Lihat ke Halaman Asli

Andi Annisa Anggraeni

Mahasiswi/ UIN Syarif Hidayatullah Jakarta -Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan- Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

PPN Naik 12%: Harapan atau Kekhawatiran bagi Masyarakat

Diperbarui: 14 Desember 2024   15:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh: Khairul Akmal, Lutfiah Rustianti, Andi Annisa Anggraeni

Program Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Pemerintah telah menyatakan bahwa pada tahun 2025, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik dari 11% menjadi 12%. Untuk mendukung pembangunan nasional, kebijakan ini merupakan bagian dari rencana pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. Karena kenaikan ini berdampak langsung pada daya beli masyarakat dan biaya operasional bisnis, masyarakat dan pelaku usaha menanggapinya dengan berbagai cara.

Salah satu perubahan pajak yang dilakukan oleh UU HPP adalah kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% sebelumnya menjadi 11%, yang mulai berlaku secara resmi pada April 2022. Namun, pada tahun 2025, tarif tersebut kembali naik menjadi 12%. Banyak orang menanggapi perubahan ini, terutama kalangan menengah ke bawah. Ini disebabkan oleh kenaikan tarif yang menaikkan harga makanan dasar dan barang lain.

Sebaliknya, kenaikan PPN telah dipertimbangkan secara menyeluruh dari sudut pandang pemerintah karena beberapa alasan. Pertama, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa kenaikan PPN diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memerlukan sumber penerimaan yang semakin besar dari tahun ke tahun.

Selain itu, Sri Mulyani menjelaskan bahwa tarif PPN masih terbilang rendah dibandingkan dengan negara lain, yang mencapai 15%. Sri Mulyani menganggap kenaikan ini sebagai upaya untuk mendudukkan kembali fungsi PPN sebagai pajak atas transaksi barang dan jasa yang umum serta untuk menyeimbang penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari 25% ke 22% dan pada 2022 menjadi 20%.

Meskipun terdapat pro dan kontra di kalangan masyarakat, penerapan kenaikan tarif PPN memiliki sejumlah dampak yang menguntungkan bagi masyarakat dan pemerintah. Kenaikan tarif PPN akan membantu mengoptimalkan penerimaan perpajakan yang lebih pasti dibandingkan dengan pajak penghasilan dikarenakan pengendaliannya lebih mudah. Oleh karena itu, adanya kenaikan tersebut dapat memicu peningkatan penerimaan negara sehingga pemerintah dapat menyiapkan APBN dengan lebih ideal. Di mana kondisi tersebut pada akhirnya akan menguntungkan masyarakat sebab pemerintah tentunya menyusun APBN dengan orientasi untuk menyejahterakan masyarakat.

Dampak positif lainnya yaitu kenaikan tarif PPN dapat digunakan sebagai langkah untuk menstabilkan ekonomi negara. Hal tersebut dapat dicapai karena kenaikan tarif tersebut akan mendorong peningkatan penerimaan perpajakan sehingga secara langsung akan menaikkan tax ratio negara. Rasio pajak menunjukkan jumlah pajak yang diterima sebagai persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Semakin tinggi tax ratio, semakin kokoh pula sumber pendanaan yang dimiliki suatu negara. Negara-negara maju biasanya memiliki tax ratio yang tinggi. Dengan fondasi perpajakan yang kuat tersebut dapat mendorong stabilitas ekonomi negara.

Kenaikan tarif PPN yang akan diterapkan pada tahun 2025 memang menimbulkan perbedaan pandangan di masyarakat. Di satu sisi, pemerintah berargumen bahwa langkah ini penting untuk memperkuat sektor perpajakan dan mendukung pembangunan nasional. Namun, di sisi lain, masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah, merasakan dampak langsung dari kebijakan ini, yang berpotensi meningkatkan beban hidup mereka. Salah satu kelompok yang merasakan dampaknya adalah para ibu rumah tangga yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.

Salah satu ibu rumah tangga, Siti Nurhasanah, mengungkapkan bahwa kenaikan tarif PPN memberikan beban tambahan yang tidak kecil. "Setiap belanja kebutuhan pokok, harga barang-barang sudah mulai naik, terutama bahan makanan yang sering kami beli seperti beras, sayur, dan minyak goreng. Meskipun tarif PPN yang sebelumnya 11% sudah terasa, kenaikan 12% yang akan datang pasti akan semakin menambah kesulitan," ujarnya. Siti menambahkan bahwa meskipun penghasilan suaminya bekerja sebagai buruh, mereka harus lebih selektif dalam belanja dan menunda beberapa kebutuhan lainnya.

Namun, Siti juga menyadari bahwa pemerintah perlu meningkatkan pendapatan negara untuk membiayai pembangunan dan kesejahteraan rakyat. "Kami mengerti bahwa negara membutuhkan dana untuk membangun infrastruktur dan sektor lainnya. Tetapi, saya berharap pemerintah juga bisa lebih memperhatikan masyarakat kecil seperti kami yang terkena dampak langsung dari kenaikan ini," tambah Siti dengan penuh harap.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline