Lihat ke Halaman Asli

Kilas Sejarah : Aksi Provokasi PKI Sebelum Kudeta 30 September 1965

Diperbarui: 30 Mei 2016   22:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Persaingan antara Partai Komunis Indonesia (PKI) dan angkatan darat sebenarnya telah lama terjadi, bahkan menguat ketika kabinet Hatta melakukan rasionalisasi angkatan perang di masa perang kemerdekaan. Kebijakan rasionalisasi ini membuat kesatuan-kesatuan atau laskar-laskar komunis dibubarkan. Misalnya Tentara Laut Republik Indonesia (TLRI), TNI-Masyarakat, Pesindo dan sebagainya. Hatta beralasan, rasionalisasi angkatan perang untuk melakukan efisiensi terutama dalam masalah anggaran. Tak pelak, rasionalisasi ditentang keras oleh tokoh-tokoh Komunis, sehingga (kemungkinan) membuat PKI melakukan pemberontakan disaat republik sedang menghadapi agresi militer Belanda. Dari situlah TNI menjadi “batu sandungan” bagi PKI.

Persaingan PKI dan AD terus berkembang hingga meletusnya peristiwa G30S/PKI. Idiologi dan kepentingan yang berbeda yang dianut PKI dan AD menyebabkan keduanya bersaing satu sama lain. PKI berkepentingan merintis berdirinya negara komunis, sedangkan AD yang bertugas sebagai alat pertahanan negara memiliki kepentingan mengamankan Pancasila. Tidak heran pimpinan teras AD sangat menentang ide NASAKOM (Nasionalis, Agamis, dan Komunis) di segala bidang kehidupan. Ahmad Yani, Nasution, dan Soeharto jelas menentang hal ini, mereka beralasan jika Nasakom merupakan pintu masuk PKI untuk menanamkan pengaruhnya pada alat-alat negara, terutama angkatan bersenjata.

Tingginya tensi PKI vs Angkatan Darat, seperti biasanya kaum komunis pimpinan DN Aidit melakukan beberapa provokasi sbagai “makanan pembuka” atas renacan utamanya yakni merebut kekuasaan negara yang sah. Ada beberapa provokasi yang cukup menggemparkan pada saat itu, misalnya di akhir tahun 1963, PKI melakukan aksi sepihak di Pulau Jawa, Sumatra Utara, dan Bali. Kader PKI menghasut kaum tani dan buruh untuk mengambil alih tanah yang luas milik perkebunan negara. Dalam aksi itu, PKI juga menggalang aksi demonstrasi menuntut kenaikan upah di perkebunan dan pabrik-pabrik.

Masih di tahun yang sama, PKI melakukan aksi penyerangan secara politis maupun kekerasan terhadap kelompok yang dinilai anti komunis seperti NU, GP Anshor, golongan pesantren, dll. Puncaknya adalah penyerangan membabi buta terhadap Pelajar Islam Indonesia di Kanigoro, Kediri. Para santri laki-laki digebuk, alquran diinjak-injak, mwsjid dikotori, dan santriwati dilecehkan. Kaum atheis komunis seolah-olah kemasukan setan pada peristiwa itu, sehingga ada saksi mata yang menyebutkan kalau salah satu anggota komunis ingin membunuh satu per satu santri tersebut sebagai pembalasan atas tewasnya beberapa kader PKI di Madiun.

Januari 1965, kembali PKI melakukan aksi provokasi. Kali ini mereka melakukan demontrasi besar-besaran menuntut dibentuknya angkatan kelima. Angkatan kelima ini diisi oleh buruh dan tani. Menurut PKI, buruh dan tani harus dipersenjatai dalam rangka menghadapi nekolim Inggris. Namun, konon dikemudian hari, angkatan kelima hanya diisi oleh organisasi afiliasi PKI seperti Barisan Tani Indonesia (BTI), Pemuda Rakyat, dan Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).

Pada bulan Mei 1965, PKI melempar sebuah isu (isu ini menjadi alasan PKI melakukan kudeta 30 September) tentang adanya Dewan Jenderal. Disebutkan oleh PKI sebagai suatu  dewan yang bertujuan menilai kebijakan presiden Soekarno. Selain itu, PKI juga memfitnah dewan jenderal memiliki niat jahat terhadap presiden. Dewan jenderal diisukan akan melakukan kudeta pada tanggal 5 Oktober. AD dituduh bekerjasama dengan agen CIA untuk menjatuhkan Soekarno. Demi menguatkan fitnahannya, PKI membuat sebuah dokumen palsu yang lebih dikenal dengan Dokumen Gilchrist. Dokumen ini muncul saat demonstrasi di Kedubes Inggris.Belum puas sampai disitu, PKI melalui Subandrio sengaja menyebarkan dokumen Gilchrist pada anggota KTT PBB di New York (Mohon dikoreksi) pada saat itu. Tujuannya jelas, PKI ingin mencari pembenaran atas kudetanya nanti dan dapat diakui oleh dunia internasional.

Masih banyak lagi provokasi PKI menjelang meletusnya kudeta berdarah sebagai test case sebelum aksi utamanya yaitu merebut kekuasaan negara dan menggantikan Pancasila dengan ideologi Komunis. Ada kutipan menarik dari DN Aidit menjelang akhir September “Pancasila hanyalah alat pemersatu saja, kalau kita sudah bersatu, maka Pancasila tidak berguna lagi”. Masih pada saat sebelum pecahnya kudeta, seorang tokoh LEKRA, Sobron Aidit juga membuat sebuah pernyataan aneh yaitu “Ibu pertiwi sedang hamil tua”. 

Dilihat dari pernyataan kedua tokoh komunis ini, maka jelaslaj bagi kita bahwa komunis memang telah benar-benar berniat ingin melakukan kudeta. Salah apabila ada seseorang yang mengatakan kalau PkI adalah korban. Sebenarnya, sebelum pecahnya kudeta 30 September, Ruslan Abdulgani pernah membongkar dokumen rahasia PKI yang intinya adalah rencana PKI yang akan melakukan kudeta. Namun sayang, isu ini menguap saja mirip Metro TV pada saat ini yang sengaja menghilangkan isu yang substantif. Terungkapnya dokumen rahasia PKi tidak serta merta membuat Soekarno antusias, malah Soekarno membubaekan Partai Murba yang dianggap sebagai partai Kontrarevolusi.

Melihat citra PKI yang sangat buruk, saya menilai tidak ada alasan bagi pemerintah untuk minta maaf kepada PKI. Karena ada atau tidak ada pembantaian massal, PKI merupakan pelaku utama dalam kekisruhan 65. Kenapa rakyat membantai dan memburu PKI? Itu hanyalah reaksi atas aksi provokasi yang dilancarkan PKI. Pemerintah jangan minta maaf !!!

 

Oleh : Andika Hasrimaidal Khaizan




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline