Isu Partai Komunis Indonesia (PKI) bangkit menguat setelah rezim Jokowi disebut-sebut akan meminta maaf kepada para korban pembantaian 65. Konon menurut kelompok pro Komunis, TNI AD telah melakukan HAM berat. Anggota PKI dan simpatisan PKI digambarkan sebagai korban yang teraniaya, terzhalimi, dan tertindas.
Sebenarnya, kalau mau objektif, paham komunis tidak bisa dipakai di Indonesia sejak 18 Agustus 1945 karena dalam sila Pancasila khususnya sila pertama jelas dikatakan “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dari sila pertama saja paham Marxis-Leninis sudah tidak bisa diterima. Alasannya jelas, bagaimana mungkin seorang Komunis yang atheis bisa menerima sila ketuhanan. Ini perlu diluruskan, bahkan Soekarno pada saat terjadinya Madiun Affairs (Pemberontakan PKI Madiun) dengan tegas menyatakan memilih Soekarno dengan Pancasilanya atau Musso dengan Komunisnya. Kalau ada pihak-pihak yang ingin mencoba menghidupkan idiologi usang ini, maka wajib ditentang keras.
Tidak ada alasan untuk memberikan ruang gerak pada kaum komunis mengingat banyak catatan sejarah yang mengungkapkan kebiadaban PKI. Perlu diketahui bahwa setiap “revolusi komunis” pasti diiringi dengan pembunuhan-pembunuhan keji. Pada tahun 1948, di Madiun telah terjadi pembantaian mengerikan yang dialami oleh golongan agamis. Kyai, santri, pamong, bupati, dan mereka yang dianggap komunis dibantai secara sadis, bahkan di Surakarta (Mohon dikoreksi), seorang Kyai dimasukkan ke dalam sumur dan dikubur hidup-hidup. Di tahun 1960-an, PKI juga melakukan aksi “Ofensif Revolusioner” terhadap golongan-golongan antikomunis. Permainan licik PKI ini dilakukan dengan dalih mengembalikan tanah perkebunan negara ke rakyat. Di Bandar Betsy contohnya, akibat sengketa tanah, seorang anggota TNI tewas dibunuh PKI dengan cara yang sadis yakni dicangkul kepalanya oleh gerombolan petani liar berisikan anggota Baritas Tani Indonesia (BTI) dan Pemuda Rakyat. Pelda Sudjono dibunuh lantaran menentang aksi PKI. Selain itu, PKI juga melakukan penyerangan ke santri di daerah Kediri. Gerombolan komunis menganiaya santri, merusak masjid, dan menginjak-injak alquran, dan kasus terakhir adalah pembantaian 6 jenderal TNI AD dan satu perwira pada tanggal 1 Oktober 1965.
Melihat sejarah kekejaman kaum komunis ini, diharapkan semua pejabat dan tokoh-tokoh negeri ini untuk mengindoktrinasi masyarakat (komunisto phobia). Sehingga pemahaman mendalam masyarakat terhadap idiologi komunis. Komunis harus dibasmi, dan Pancasila harus dibela.
Oleh :
Andika Hasrimaidal Khaizan