Lihat ke Halaman Asli

Andi Hermawan

Mahasiswa

Ketika Barat "dilecehkan" Masyarakat "Antah-berantah"

Diperbarui: 22 Oktober 2022   15:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nemu Publishing

Setiap perjalanan patut dituliskan agar dapat dijadikan pengalaman, entah menggunakan pena agar menjadi kata atau menggunakan rasa agar menjadi cinta. Itulah yang jadi pegangan setiap penjelajah dunia dari masa ke masa.

Buku Kisah Petualangan Kapten David Woodard c.s. karya William Vaughan seorang penulis sekaligus saudagar bidang perkapalan Inggris, yang dalam bahasa aslinya berjudul "The Narrative of Captain David Woodard and Four Seamen: Who Lost They Ship While in A Boat at Sea, and Surrendered Themselves Up to the Malays" adalah buku terjemahan bahasa Indonesia pertama sejak buku ini diterbitkan di Inggris 1804. 

Walaupun kategori buku ini adalah sejarah monografi, namun isinya sangatlah jauh dari kesan kaku. Jangan membayangkan Woodard seperti Alfred Russel Wallace yang memang menjelajahi dunia untuk lakukan penelitian, bukan pula Marco Polo saudagar kaya sekaligus pengarang yang jadi duta Kubilai Khan dan mengelilingi banyak kawasan Asia. 

Woodard hanyalah pelaut berkebangsaan Amerika yang bertugas memimpin pelayaran kapal dagang bernama Enterprise, berbendera Inggris. Saat itu Woodard tidak tahu kalau perjalanannya akan menghabiskan waktu kurang lebih dua setengah tahun dan dilalui dengan penderitaan.

Fakta sejarah hadir dari wilayah yang bahkan tidak pernah jadi pembahasan menarik dan penting bagi sejarah pelayaran kapal asing di Indonesia Timur, tidak seperti Makassar yang dikenal dengan pelabuhan strategisnya yang memang sejak dulu padat atau kepulauan Maluku dengan rempah-rempahnya mengundang banyak orang Eropa berdatangan. 

Kisah Kapten Woodard bermula pada 20 Januari 1793, saat kapal yang dipimpin Kapten Woodard bersama Kapten Hubbard akan bertolak dari Batavia menuju Manila. 

Di tengah pelayaran memasuki selat Makassar, kapal Enterprise diterpa angin kencang. "Bertiup ke arah Utara tapi arus bergerak ke Selatan, keduanya menghambat pelayaran, kami berusaha melewati selat tersebut selama enam Minggu" (halaman 16). 

Bersama lima awak kapal lain, Woodard menepi tepat di pantai Barat Sulawesi Tengah yang saat ini dikenal dengan nama Desa Ketong Kabupaten Donggala, mereka berniat menambah perbekalan makanan untuk meneruskan perjalanan.

Momen pertama Woodard c.s. bertemu masyarakat lokal tidak seperti apa yang kita kenal sebagai identitas masyarakat Indonesia saat ini, ramah dan murah senyum. 

Mereka malah dirampok, bahkan mereka diserang "saya mendapati Millar berada dekat kakiku, terbaring telentang di batas air dengan leher tersayat dan dua luka tusukan di tubuhnya, satu di sisi kanan di antara rusuk, dan satu di kaki kanannya, dengan tangan kiri berada di dada dan tangan kanan di sisi badan" (halaman 20). Pada akhirnya mereka dijadikan tawanan penduduk setempat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline