Lihat ke Halaman Asli

Keberagamaan Distingtif Indonesia

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menarik ketika menyimak salah satu tampilan video Democracy Project, cendekiawan muslim Azyumardi Azra menyebut Islam Indonesia sebagai Islam with Smiling Face. Satu jins keberislaman yang membedakan Islam Indonesia dengan Islam di tempat-tempat lain, khususnya Timur Tengah. Islam Indonesia selalu dapat digambarkan sebagai tipologi keberislaman yang toleran, inklusif, mudah berakomodasi dengan tradisi lokal, dan sebagainya, meskipun tidak dapat dipungkiri masih terdapat konflik bernuansa agama di beberapa tempat.

Keberislaman dengan membawa spirit profetik seperti itu, menurut Azra memang tidak lepas dari pengaruh awal-awal penyebaran agama Islam yang banyak diwarnai unsur-unsur tasawwuf para guru sufi. Bahkan Guru Besar Sejarah UIN Jakarta yang beberapa saat lalu mendapatkan penghargaan the Fukuoka Award ini meyakini betul Islam di Indonesia sebenarnya datang dan berkembang oleh para guru sufi, bukan oleh pedagang Gujarat yang selama ini banyak disebut-sebut karena bukti-bukti terkait itu tidak cukup kuat. Azra menyebutnya dengan sufi theory (teori sufi).

Para guru sufi yang terkenal sangat inklusif tersebut tidak mengambil sikap reaktif terhadap tradisi-tradisi lokal. Mereka tidak serta merta mencoba membabat habis tradisi lokal itu, namun justru mengakomodasinya dengan memasukkan unsur-unsur keislaman di dalamnya. Dalam historiografi Islam Indonesia, andil besar Wali Songo tidak dapat dinafikan ketika berbicara terkait penyebaran Islam dengan karakter akomodatif-akulturatif seperti itu. Karena itu sangat disayangkan sementara ini ada pihak-pihak yang malahan tidak meyakini eksistensi dan jasa Wali Songo dalam proses penyebaran Islam di tanah air.

Distingsi keberagamaan khas Indonesia yang penuh senyuman, toleran, serta inklusif tadi sekarang tengah dihadapkan pada tantangan yang cukup berat. Tidak sedikit pihak-pihak yang ingin mempurifikasi Islam Indonesia dari tradisi-tradisi lokal karena menurut persepsinya tidak ada tuntunan terkait itu dalam keislaman yang murni. Belum lagi pemikiran dan aksi-aksi vigilantisme baik yang datang dari dalam maupun luar. Karena itu lah tugas generasi sekarang adalah bagaimana berupaya secara keras nan cerdas merawat dan menjaga keberagamaan Islam with smiling face distingtif khas Indonesia. *

Jombang, 18 September 2014

Andik Wahyun Muqoyyidin

(menetap di andikwahyun.wordpress.com dan akun twitter @muqoyyidin)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline