Samarkand dan Bukhara selain Khiva dan Kokand adalah pusat – pusat kebudayaan Islam di Asia Tengah. Kebudayaan Samarkand bahkan sama tuanya dengan kebudayaan Babilonia. Meskipun bagi kebanyakan generasi muda warga Uzbekistan modern sekarang semua itu tinggal sejarah. Bahkan ucapan salam pun atau kalimat basmalah terasa asing bagi mereka.
Ada yang menakjubkan disana. Proyek “penghapusan” identitas pada sebuah kaum oleh kaum yang lain hamper-hampir terselesaikan secara sempurna. Wajar para generasi muda Uzbekistan tak mampu lagi mengidentifikasi akar kebudayaan secara jernih. Bahkan mazhab islam yang mereka anut pun mereka tak tahu. Bayangkan! Dinegeri Imam Bukhari, Negerinya Nakhsabandi. Jadi sepertinya wajar bagi mereka untuk tak pernah menyadari makna puasa Ramadhan sehingga mereka merasa tak perlu untuk melakukannya.
Uzbekistan sendiri memang dikuasai penuh oleh Rusia tak lama setelah Revolusi Bolshewik 1917 dan menjadi salah satu republic di bawah Uni Sovyet sejak 1924. Rusianisasi berjalan dengan cepat. Bahasa Uzbek diganti dengan Bahasa Rusia. Nama-nama yang semula berbau arab, diganti dengan dialek Rusia seperti Ibrahim menjadi Ibrahimov, Syarif menjadi Sharimov, Karim menjadi Karimov dan sebagainya…. Bukan itu saja, pemimpin Uni Sovyet juga terus memanipulasi akar sejarah Uzbekistan.Konstitusi Uni Sovyet memang menjamin kebebasan beragama bagi para pemeluknya tapi juga menjamin kebebasan propaganda anti agama bagi seluruh penduduknya. Ibaratnya di Uni soviet, Setan dan Malaikat saling bersaing berebut pengikut. Paham seperti ini juga pernah kita terapkan lewat NASAKOM.
Uzbekistan kini memang sudah merdeka. Ribuan perkebunan mulai dari kapas, biji-bijian, buah dan sayur, selain gas alam dan emas pastilah berkembang untuk memakmurkan masyarakatnya. Ribuan masjid kembali dibuka. Madrasah-madrasah kembali diaktifkan. Ayat-ayat suci Alquran mulai di kumandangkan. Mungkinkah Uzbekistan kembali melahirkan ulama-ulama besar seperti dahulu?
Mungkin kita perlu mengirim para santri dan ulama kesana meski hanya sekadar mengingatkan kembali akar dan kebudayaan tradisi mereka yang justru kini banyak kita warisi…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H