Lihat ke Halaman Asli

Tetap Menjadi Diri Sendiri

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ya, aku harus tetap menjadi diri sendiri yang semestinya. Lingkungan Sekolahku yang bisa dibilang untuk orang kaya karena uang sekolah sebulan yang hampir sama dengan uang kuliah kakakku yang juga meraih beasiswa. Sekolahku memang memiliki fasilitas yang baik. Toilet yang seperti Mall, 2 AC dan sebuah Infocus disetiap kelas membuat sekolah itu berakreditasi A. Benar, pastilah itu Sekolah Swasta.

Sebenarnya, aku merasa seperti menyusahkan orang tua. Kegagalanku masuk Sekolah Negeri membuat mereka harus memeras keringat lebih dalam. Tapi, aku ingin membanggakan mereka dan akhirnya aku berhasil menjadi juara 1 saat kelas 7. Orang tuaku sangat bangga ketika itu dan aku merasa sangat senang. Namun, itu hal yang sangat mengagetkan bagiku karena aku merasa banyak temanku yang lebih baik.

Rata-rata teman-temanku di Sekolah itu adalah anak dari orang hebat dan bisa dibilang berkelebihan. Ada anak anggota DPRD, anak Komandan, anak Pengusaha, atau anak Kontraktor, yang uang jajannya bisa mencapai 50 ribu dalam 1 hari. Sedangkan aku? Orang yang berkecukupan *Tidak Berkelebihan*. Papa dan Mama hanyalah PNS yang mengajar di sebuah Universitas berbeda. Merekalah yang berjuang untuk tetap bisa membiayai aku dan kedua kakakku. Aku hanya ingin mereka selalu bangga terhadapku.

Saat pulang sekolah, aku melihat temanku dijemput. Mereka dijemput dengan berbagai jenis mobil mewah dengan Supir yang telah menunggu. Sementara aku? Harus menunggu cukup lama di depan gerbang karena orang tuaku yang masih mengajar. Tapi terkadang Mobil orang tuaku sudah menunggu. Aku senang karena yang selalu mengantar dan menjemputku adalah Papa dan Mama. Bukan supir yang dibayar untuk menggantikan peran mereka yang tak terhitung harganya.

Aku dari tadi bercerita seolah aku adalah anak paling menderita. Tapi tidak tentunya. Masih banyak anak yang lebih menderita karena tidak bisa bersekolah karena harus mencari uang untuk makan atau anak yang harus berjalan kaki hingga berpuluh-puluh KM untuk sampai di sekolah misalnya. Aku hanya bercerita bagaimana lingkungan sekolahku. Aku sudah merasa bahagia hidup seperti ini.

Jadi, banggalah menjadi diri sendiri. Karena kebahagiaan yang kalian punya belum tentu dimiliki orang lain. Ketika berjalan, jangan selalu melihat ke atas, dan jangan juga melihat ke bawah. Lihatlah ke depan. Ke mana tujuan kalian, itu ditentukan diri sendiri.

Ini hanyalah sebuah tulisan dari anak kelas 2 SMP (saat memposting ini). Jadi, terima kasih yang sudah membaca :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline