Dari Tanjung Luar Lombok Timur, perjalanan bemula. Kala itu, kawasan langit di ufuk Timur tampak memerah jingga. Saya dan lima orang teman bergegas naik ke atas perahu. Perahu bermesin yang sudah setengah jam menunggu kami untuk menjelajahi laut bagian barat Tanjung Luar, hingga menembus ke sebuah gili, yaitu Gili Sunut.
Sekitar setengah jam merapatkan diri di atas perahu. Tak dirasa, perahu kami mendekati gugusan gili-gili. Dari kejauhan, deretan gili itu tanpak seperti barisan pebukitan hijau yang saling bergandengan. Bentangan pasir putih layaknya tepung terigu menjadi tepian dari gili itu.
Tak lama kemudian, perahu kami bergeser ke arah kanan, mengikuti gugusan gili yang elok. Kesempatan ini kami manfaatkan untuk menyaksikan tepian pasir putih yang luar biasa eloknya.
Jangkar pun baru akan terlempar ketika perahu kami berada di dekat bentangan pasir putih yang menghubungkan sebuah perkampungan baru di seberang dengan Gili Sunut. Perkampungan baru itu adalah pindahan penduduk dari Gili Sunut pada tahun 2013. Perkampungan baru itu diberi nama Gili Sunut Baru.
Tiba di bentangan pasir putih, kami menyusuri tepian gili itu sembari mencari jalan pintas menuju ke atas, yaitu di bekas perkampungan nelayan, daratan Gili Sunut. Kami pun melintas di tengah padang ilalang yang tinggi, adalah savanna yang begitu elok.
Kami mengabadikan pesona savana itu dengan menggunakan camera. Tak lama kemudian, kami pun tiba di ujung Gili Sunut, tepatnya di pinggir tebing paling atas.
Di atas pinggir tebing Gili Sunut, sensasi gili-gili di tengah laut tampak mempesona. Julangan tebing di setiap gili tampak tinggi alami. Air laut yang begitu biru tampak tenang, hanya bilangan perahu kecil yang bergerak di atasnya sehingga terbentuk goresan putih di permukaan laut. Pada bagian selatan, saya leluasa melihat beranda depan Pantai Pink yang mengikuti garis pantai.
Dari kejauhan, para pengunjung Pantai Pink tampak sibuk bercenkerama dengan air pantai yang terkenal dengan warna pinknya. Tak jauh dari tempat saya bertengger, bentangan pasir putih yang panjang layaknya kapas putih berserak tampak jelas di tepian Gili Petelu.
Tak lama di pinggir tebing itu, seorang teman mengajak untuk menapaki jalan menyerupai lorong di tengah padang ilalang menuju ke arah bibir pantai. Lorong itu ternyata menuntun kami mencapai sebuah pohon besar yang cukup dipakai untuk berteduh di bawahnya. Kami pun istirahat sejenak sembari melepas dahaga.
Satu jam istirahat di bawah pohon, kami pun bergerak perlahan melintas di tengah padang ilalang menuju bibir pantai. Sejurus kemudian, saya bersama teman-teman turun di tepi pantai.
Belahan pantai di bagian timur Gili Sunut menyimpan keelokan nyata. Air laut jernih, bawah laut yang subur serta fasadnya yang berlanskap ganda: pantai berpasir putih dan tebaran batu aneka rupa.