Lihat ke Halaman Asli

Berguru Listrik ke China (Bagian 1)

Diperbarui: 14 Desember 2017   12:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Minggu lalu 4-8 Desember 2017 saya berkesempatan berkunjung ke negeri Tirai Bambu untuk mempelajari teknologi kelistrikan. Kenapa harus ke China? Banyak alasannya.

Baru-baru ini China meresmikan sebuah pembangkit listrik tenaga nuklir di Provinsi Fujian. Pembangkit listrik yang dikelola oleh Perusahaan Nuklir Nasional China (CNNC) tersebut merupakan instalasi keempat yang dimiliki di Fujian. Ini berarti China telah memiliki 36 reaktor nuklir dan membangun lebih dari 20 lagi untuk mengejar target 58 juta kilowatt tenaga listrik yang dihasilkan dari nuklir pada 2020.

Bukan hanya di teknologi nuklir, Baru-baru ini China meluncurkan pembangkit listrik tenaga surya mengapung (PLTSM) terbesar di dunia. PLTSM dengan kekuatan 40 megawatt (mw) itu memiliki 160.000 panel yang diapungkan di danau di dekat Kota Huainan. Menurut operator Sungrow, PLTSM tersebut mampu mencukupi kebutuhan energi listrik hingga 15.000 rumah. PLTSM tidak hanya bermanfaat banyak bagi masyarakat sekitar, tetapi juga ekonomi China secara keseluruhan

Cina juga membangun komplek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Datong, Shanxi yang super unik. Tampilan panel-panel surya di fasilitas seluas 248 hektar ini jika digabung, desainnya menyerupai panda. Fasilitas pembangit listrik yang dibangun operator energi di negara tersebut, China Merchants New Energy Group (CMNEG), didukung pula oleh United Nation Development Programme (UNDP).

Tahap pertama, PLTS ini meliputi 50MW. Proyek itu telah mulai menyalurkan listrik ke wilayah Cina barat laut. Nantinya, komplek ini dapat menghasilkan daya hingga 100MW. Dengan daya sebesar itu, pembangkit ini dapat menyediakan listrik ramah lingkungan hingga 3,2 miliar kilowatt per jam energi surya dalam 25 tahun, demikian klaim pihak operator energi.

Menurut Han Xiaoping, Kepala Petugas Informasi di Konsultan Industri dari China Energy Net Consulting Co mengatakan, kini pemerintah China tengah menggalakan penggunaan tenaga fotovoltaic cell atau sel surya. Bahkan kapasitas penggunaan tenaga sel surya China menempati urutan pertama di dunia.

HINGGA tahun 2026, lebih dari setengah kapasitas energi China berasal dari energi nuklir, biomassa, hydro besar, angin dan energi matahari. Penggunaan energi terbarukan akan terus meningkat menjadi 63 persen pada tahun 2040.

Lalu berapa besar biaya yang di gunakan untuk semua itu?. China diperkirakan akan menginvestasikan 3 triliun dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 39.900 triliun (kurs Rp 13.300) dalam pembuatan pembangkit listrik selama 25 tahun ke depan.

Dilansir dari China Daily, Selasa (29/8), Laporan dari Bloomberg New Energy Finance (BNEF) memperkirakan, sekitar 75 persen dari investasi tersebut akan mengalir ke sektor energi terbarukan.

Laporan BNEF mengatakan, investasi di sektor tenaga angin akan mencapai 1 triliun dolar AS, dan sektor tenaga surya, serta nuklir masing-masing akan mencapai 700 miliar dolar AS. Bahkan antara tahun 2030 hingga 2040, biaya pembuatan pembangkit tenaga angin dan solar akan lebih murah ketimbang pembangunan pabrik batu bara.

Ini menjadikan China sebagai negara terbesar di dunia yang memproduksi dan mengkonsumsi energi terbarukan, dan emisi karbonnya turun di tahun 2015 dan 2016.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline