Lihat ke Halaman Asli

Andina FebriPramesti

Berkuliah di universitas Airlangga

Kereta Api Menjadi Pemeran Utama dalam Menjawab PM 2,5 di Indonesia

Diperbarui: 21 Agustus 2023   02:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menjadi bagian dari negara dengan penduduk terpadat ke-4 di dunia, tidak bisa dipungkiri bahwa berbagai permasalahan juga akan mengiringi setiap waktunya. Salah satunya ialah permasalahan polusi udara yang kini sering dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Melalui laporan data global yang dirilis oleh IQAir selaku perusahaan berbasis teknologi di Swiss yang berorientasi pada permasalahan udara, serta bertanggung jawab untuk melaporkan pencemaran polusi PM 2,5. Tahun 2022 Indonesia memiliki kualitas udara terburuk ke-26 secara global, karena mencapai 30,4 gram/m3 sehingga tentu berdampak besar kepada beberapa wilayah di Indonesia antara lain adalah Kalimantan Barat, Banten, Jakarta, hingga Jawa Tengah. Peristiwa tersebut tidak terlepas dari fenomena kemacetan yang setiap harinya menjadi bagian dari aktivitas di beberapa kota besar khususnya, hal ini menjadi tantangan besar bagi Masyarakat terlebih lagi para pemangku kepentingan yang dituntut untuk segera memberikan kebijakan guna mengatasi permasalahan yang krusial ini. 

Menyikapi permasalah ini pemerintah menyusun dan menyajikan beberapa langkah yang solutif serta strategis, salah satunya ialah melakukan pemerataan transportasi umum berbasis rel yang menjadikan kereta api sebagai aspek utama di dalam peranannya. Beralihnya penggunaan transportasi pribadi seperti sepeda motor dan mobil menuju kereta api sebagai transportasi massal diprediksi dapat mengatasi fenomena kemacetan yang sering melanda. Selain itu kereta api mampu menjadi alat bantu mobilitas sehari-hari yang efektif oleh masyarakat, karena dalam sekali jalan transportasi massal ini mampu menampung populasi dalam jumlah yang cukup besar, sehingga produksi gas emisi yang biasanya dihasilkan oleh kendaraan bermotor juga dapat terminimalisir secara otomatis. Pernyataan ini didukung dengan aksi nyata pemerintah dalam mengoptimalkan peran kereta api dalam mengatasi permasalahan tersebut melalui pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) yang terbagi menjadi tiga fase yaitu Fase 3B Timur, Fase 3A dan fase 3B Barat. Selain adanya MRT yang telah beroperasi sejak 24 Maret 2014, pemerintah juga mengoptimalkan transportasi massal berbasis kereta yaitu Light Rail Transit (LRT) yang diberlakukan di Palembang Sumatera Selatan, karena Palembang dinilai memiliki transportasi massal yang lengkap khususnya jalur kereta api. Namun, saat ini penggunaan LRT ini juga akan disediakan di kawasan jabodetabek guna mengoptimalkan kembali pemerataan transportasi umum berbasis rel.

Penggunaan kereta yang memberikan sejuta keuntungan dan menjadi solusi dalam menjawab berbagai pertanyaan publik atas permasalahan ini, nyatanya juga memberikan efek samping dalam penggunaannya. Mengingat bahwa tidak semua daerah memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai untuk mengikuti perkembangan pemerataan transportasi umum, lahan terbuka hijau juga akan semakin menipis karena pembangunan yang dilakukan guna kepentingan publik yang sedang digalakkan ini. Bahkan dalam pengoprasian transportasi massal ini juga menimbulkan kebisingan terus menerus yang mampu menimbulkan gangguan pendengaran, hipertensi, gangguan tidur, hingga tuli. Berdasarkan baku mutu lingkungan tingkat kebisingan (Lmax) pada tingkat daerah ialah 60 dB (A) dan untuk daerah khusus senilai 100 dB (A). 

Menyikapi fenomena polusi udara serta langkah strategis dalam menekan angka kemacetan di Indonesia melalui pengoptimalan kereta merupakan langkah yang efektif saat ini, karena dampaknya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat melalui peningkatan peminat pengguna MRT yang semakin naik setiap tahunnya. Akan tetapi perlu diperhatikan juga atas efek samping yang dihasilkan dari permasalahan tersebut, sehingga kebijakan yang diterapkan mampu diterima secara baik oleh khalayak.

Daftar Pustaka

Akhmad U. dan Pambudi H. (2023). Penanggulangan kemacetan dan kebutuhan alat transportasi di Kota Surabaya. Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. 10 hal.

Rizky A. (2017).  Analisis Faktor Pengaruh Tingkat Kebisingan Operasional Kereta Api. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 61 hal.

Biomantara, B. dan Herdiansyah,H. (2019). Peran Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai Infrastruktur Transportasi Wilayah Perkotaan. Universitas Indonesia,  Jakarta. Tersedia dari e-jurnal cakrawala.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline