Lihat ke Halaman Asli

Forum Alumni IPB: Realokasi Subsidi BBM Untuk Sektor Produktif !

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

JAKARTA, 5 September 2014: Forum Alumni Institut Pertanian Bogor (FA-IPB) mendukung realokasi subsidi harga BBM untuk kepentingan yang lebih produktif dan mendasar, karena subsidi BBM dinilai sangat membebani APBN, padahal seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menggerakkan ekonomi masyarakat, khususnya petani, nelayan dan pelaku UMKM, serta sektor pendidikan dan kesehatan.

“Kami menilai realokasi subsidi harga BBM untuk ketiga sektor tersebut, lebih bermanfaat untuk menggerakkan ekonomi Indonesia, khususnya dalam meningkatkan daya saing petani, nelayan dan UMKM. Begitu juga pendidikan dan kesehatan sangat penting untuk daya saing bangsa baik saat ini ataupun masa depan” jelas Asep Saefudin, juru bicara FA-IPB yang juga Rektor Universitas Trilogi, di Jakarta. Bagi masyarakat sebenarnya yang penting adalah kepastian ketersediaan BBM, imbuhnya.

Dia menambahkan jumlah alokasi subsidi BBM yang semakin besar hingga 20% APBN merupakan sesuatu yang tidak produktif dan tidak mendidik, karena tidak menggerakkan sektor produktif perekonomian yang dapat berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat. Perilaku hemat para pemilik kendaraan tidak akan pernah ada ‎selama masih bergantung pada subsidi, demikian ujar ahli statistika yang banyak berkecimpung di dunia pendidikan ini.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014, ditetapkan jumlah subsidi sebesar Rp403 triliun. Subsidi tersebut terdiri atas subsidi energi sebesar Rp350,3 triliun yaitu subsidi bahan bakar minyak (BBM) Rp246,5 triliun dan subsidi listrik Rp 103,8 triliun. Sedangkan untuk subsidi non energi tercatat Rp52,7 triliun.

Sementara itu, harga bensin bersubsidi saat ini Rp6.500 perliter dan orang miskin di pedesaan hanya mengeluarkan 2,46% dari pengeluaran total untuk bensin. Sedangkan harga beras saat ini rata-rata sudah di atas Rp10.000an per kg, jauh lebih tinggi dari harga jual gabah yang diterima petani, dengan kadar air di bawah 14% sekitar Rp4.500an per kg.

"Sehingga salah satu cara untuk mengurangi angka kemiskinan adalah dengan meningkatkan  harga padi atau gabah  di tingkat petani agar dapat mendorong pendapatan petani. Selain memastikan pengadaan pupuk yang memadai dan pemberian benih berkualitas untuk mendorong peningkatan produktivitas," jelas Asep.

Oleh karena itu, FA-IPB untuk Jokowi-JK meminta pemerintahan presiden terpilih Jokowi-JK memastikan bahwa realokasi subsidi BBM harus benar-benar sampai kepada petani, nelayan, UMKM., serta untuk pendidikan dan kesehatan.

Menurut Asep,  ketersediaan, ketepatan, dan akurasi data terkait sektor-sektor tersebut akan menjadi tantangan penyaluran realokasi subsidi BBM.  Berdasar pengalaman sebelumnya, ketiadaan database yang memadai seringkali menjadikan program bantuan langsung ke masyarakat salah sasaran. Data ini sangat penting dalam berbagai program pembangunan.

Hal senada diungkapkan Gideon W. Ketaren, anggota FA-IPB pemerintah Jokowi-JK harus menerapkan kebijakan data terbuka di semua sektor pembangunan, terutama yang dirasakan langsung oleh masyarakat.

Selama ini, UMKM yg termasuk juga industri rumah tangga seperti industri tahu tempe, banyak yang menggunakan BBM bersubsidi melalui pembelian tidak langsung ke SPBU resmi, mengingat tidak dimungkinkan pembelian B2B dengan Pertamina.

Karena itu UMKM terpaksa membeli BBM dari pengecer tidak resmi yg harganya lebih mahal dan kwalitas BBM nya juga tidak terjamin. Harga beli BBM bisa Rp2000 lebih mahal dari harga resmi.

"Dengan pengurangan subsidi BBM yang juga menaikkan harga BBM ini, tentu tidaklah memberatkan UMKM. sejauh UMKM dapat membeli langsung ke SPBU. Pemerintah tidak perlu khawatir akan jebolnya kuota BBM karena harga BBM sudah sesuai harga keekonomian / tanpa subsidi pemerintah" jelasnya. Selama ada dua harga berbeda, selama itulah ketersediaan BBM tidak stabil.

Sementara itu, FA IPB menghargai upaya Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mengusulkan untuk tahun 2014, kuota BBM bersubsidi untuk sektor kelautan dan perikanan sebesar 2.795.147 kiloliter. Alokasi BBM untuk perikanan tangkap sebesar 1.195.147 kiloliter dan perikanan budidaya sebesar 600.000 kiloliter.

Tetapi jika berkaca pada data 2013, penyerapan BBM di tingkat nelayan hanya mencapai 1.698.424 kiloliter. "Dari permintaan KKP terhadap data tentang penyerapan BBM subsidi PT Pertamina selaku penyalur, menunjukkan tidak transparannya penyerapan BBM para nelayan pada setiap titik distribusi. Kemana sisa BBM subsidi yang dialokasikan," tegas Gideon.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline