rata 4,5 juta ton/tahun. Selanjutnya adalah Impor beras. Meskipun presiden jokowi pernah beberapa kali mengutarakan bahwa indonesia dalam 3 tahun terakhir sudah tidak mengimpor beras namun faktanya menurut data BPS hingga tahun 2021 beras impor masih terus berdatangan. Memang kemandirian bukanlah berarti harus menutup diri dari melaksanakan kerjasama dengan sektor atau pihak lain. Namun, agaknya pemerintah harus lebih cermat dalam melaksanakan suatu kebijakan. 

Apabila dicermati dengan seksama impor pangan hanya dapat dilakukan ketika produksi pangan dalam negeri tidak mencukupi dan / atau tidak dapat diproduksi didalam negeri. Impor pangan juga dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan nasional tidak mencukupi. Namun, yang terjadi adalah semakin banyaknya bahan pangan impor yang akan melemahkan sektor produksi pangan domestik, misalnya saja kasus impor kedelai, dengan dengan harga pembelian pemerintah (HPP) komoditas kedelai saat ini saja membuat para petani, produsen kedelai, juga pengusaha tempe dan tahu kesulitan dalam menjualnya di pasaran. 

Ancaman terhadap ketahanan pangan mengakibatkan Indonesia sering mengimpor produk-produk pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dalam keadaan jumlah penduduk yang masih terus meningkat jumlahnya, ancaman-ancaman terhadap produksi pangan telah memunculkan kekhawatiran. Dengan adanya kekhawatiran itulah dapat dikatakan bahwa sesungguhnya era Jokowi Ma'ruf nyatanya belum mampu melaksanakan amanat serta belum mampu merealisasikan janji-janji kampanye yang dikampanyekan 2019 silam. Dengan demikian, pemerintah, khususnya Jokowi Ma'ruf hendaknya segera melakukan revitalisasi pangan yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan sosial ekonomi bagi masyarakat Indonesia, termasuk di dalamnya para petani Indonesia. 

Indonesia merupakan negara besar yang memiliki lahan yang sangat luas. Lahan-lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk banyak hal termasuk untuk pertanian. Hal ini lah yang menggambarkan bahwasannya Indonesia sangat berpotensi menjadi negara penyuplai komoditi pangan dunia. Terlebih letak geografis negara ini yang terletak pada garis khatulistiwa menjadi faktor yang sangat mempengaruhi potensi tersebut. Dengan keistimewaan yang dimiliki oleh Ibu Pertiwi, maka sudah seharusnya ketahanan dan kemandirian pangan dapat diwujudkan dengan lebih optimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline