Akhir-akhir ini dengan kondisi hati yang kurang menyenangkan terketuk hati untuk kembali merangkai sebuah tulisan tentang perasaan mendalam yang ingin di utarakan tidak lain oleh penulis.
Di dalam Tulisan ini Ada lara, tawa, kecewa, serta cinta yang ku tumpahkan di dalamnya.
Rangkaian emosi datang sili berganti, hingga akhirya tersemat sebuah keikhlasan. Ku harap kau membacanya dengan senyuman menikmatinya dengan secangkir teh yang kau sesap ketika langit sedang kemerahan. Mungkin masih kau temui sisa-sisa kenangan di sudut cakrawala. Tak masalah jika begitu. Asalkan kali ini, ingat aku tampa sedikitpun dendam, sebagaimana aku sudah lama berhenti menyalahkanmu atas hal-hal yang seharusnya namun tidak perna - terjadi. lalu bersyukurlah, karena kita telah berdamai dengan masa lalu.
Garis waktu mendewasakan kita berdua dengan perjalanannya yang ajaib. Sekarang baru ku lihat gambaran besarnya. Tuhan tidak perna mengutusmu untuk menyempurnakanku. tuhan hanya mengutusmu sebagai guru sebelum aku bertemu dengan pendamping hidupku yang sebenarnya. Darimu aku belajar untuk mendamba, berharap, jatuh cinta, patah hati, hingga kemudian sembuh dan mampu melangkah lagi.
Perasaan kita untuk satu sama lain tidaklah mati, ia hanya bermetamorfosis menjadi sesuatu yang jauh lebih indah. Dan kini kita sudah siap mengukir kisah indah kita masing2, siap untuk menghadapi yang semakin berat dengan diri yang semakin kuat.
Jaga dirimu semoga kau mendapatkan laki2 yang lebih baik dariku dan ku doakan semoga kau selalu bahagia. Dan soal aku jangan khawatir, alam semesta mempunyai rencana yang lebih besar untukku.
Terima kasih banyak.....
Mamuju 28 Juni 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H