Lihat ke Halaman Asli

ANDI FIRMANSYAH

Guru yang Belum Tentu Digugu dan Ditiru

Memiliki Pemahaman Sejarah yang Sama Mutlak Diperlukan agar Eropa Tetap Bertahan

Diperbarui: 15 September 2023   19:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kerusuhan di Prancis telah mereda, namun pelajaran dari kerusuhan tersebut harus diambil hikmahnya.

 Mengingat Eropa adalah ruang peradaban yang terdiri dari negara-negara berdaulat yang secara tradisional masing-masing didefinisikan oleh orang-orang yang relatif homogen, tidak mengherankan jika imigrasi massal lintas peradaban mempertanyakan integritas mereka.

 Ironisnya, imigrasi massal Eropa modern muncul dengan pembubaran kerajaan lintas benua mereka. Negara-negara Eropa Barat merekrut subjek kolonial untuk mengisi kekurangan tenaga kerja untuk rekonstruksi pasca-Perang Dunia II. Dengan dekolonisasi, gelombang imigran berimigrasi untuk mencari kehidupan yang lebih baik.  

Saat ini, Eropa menghadapi krisis pengungsi.Ketegangan antara siapa yang seharusnya diwakili oleh negara-bangsa versus imigrasi massal akan tetap bermasalah kecuali persatuan yang lebih besar dapat dicapai berdasarkan sejarah Eropa yang inklusif dengan kepemilikan bersama untuk semua kelompok etnis.  Ini kemudian dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk membangun masa depan bersama bagi semua orang Eropa lama dan baru.

Kita perlu memahami bahwa migrasi dan imigrasi Eropa secara historis tidak demokratis dan tetap demikian sampai sekarang. Migrasi keluar dikondisikan oleh ketegangan kelas di mana kemiskinan memaksa kelompok-kelompok yang terpinggirkan berangkat ke Amerika dan sekitarnya hingga pada gilirannya menggusur kelompok etnis lain yang menetap.  

 Tren tidak demokratis ini bertahan hingga hari ini. Di dalam negeri, orang Eropa ada yang memiliki namun ada juga yang tidak memiliki pilihan demokratis dalam menerima imigrasi massal.

Pada dasarnya semuanya adalah korban.  Populasi yang menetap akan kurang solidaritasnya dengan pendatang baru dan merasa demokrasi liberal tidak bekerja atas nama mereka. Secara internasional mereka tidak memilih perang dan di dalam negeri mereka tidak memilih imigrasi massal.

 Demikian pula, imigran baru mungkin mengalami permusuhan dan diskriminasi etnis. Diskriminasi ini dapat berjalan dua arah karena komunitas yang menetap dipandang sebagai perwakilan fisik dari mereka yang melakukan kolonialisme dan intervensi atas tanah air mereka.  Marginalisasi dan permusuhan etnis dapat berubah menjadi kekacauan dan ketidakpercayaan yang mengarah pada reaksi keras yang melampiaskan rasa frustrasi ini.

 Kerusuhan Prancis baru-baru ini yang menguatkan pendapat beberapa orang yang tidak menyadari kontradiksi global akhirnya memperkuat pendapat negatif mereka tentang imigran. Beberapa bahkan melihat kekacauan sebagai manifestasi budaya dimana mereka melihat ini sebagai kontradiksi utama yang pada gilirannya mereka percaya ini akan menyebabkan runtuhnya Eropa.

Perpecahan akhirnya akan membawa kepada tidak tercapainya tujuan bersama. Tanpa tujuan bersama, perubahan yang berhasil untuk semua tidak mungkin terjadi. Demokrasi akhirnya hanyalah menjadi permainan pemungutan suara saja. Maka dengan demikian persatuan harus dibangun atau Eropa akan stagnan.

 Salah satu cara untuk mencapai persatuan ini adalah dengan memiliki narasi sejarah bersama yang dapat dibanggakan oleh semua orang Eropa dari semua etnis dan tidak menjelekkan satu kelompok. Seperti disebutkan di atas, para imigran yang masuk dan keluar Eropa berbagi kisah perjuangan dan mengatasi kemiskinan yang sama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline