Bersama seorang banker handal, Sutheo Tepas (kiri)
Mempertahankan kinerja laba bersih perusahaan di tahun 2016 adalah pekerjaan yang sangat menantang, apalagi meningkatkannya. Di luar sana perekonomian global belum juga membaik. Sejumlah gejolak diperkirakan masih terus berlanjut walaupun the Fed telah memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya menjadi 0,25% - 0,5%. Harga komoditas dunia yang melemah masih membayang-bayangi perekonomian Indonesia.
Bisnis Indonesia Rabu 16 Desember 2015 mengulas bahwa kalangan pengusaha memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun 2016 hanya akan mencapai 5,5%, lebih rendah dari asumsi pertumbuhan dalam RAPBN 2016 sebesar 5,8% - 6,2%. Dengan prediksi pertumbuhan ekonomi China di tahun 2016 yang hanya akan mencapai 6,3%, maka diperkirakan kondisi tahun 2016 tidak akan banyak berbeda dengan kondisi tahun 2015.
Bagi pelaku usaha, kondisi yang demikian sama artinya dengan tipis kemungkinan menambah pundi-pundi laba bersih perusahaan melalui penjualan di tengah perekonomian yang sedang melambat. Tetapi bukan hal yang mustahil bagi para pemegang saham untuk menikmati kenaikan laba bersih perusahaannya, dan tetap membagi bonus bagi para eksekutif dan karyawannya.
Mengoptimalkan Manajemen Keuangan Perusahaan
Sering ditemui sebuah perusahaan mempunyai aset yang besar, namun ironisnya mereka tidak mempunyai uang. Seharusnya mereka mempunyai uang, namun ternyata uang tersebut masih berbentuk tagihan pada pelanggan, persediaan barang, atau investasi yang belum kembali. Akibatnya mereka harus meminjam kepada bank atau pihak lain untuk membiayai modal kerja atau investasinya. Hal itu membuat marjin mereka tergerus, sehingga laba bersih mereka berkurang.
Menghadapi situasi yang demikian, Warren Buffet di Februari 2010 pernah menulis: Kita tidak bisa bergantung pada kebaikan hati orang lain. Kita harus bisa mengatur urusan kita sehingga setiap kebutuhan terhadap uang bisa diatasi oleh likuiditas yang kita miliki.
Artinya, meminjam kepada bank atau pihak lain harus menjadi opsi terakhir dan jangan dijadikan kebiasaan. Tidak selamanya bank mau memberi pinjaman pada perusahaan kita, dan tidak selalu investor bersedia menanamkan modalnya pada kita. Karena pada dasarnya bank akan selalu datang kepada perusahaan yang tidak memerlukan kredit, bukan sebaliknya. Demikian juga dengan investor, tidak ada investor yang bercita-cita dibagi rugi.
Doug Yakola (2014) dari McKinsey mengatakan bahwa sukses atau tidaknya sebuah perusahaan melewati krisis bergantung pada kemampuannya untuk menghasilkan uang dan mengelolanya. Secara lebih spesifik, apakah bisnis yang dijalankan menghasilkan uang atau justru menghabiskan uang?
Seorang Chief Financial Officer (CFO) sebuah perusahaan nasional terkemuka bercerita bahwa dia pernah menghadapi situasi dilematis seperti itu, yang memaksanya untuk berpikir bagaimana cara mengurangi ketergantungan perusahaannya dari pinjaman. Dia memelototi laporan keuangan perusahaannya dan melihat ke cashflow. Dia menemukan ternyata banyak penjualan yang belum dibayar oleh para pelanggan dan beberapa di antaranya menunggak, persediaan barang di gudang melebihi normal, serta kewajiban kepada sejumlah pemasok yang segera jatuh tempo, yang mengakibatkan perusahaan harus menarik pinjaman untuk membayar kewajibannya. Secara tidak langsung, perusahaannya telah menanggung biaya bunga untuk para pelanggan.
Dalam rapat dewan direksi, CFO tersebut meminta bantuan dan komitmen dari Chief Marketing Officer (CMO) di hadapan Chief Executive Officer (CEO) dan para chief lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan penerimaan uang dan mengoptimalkan pengelolaannya. Berikut adalah hal-hal yang disepakati untuk diperbaiki :
- Lama waktu penagihan ke pelanggan (Account Receivables Days Sales Outstanding);
- Lama waktu barang persediaan (Inventories Days On Hand);
- Lama waktu pembayaran kepada pemasok (Account Payables Days Outstanding).