Lihat ke Halaman Asli

Andi Harianto

TERVERIFIKASI

Kesederhanaan adalah kekuatan

Kopi Darat di Kopi Phoenam: Bincang Buku

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore itu 21 Oktober 2010. Sehari setelah Pak Beye dan Pak Boed, genap setahun pemerintahannya. Jalan Wahid Hasyim, kususuri menuju Phoenam berjalan kaki, orang kampung ini nginap di Paragon. Hotel yang berada di jalan yang sama dengan Phoenam. Waktu itu gerimis,di tepi trotoar sedikit tergenang. Yah, sehari sebelum Pak Beye menitikkan air mata di depan public. Air mata haru tentunya, air mata sertifikat tanah.Kata Mas Inu, di Nol Koma Dua, setidaknya sudah tiga kali Pak Beye menangis di depan public. Saya tidak hendak menulis ini, saya takut ikut terharu. Entah, mengapa tiga kali pemimpin republik ini menangis, saya tidak sedikitpun terharu. Dasar saya lelaki yang tak punya perasaan.

[caption id="attachment_300957" align="alignright" width="300" caption="Segelas Kopi Phoenam dan Berita Pak Beye (By. Daeng Andi)"][/caption] “Bukan orang Makassar, kalau ke Jakarta tidak ke Phoenam” kata kawan saya Acha. Ada apa ? Kok Phoenam, harus menentukan identitas ‘Daeng’ saya. Memang baru dua kali saya ke Phoenam Jakarta ini. “Phoe Nam”, ternyata berarti persinggahan dalam bahasa Tiongkok. Terminal, gitu deh…..,Seorang imigran dari Haenan, Tiongkok bernama Liong Thay Hiong, di tahun 1930 bersama keluarganya datang ke Makassar. Usaha kecil kedai kopi pun Ia dirikan. Lahirlah Phoenam pada tahun 1946. Tepat setahun setelah kita Merdeka. Warkop Phoenam di Jl. KH. Wahid Hasyim, dekat Ibis Tamarin ini, adalah salah satu cabang Warkop Phoenam. Didirikan tahun 2003. Sekian dulu sejarahnya.

Di Makassar, ada empat cabang Warkop ini. saya paling senang ngopi Jl. Boulevard. Kopinya khas, diracik dari kopi Arabica, Kopi Toraja. Rasanya menendang di lambung, pahit manisnya bergelayut manja di langit-langit. Kalo Anda pernah menikmati kopi hitam biasa, Anda akan terkesima dengan kopi phoenam. Kopi yang berbusa.Entah bagaimana cara membuatnya, yang pasti Koh Afu yang meraciknya untukku ketika itu, membuatku tidak peduli dengan hujan yang ada di luar. Saya menjadi tidak peduli dengan banjir, kemacetan dan demonstrasi yang selalu akrab dengan Jakarta. Di Phoenam, seolah saya berada di Makassar.

Tidak berselang lama sahabat Kompasianer Yusran Darmawan pun muncul. Orang tampan ini berbaju merah, di kaos nya tergambar Sultan Hasanuddin. Ayam Jantan dari Timur yang dulu membuat Cornelis Speelman Panglima Belanda kesulitan menaklukkannya. Kujabat tangan sahabat ku ini, kupersilhakn duduk dan kopi pun kutawari. Ternyata dia lapar. Maklum baru pulang kursus. Yus, aku biasa memanggilnya sementara bergiat belajar Bahasa Bule. Lima Bulan ke depan, dia akan ke Texas atau Indiana bersama Beasiswa bergensi Ford Foundation. “Beasiswa Ini berkat Kompasiana”, kata Yusran. Aku Iri, sekaligus bangga. Begitu hebat kompasiana telah melahirkan seorang Yusran Darmawan, penulis 2 buku tentang Buton daerah tercintanya dan peraih beasiswa (kalau tidak salah) adalah merek mobil mewah.

[caption id="attachment_300961" align="aligncenter" width="500" caption="Yus, ente ane foto tanpa lo sadar (By. Daeng Andi)"][/caption] Sambil menunggu makan, saya pun bincang-bincang. Dia bertanya bagaimana keadaan Makassar.Bertanya tentang keadaan kawan-kawan kami seangkatan dulu. Intinya kami beromantika. Ada yang lucu kami ngakak ada yang miris kami geram. Akh, seandainya Om Jay, Mas WS Thok, dan Si Kristal O-Pink ikut kopdaran, pasti saya menghindari bicara kampung. Begitulah, kalau orang kampung ketemu pasti yang kampungan diperbincangkan. Sayang, mendadak Om Jay harus ke Jokja bersama keluarga bahagianya. Mas WS Thok dan Mbak O-Pink harus menyelesaikan pekerjaannya. Tak ada waktu, Jakarta memang sibuk, saya hanya datang bersantai ke Phoenam, setelah sehari sebelumnya menyelesaikan urusan di Jakarta. Salah saya, mengapa saya datang di hari kerja, padahal saya sangat ingin bercengkrama dengan penghuni kompasiana yang baik itu.

