Lihat ke Halaman Asli

ANDI FIRMANSYAH

Guru yang Belum Tentu Digugu dan Ditiru

Langkah Cerdas Tiongkok Untuk Menjadi Pusat Keuangan Dunia

Diperbarui: 20 Februari 2024   19:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Pusat keuangan global telah berpindah selama beberapa ribu tahun ke barat.

Biasanya pusat keuangan global mengikuti perdagangan dan stabilitas geopolitik regional. Dulu Tiongkok pernah besar dan cukup beragam secara ekonomi untuk menjadi pusat keuangan. Namun secara global, perdagangan "Jalur Sutra" justru membuat India menjadi pusat keuangan dan bertindak sebagai perantara perdagangan antara Barat dan Timur.

Setelah perdagangan beralih ke Eropa, Konstantinopel menjadi kaya, namun Venesia dengan armada pelayaran dan keluarga "bankir"-nyalah yang mengambil keuntungan terhadap segala sesuatu yang masuk ke benua tersebut.

Venesia hingga Wina dan Berlin hingga London merupakan pusat keuangan yang bertahan selama berabad-abad berkat kolonisasi global London dan dominasi perdagangan dunia.

Hingga akhirnya New York memperoleh gelar tersebut sejak berakhirnya Perang Dunia Pertama. Posisinya semakin kokoh dengan kehancuran Eropa dan sebagian besar Asia serta dunia pada masa perang yang memilih untuk menggunakan dolar AS sebagai mata uang cadangan sambil bergantung pada konsumen Amerika untuk menggerakkan perekonomian individu, nasional dan global.

Ketika perekonomian Jepang berkembang pesat pada tahun 1970an karena yen yang "murah" dan ekspor besar-besaran ke Amerika, Tokyo sedang dalam perjalanan untuk menjadi pusat keuangan global. Pada tahun 1989, Shintaro Ishihara, Menteri Transportasi saat itu, menulis sebuah esai---yang kemudian menjadi sebuah buku---"Jepang yang Bisa Berkata Tidak: Mengapa Jepang Akan Menjadi Yang Pertama di Antara Yang Sederajat." 

Beliau antara lain menyatakan bahwa: dunia bergantung pada teknologi Jepang dan mereka harus menggunakan keunggulan tersebut sebagai senjata negosiasi, Jepang harus mengakhiri pakta keamanan AS-Jepang karena bisnis Amerika terlalu fokus pada keuntungan jangka pendek.

Bahkan pasar saham Tokyo pernah mencapai puncaknya pada bulan Desember 1989 dan belum kembali ke level tersebut setelah tiga dekade karena disebabkan oleh perusahaan asuransi, bank dan bisnis Jepang mencari keuntungan pasar saham jangka pendek. Apalagi AS melipatgandakan utang pemerintahnya dari tahun 1982 hingga 1990 dan satu lagi kesalahan Jepang adalah ketika mengabaikan Korea Selatan dan Taiwan yang telah berhasil mengikis ekspor Jepang ke AS.

New York tetap menjadi pusat keuangan global karena dunia mempunyai terlalu banyak utang dalam mata uang dolar AS dan terlalu banyak dolar AS yang beredar.

Saat ini Tiongkok tengah berusaha lebih halus dengan memainkan pedang mereka yang bergemuruh di Taiwan sambil menyembunyikan aksi mereka di balik layar. Katanya Tiongkok menjebak negara lain dengan perangkap hutang.

Sebenarnya Tiongkok tidak perlu memainkan strategi itu jika mereka ingin menggunakan salah satu keunggulannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline