A Go Go, sejenis tarian strip juga terlihat ramai dalam remang lampu yang ditata dengan rapi.
MENGGUNAKAN jasa besi terbang maskapai Air Asia, kali pertama saya menginjakkan kaki di Bandara Don Mueang, Thailand. Butuh sekitar 1 jam 45 menit dari Bandara Kualanamu International Air Port, Medan, Sumatera Utara.
Pelan langkah berjalan menuju ruang bandara. Hanya ada beberapa tulisan bahasa Thailand yang mulai terlihat, tak bisa terbaca dan hanya bisa cengengesan. Senyum kecil, kemudian saya pun berlalu menuju loket pemeriksaan.
Di imigrasi, petugas dengan sigap bersiap melakukan pemeriksaan. Seperti biasa, sikap santai dibutuhkan saat berhadapan dengan petugas imigrasi karena menerima dan menolak warga asing menjadi otoritasnya.
Untuk itu, perlu juga mempersiapkan dokumen pendukung untuk meyakinkan petugas imigrasi. Biasanya hal yang sering ditanyakan berkaitan dengan tiket balik, bukti pemesanan hotel dan undangan lainnya.
Jangan sampai kelabakan mencari dokumen di depan petugas. Ini akan menjadi rumit dan sangat rawan penolakan. Berdebat dan merasa sok jagoan tidak dianjurkan. Hal ini untuk memperlancar urusan.
Dari ibukota negara Thailand, saya kemudian menuju kota pantai, Pattaya, dengan jarak 140 kilometer dari Bangkok dan bisa ditempuh dalam durasi 2 jam perjalanan.
Era 1960 an, Pattaya hanya sebuah kampung nelayan kecil yang dijadikan sebagai tempat santai serdadu Amerika usai menyelesaikan perang Vietnam, selain juga dijadikan kawasan antar jemput para prajurit.
Kini, Pattaya yang terletak di Propinsi Chonburi, Thailand ini termasuk salah satu destinasi utama Negeri Gajah Putih dengan 4 juta angka wisatawan berkunjung setiap tahunnya.
Sejak itu Pattaya mulai terkenal dengan gegap gempita, hingar bingar, ladyboys dan aneka hiburan malam. Pengaruh turis Rusia juga mengubah banyak nama Bar dengan tulisan aksara Cyrillic (Russia).