Oleh. Andi Wijianto
Pada hari ini mulai terlihat titik temu dari masa depan politik indonesia. Presiden yang merupakan salah satu elemen terpenting negara kini mulai berganti kekuasaan. Setelah hampir 10 tahun penuh kekuasaan negara dipegang oleh seorang Susilo Bambang Yudoyono, yang penuh dengan wibawa dan dapat memikat rakyat indonesia kini mulai berganti. Kekuasaan presiden tersebut telah habis dikarenakan adanya amandemen UUD 1945, tepatnya pada pasal 7 UUD 1945, dalam perubahan pertama tahun 1999. Dulu sebelum di amandemen seorang presiden setelah masa jabatan selama 5 tahun habis maka dapat dipilih kembali tanpa batas-batas pencalonan. Namun kini masa jabatan presiden dibatasi menjadi 2 periode saja.
Semua orang mungkin bertanya-tanya, siapakah calon pengganti presiden kita? Sejak pemilihan legislatif selesai masyarakat dibingungkan dengan safari partai-partai politik untuk mencari koalisi untuk menyongsong pemilihan presiden 9 Juli mendatang. Namun hari ini mulai ditemui titik terang dimana batas akhir penentuan koalisi telah selesai dan dihasilkan dua calon presiden dan wakil presiden. Calon pertama muncul dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) serta koalisinya yang mengusungkan nama Joko Widodo sebagai calon presiden dan Jusuf Kala sebagai calon wakil presiden. Kedua pasangan ini merupakan pasangan pekerja keras, hal tersebut dikarenakan kedua calon ini merupakan tipe pekerja yang senang turun langsung ke masyarakat. Sedangkan calon ke dua adalah calon yang diusulkan oleh Partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA) yaitu Prabowo Subianto sebagai calon presiden dan Muhamad Hattarajasa sebagai calon wakil presiden. Calon yang kedua ini juga merupakan calon presiden dan wakil presiden yang tegas, hal tersebut mungkin terjadi karena latar belakang calon presiden ini berasal dari Angkatan Bersenjata RI. Kerja dari tokoh ke dua ini juga tidak kalah saing dan dekat dengan masyarakat.
Peta Persaingan
Dari keseluruhan calon yang sudah disebutkan tentunya memiliki peluang yang sama dalam menduduki pemerintahan di Indonesia. Kedua calon merupakan calon yang besar dan disegani oleh rakyat, dari persaingan tersebut muncul suatu glitikan “Sipil VS Militer”. Kata tersebut merupakan kata yang cocok untuk persaingan memperebutkan kekuasaan di negara ini. Kata-kata yang tentunya sudah tidak asing lagi di dalam peta persaingan memperebutkan kursi presiden. Eksistensi militer tentunya tidak dapat dipisahkan. Hal tersebut karena faktor historis dimana militer merupakan salah satu elemen penting bangsa yang ikut membantu merebut dan mempertahankan NKRI dari tangan penjajah, beberapa pemimpin bangsa ini juga pernah dikuasai oleh militer. Namun demikian sipil juga tidak kalah penting, sipil juga memegang peranan yang penting yaitu sebagai pemikir dan pendorong dari tindakan pemerintah.
Namun terlepas dari problematika tersebut, problem yang masih panas diperbincangkan oleh masyarakat adalah kekurangan dari masing-masing tokoh yang dapat mempengaruhi suara rakyat. Isu-isu negatif dan kampanye-kampanye negatif tentunya sangat berbahaya apalagi dalam pelaksanaan pemilihan presiden. Calon pemimpin bangsa tentunya merupakan calon yang terbaik yang ditentukan oleh rakyat dan tentunya dapat memperbaiki bangsa tanpa adanya hal-hal negatif yang menyebabkan perpecahan dua blok di indonesia. Diperkirakan persaingan pemilihan presiden pada masa ini sangat panas, diperkirakan ada 50% suara untuk Jokowi dan JK serta 50% untuk prabowo dan hatta. Tentunya dengan berbagai polemik dan panasnya persaingan indonesia dan masyarakat menginginkan satu pemimpin yang terbaik untuk bangsa
Pemilih cerdas, pemegang peran utama?
Pemilih yang cerdas dalam pelaksanaan pemilihan tentunya sangat diharapkan. Mengapa demikian? Hal tersebut karena dalam peta persaingan yang panas ini, kedua calon memiliki kapasitas dan kemampuan yang hampir sama di tengah kekurangan dan kelebihan masing-masing calon. Tokoh-tokoh ini merupakan tokoh yang cocok dan dibutuhkan untuk memimpiin indonesia di tengah begitu banyak problem yang hadir menerpa bangsa. Kejelian dan kecerdasan masyarakat disini sangat diharapkan karena asas demokrasi dalam pemilihan umum sangat dibutuhkan. Pelaksanaan peilu presiden pada masa ini tentunya harus sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia dan harus bebas dari kecurangan terutama yang berhubungan dengan money politik.
Masyarakat kini tentunya sudah dihadapkan pada pemilihan yang sulit. Para pemilih pemula terutama mulai dirundung kegalauan dalam menentukan pemimpin bangsa. Namun demikian hati nuraini menjadi satu cara dimana untuk menentukan pilihan yang terbaik untuk indonesia kedepan.selain hati nuraini tentunya juga perlu mencari asal usul bakal calon yang akan mereka pilih. Media menjadi salah satu alat yang digunakan masyarakat untuk mencari dan mendalami visi dan misi calon presiden dan wakil presiden. Terlepas dari persaingan yang panas tentunya pemilu yang sehat menjadi harapan bangsa dan nantinya yang akan diberikan amanah oleh masyarakat untuk menjadi pemimpin akan memimpin Indonesia dengan baik dan dapat memperbaiki Indonesia di berbagai aspek kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H