Buat anda praktisi politik dan pemilu, pernahkah anda berada dalam sebuah sekolah Pendidikan singkat bersama orang yang baru anda temui tetapi berdampak besar buat dunia yang anda tekuni?. Saya baru saja mengalaminya. Bila anda juga ingin merasakan, saya rekomendasikan untuk mengikuti Sekolah Politik dan Komunikasi Indonesia.
Tentang apa dan bagaimana cerita sekolah ini, anda bisa cari informasinya di twitter @sekolahpolkom, IG SekolahPolkom atau FB Sekolahpolitikindonesia. Karena yang ingin saya ceritakan bukan mengenai sekolahnya, tetapi bagaimana sekolah ini berdampak buat saya.
Secara normatif, untuk memahami dunia politik dan elektoral secara akademis dan praktis, memerlukan waktu yang relatif panjang, setidaknya mengambil kuliah S1/S2 ilmu politik. Itupun terbatas pada pemahaman teoritis saja.
Nah, akhir pekan tadi saya mengikuti program di Sekolah Politik dan Komunikasi Indonesia #Angkatan2 di Kolega Coworking Space Pangeran Antasari, Jakarta Selatan.
Sekolah dengan metodologi full andragogi ini mengkombinasikan bahan pengajaran teori politik klasik dan modern dengan ilmu komunikasi yang digawangi pengajar yang telah membuktikan teori komunikasi massa dalam kehidupan sehari-hari. Singkat kata, bila di bangku kuliah butuh empat tahun untuk belajar teori ditambah sekian tahun untuk praktik di alam nyata, di sekolah ini hanya membutuhkan waktu 16 jam pelajaran selama dua hari.
Pengajar pada pendidikan singkat ini adalah mereka dari kalangan akademisi, praktisi dan juga pakar di bidangnya. Prof Syamsuddin Haris (peneliti senior LIPI), Alexander Yahya Datuk (Akademisi), Fifi Aleyda Yahya (Anchor Metro TV), Meutya Hafid (Anggota DPR-RI), dan Syaiful Mujani (Pendiri SMRC). Mereka berkolaborasi dengan Praktisi Pemilu Titi Anggraini (Direktur Eksekutif Perludem), Miftah Sabri (CEO Selasar.com) dan Arief Suditomo (Anggota DPR-RI).
Ada delapan pokok bahasan yang dibahas, mulai dari Dasar Ilmu politik dan Demokrasi, Kebijakan Publik, Public Speaking, Politik Kontemporer: Voting Behaviour yang membedah "batang tubuh" pemilih dalam pemilu dan Rekayasa sistem pemilu 2019.
Materi keren dan paten ini kemudian dibungkus dengan Coaching Clinic: Belajar dari Pengalaman politisi, Optimasi Komunikasi Publik dan Strategi Personal Branding melalui media sosial dan media alternative, serta Manajemen dan Strategi Kampanye.
Saya teringat Larry Diamond dan Richard Gunther dalam Political Parties and Democracy (2001) tiada henti mengingatkan badan atau lembaga yang berkonsentrasi kepada agenda politik sebuah bangsa seperti partai politik, social interest group (kelompok kepentingan), dan penyelenggara pemilu, tentang pentingnya merekrut sumber daya manusia berkualitas yang dipersiapkan.
Kenapa harus dipersiapkan? Menurut peneliti senior LIPI Prof Syamsuddin Haris, politik dalam perspektif klasik adalah suatu usaha mencapai masyarakat politik yang terbaik. Para filsuf Yunani kuno memahami politik sebagai virtue, alat berbuat kebajikan untuk kemaslahatan manusia.
"Tujuan politik pasti baik, untuk mengatur dan mengelola sebuah bangsa, yang jahat itu orang yang menggunakan politik dengan segala macam cara untuk tujuan jelek," kata Prof Syamsuddin saat jadi pengampu Sekolah Politik dan Komunikasi Indonesia #Angkatan2.