Tidak berselang lama, Acha dan Kak Fian pun muncul. Mereka berdua bukan kompasianer. Satunya aktifis dan satunya lagi penulis. Kak Fian, biasa aku memanggilnya adalah Alfian Muhammad, yang juga editor buku Gus Dur Bertutur. Beliaulah penulis buku baru “KickOff; Dimulai Ketika Listrik Setara Oksigen”. Yang kini sudah beredar di Gramedia. Saya tertarik tetapi belum membeli bukunya. Kak Fian ini menulis bersama Danni Irawan, seorang Manajer di PLN Distribusi Bali. Kak Fian sendiri adalah alumni Fakultas Sastra Unhas Makassar, jurusan Linguistik. Beliau pernah menjadi reporter Pos Kota. Hebat kan,bertemu dengan penulisnya langsung ? Kapan Yah Mas Inu dan Kang Pepi juga mau menemuiku. Menemui Fans nya !?

Heran saya, bisa-bisa nya sarjana linguistic menulis buku tentang setrum. Saya dengan Yusran pun memburunya dengan pertanyaan-pertanyaan. Kenapa harus kickoff, apa hubungannya listrik dengan oksigen, kenapa listrik hidup tak mampu matipun segan. Ada apa ?. Memang saya sudah lama emosi dengan listrik. Kak Fian pun menjelaskan bahwa sekilas judulnya mengingatkan kita tentang tendangan pertama dalam pertandingan sepak bola, selain untuk mengkomunikasikan bahwa kelistrikan itu harus bermain fair play, cekatan menangani pelanggan, dan cepat mengatasi mati padam seperti bintang sepak bola, ternyata Pak Danni Irawan juga adalah mantan pemain bola yang handal.

Lantas bagaimana Kak Fian ini bisa menulis tentang kontak-mengontak ini. Basic ilmunya beda jauh, ternyata ia punya filosofi. Ilmu menulis adalah “menyederhanakan”. Kemampuan menjinakkan bahasa sulit menjadi bahasa sederhana yang dipahami awam. Listrik seolah keahlian ekslusif, sementara listrik digunakan oleh semua rakyat. Persoalan padamnya listrik dengan penjelasan travo perlu diperluas,suplay tenaga berkurang, onderdil rusak atau apapun itu susah dimengerti oleh awam. Intinya buku itu, kepada siapa hendak di sasar. Tentang judul, harus diperhatikan. Judul adalah kesan pertama. Di era saat ini, judul harus membuai. Tetapi jangan menipu. Judul mustilah senada dengan isi.

[caption id="attachment_300970" align="aligncenter" width="500" caption="liat mi, banyak ki toh, ana' Makassar di sini (By. Daeng Andi)"][/caption]

Kok, saya melupakan Yusran yah !? Tentang Listrik nanti saja aku posting lagi. Tanggal 27 Oktober 2010 adalah hari Listrik Nasional. Disitu saatnya. Kak Fian dan Yusran adalah penulis. Saya ini bukan dalam kategori itu. Dasar Orang Makassar, Kak Fian kemudian lugas dan menohok mencercaku: “ Jangan bilang kau penulis. Mana bukumu !” Buku adalah penanda, bahwa ia tercatat dalam ISBN (International Standard Book Number). Kata Yusran, mengurus ISBN itu sangat murah, tidak sampai Rp. 40.000. Percetakan, setting lay out, sampul, grafik, kartun, editing juga murah.Sungguh ! kita hanya perlu keberanian. Satu buku terbit pasti akan muncul buku berikutnya. Yusran kini sementara mempersiapkab buku ke tiga dan ke empat nya terbit. Buku itu adalah pengembangan tesisnya yang berjudul Ingatan yang Menikam, serta buku Telaah Media dan Perubahan Sosial, yang dikerjakan bersama Pusat Studi Media, Unhas. Mantap.

Berjam-jam saya duduk di Phoenam tidak terasa, seandainya kutuliskan detailnya mungkin akan jadi setebal Tetralogi Sisi Lain Pak Beye yang di tulis Mas Inu. Se ‘tebal’ Lho…, buka se ‘kualitas’. Bukunya sudah aku beli, beberapa yang ‘tidak penting’ sudah aku baca, makanya aku juga menulis hal yang tidak penting ini. Nantilah aku posting juga yang penting dari buku Mas Inu. Ekh, Lupa. Di Phoenam pengunjungnya kebanyakan berdialek aneh. Seaneh dialek saya. Dialek Makassar memang pemberontak EYD, selalu berakhiran mi (makanmi), ki (kemanaki), ji (apaji), di (kemanadi) ta (Anuta). Sering pula kelebihan G (Biarkang saja)tetapi justru kekurangan konsonan H,T,K, (Lebi’ Cepa’ Lebi Bae’). Hahahayyyyhahayyyyy…….. Aga kareba……………….

Oleh: Daeng Andi

Mariki diiiiiiiii

Makassar, 24 Oktober 2010




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline