Lihat ke Halaman Asli

Siapa Perusak Persatuan?

Diperbarui: 18 Mei 2017   11:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SIAPA PERUSAK PERSATUAN???

Hari-hari ini  negeri kita diwarnai oleh wacana dan sikap yang kurang kondusif bagi ketahanan nasional. Sebagai bangsa yang plural kita dihadapkan beragam gejolak yang semuanya menjadi anasir perpecahan bangsa.  Antara yang dianggap radikal dengan yang merasa diri moderat,  Pancasilais (merasa) dengan yang “anti” Pancasila, dan Islam dengan non-Islam serta teriakan-teriakan yang jauh dari hakikat ke-adaban kita.  Semua itu seolah memenuhi benak kita yang kemudian menciptakan aneka friksi lalu timbul polarisasi diantara kita sesama bangsa.  Lalu pertanyaan besarnya siapa sesungguhnya yang menjadi atau layak dituding sebagai perusak/pengganggu persatuan?. Indonesia, sebelum menjadi negara merdeka sudah terdiri dari beragam suku bangsa, adat, tradisi, bahasa dan segala perbedaan lain, semua itu adalah given pemberian Tuhan Yang Maha Esa yang harus disyukuri diterima sebagai karunia yang tak terhingga sebagai bangsa.  Kenyataan itu oleh pendiri bangsa kita, disadari sebagai sebagai kekuatan yang bila bersatu dapat menjadi modal meraih kemerdekaan dan terbukti berhasil menjadi negara merdeka.  Kesadaran sejarah tersebut seyogyanya menjadi refleksi untuk merawat dan menjaga  keberagaman kita sebagai sebuah bangsa.  Keanekaragaman tersebut harus menjadi vis obligandi  (kekuatan pengikat) karena sejarah nasional kita telah membuktikan bahwa persatuan merupakan inner power yang dahsyat bagi sebuah bangsa seperti Indonesia. 

Usia kemerdekaan negara kita sudah  menginjak usia 72 tahun, usia yang sangat matang  khususnya bagi komponen bangsa untuk saling asah, asih dan asuh dimana perbedaan dalam semua aspek bukan lagi menjadi masalah.  Dengan usia itu seharus kita semua harus sadar bahwa pluralitas hanyalah fakta sosiologis yang sudah final sejak para pendahulu kita berikrar melalui Sumpah Pemuda. Kalaupun ada sekat-sekat politik itu karena power play untuk berusaha menjadi “penguasa” dan tidak berarti keberagaman kita harus dieksploitir untuk kepentingan politik yang mengancam kerukunan. Sejarah sudah membuktikan bahwa tanpa persatuan mustahil untuk bisa berdiri kokoh apalagi saat ini kita sudah memasuki era persaingan bebas. Watak radikalisme kita harus diorientasikan keluar untuk meraih kepentingan nasional kita. Bukankah pejuang-pejuang kita dalam merebut kemerdekaan harus bersikap radikal kepada kaum kolonial? . Sikap dan cara para pahlawan kita itu harus dicontoh dalam rangka berhadapan dengan model penjajahan gaya baru yang secara perlahan menggerogoti kita sebagai anak bangsa. Radikalisme kita adalah berjuang menghadapi permainan proxy yang dilakukan pihak asing di negara kita, radikalisme kita harusnya untuk memprovokasi kita untuk mencari dalang-dalang proxy yang telah merusak sendi-sendi persatuan kita. Demikian pula ideologi kita Pancasila yang mengandung keluhuran budi itu seharusnya sudah bersemayam dalam dada kita sebagai landasan kita berfikir dan bertindak sehingga hate speech tidak setiap hari memekakkan telinga kita yang akan berdampak pada retaknya kebersamaan, kesantunan, keadaban, kemualiaan yang semuanya ada di dalam dasar negara kita. Pemuda yang sudah sebagaian besar terpelajar, para elit dan siapapun yang merasa masih berpijak di bumi Indonesia hendaknya sadar dan insaf bahwa Indonesia ini adalah rumah kita semua. Bertindak radikal tetapi tidak pada tempatnya, merasa Pancasilais tetapi tindakannya sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai ideologi bangsa dan ucapan-ucapan yang tidak pantas  sesungguhnya merekalah perusak persatuan nasional.  Adalah sangat menyedihkan jika yang melakukan itu semua adalah kelompok atau golongan terpelajar, para elit atau tokoh yang seharusnya pikiran,ucapan dan tindakannya mencerahkan. Mereka yang terdidik itu seharusnya memperlihatkan watak nasionalisme sejati untuk melawan upaya-upaya libido dominandi dari pihak asing dan kompradornya yang memang sedari dulu mengincar dan ingin menguasai Indonesia. Para elit dan pemuda seharusnya mengembangkan strategi bagaimana bangsa kita berdiri kokoh, minus intervensi asing, berkepribadian luhur dan lepas dari bentuk penjajahan modern yang dampaknya lebih parah dari penjajahan gaya kolonial Belanda.  Sebagai sesama anak bangsa yang dilahirkan dari revolusi kemerdekaan sudah saatnya sadar bahwa ada ancaman  serius yang sedang dihadapi sehingga semangat persatuan adalah resep mujarab untuk mengatasi semuanya. Idealisme kita khususnya pemuda sangat diharapkan untuk membawa bangsa ini kearah yang dicita-citakan bersama. Idealisme yang baik harus mampu di tularkan (metastasi), ingat “idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda” (Tan Malaka).

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline