Lihat ke Halaman Asli

Memaknai Relasi Islam dan Budaya

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Catatan ringan ini saya tulis tidak dengan pretensi yang macam-macam. Semisal ada maksud untuk menjadikan keberagamaan seseorang yang sebelumnya begitu putih (meminjam istilah Clifford Geertz, puritan) agar menjadi sedikit toleran dengan menghargai eksistensi keberagamaan seseorang di ordinat yang lain. Lain daripada itu, tetap ada sesuatu yang menarik bahkan cenderung krusial jika kita mau serta mampu mencermati dengan seksama apa sesungguhnya hubungan yang relasional antara agama dalam hal ini Islam dan budaya.

Pemaknaan dan penelusuran kajian mengenai hal ini, menurut saya merupakan sesuatu yang penting karena nantinya pasti membawa pada satu paradigma berpikir dan bersikap. Munculnya berbagai tipologi keberagamaan kontemporer saat ini bisa kita jadikan semacam cermin refleksi, bagaimana sesungguhnya sebagian besar masyarakat kita memaknai relasi antara Islam dan budaya. Tipologi keberagamaan yang saya maksudkan disini bisa dimaknai dalam konteks pemikiran sehingga dikenal ada kategorisasi Islam liberal, bisa juga kita maknai dalam konteks aqidah keyakinan sehingga ada kategorisasi Islam fundamental. Begitu pun dengan tipologi yang lain seperti Islam popular, Islam kultural, dan sebagainya yang senyatanya itu pun masih dapat diperdebatkan.

Bagi kalangan yang sangat teguh memegang prinsip-prinsip agama (dalam bahasa aqidah tauhid disebut dengan qath’i) mereka akan cenderung menolak unsur-unsur di luar ajaran agama Islam masuk dan menjadi ‘amaliyah keseharian di kalangan kaum muslimin. Bagi mereka pegangan yang paling utama dalam menjalankan ajaran Islam mestilah bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadist.

Namun bagi mereka yang memahami konteks sosio-historis perkembangan agama Islam di bumi Nusantara khususnya, sebagian besar pasti tahu bahwa masyarakat sebelum Islam datang adalah satu varian masyarakat yang sudah memiliki seperangkat sistem keyakinan sekaligus budaya sendiri yang cenderung distingtif. Distingsi budaya itu termanifestasikan dalam berbagai ritus-ritus tradisi yang berbeda antara tempat yang satu dengan tempat yang lain. Berkat kearifan para Wali Songo, tradisi-tradisi tersebut akhirnya tetap bertahan dan berakulturasi dengan ajaran agama Islam. Relasi akomodatif antara Islam dan budaya setempat pada akhirnya melahirkan tipologi keberagamaan tersendiri yang dikenal dengan sebutan Islam kultural atau meminjam istilah Gus Dur, Islam pribumi.

Jombang, 16 September 2014

Andik Wahyun Muqoyyidin

(menetap di andikwahyun.wordpress.com dan akun twitter @muqoyyidin)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline