Lihat ke Halaman Asli

Membentuk Sikap Berketuhanan yang Berkarakter Melalui Pendidikan

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Membentuk sikap Berketuhanan yang berkarakter Melalui Pendidikan

Oleh. Andi Wijianto

Dalam pelaksanaann penyelenggaraan negara, Indonesia memegang teguh prinsip keagamaan. Agama dipandang sebagai suatu yang sakral dan harus dianut, dijalankan, dan diamalkan oleh pemeluk-pemeluknya. Hal tersebut sesuai dengan pancasila yang notabennya merupakan dasar negara. Ketuhanan ditempatkan dalam sila pertama, hal tersebut dikarenakan setiap orang yang bernegara haruslah berpedoman pada agama dalam pelaksanaan penyelenggaraan negara.

Pada hakikatnya agama merupakan hal yang sakral dan wajib dihormati, namun apa jadinya apabila agama disalahgunakan sebagai alat untuk menghakimi orang lain? Tentu saja hal tersebut tak pantas untuk dilakukan. Dalam kenyataannya agama terkadang diselewengkan. Ada yang menghardik orang lain kafir karena tidak sepaham, ada yang menghakimi dengan cara berbuat sewenang-wenag atas nama agama, dan ada pula yang mengatasnamakan agama sebagai jihad dengan jalan terorisme. Ironis memang namun itulah yang terjadi. Berketuhanan yang tadinya dicita-citakan untuk kebaikan bersama namun malah menjadikan orang lain tersiksa karena kehadiran orang yang menyelahgunakan agama.

Karakter Luhur

Setiap agama terutama agama yang ada di Indonesia selalu mengajarkan dan mencita-citakan perdamaian dan mengajarkan segala hal yang baik dalam pelaksanaan kehidupan manusia. Tolong menolong, tenggang rasa, saling menghormati menjadi pilar dalam pelaksanaan keagamaan. Seiring dengan perkembangan zaman karakter yang terletak dalam agama tak akan pernah bisa luntur. Hal tersebut dikarenakan agama merupakan pondasi dari setiap kehidupan manusia.

Agama bermula dari nilai yang terkandung dalam agama itu sendiri kemudian disalurkan kedalam ranah kognitif individu, setelah agama tertanam dalam ranah indifidu maka akan turun ke ranah afektif, dalam ranah afektif ini agama semakin baik tertanam dalam diri manusia. Setelah kuat tertanam maka akan di transformasikan menjadi tindakan oleh manusia.

Sila Pertama Pancasila

Apabila kita berbicara tentang agama tak bisa terlepas dari dasar negara sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa; menuntut setiap warga negara mengakui Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta dan tujuan akhir, baik dalam hati dan tutur kata maupun dalam tingkah laku sehari-hari. Konsekuensinya adalah Pancasila menuntut umat beragama dan kepercayaan untuk hidup rukun walaupun berbeda keyakinan.

Dalam pelaksanaaannya negara pada konteks agama berkewajiban:

a.Menjamin kemerdekaan setiap warga negara tanpa diskriminasi untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya dengan menciptakan suasana yang baik.

b.Memajukan toleransi dan kerukunan agama

c.Menjalankan tugasnya untuk meningkatkan kesejahteraan umum sebagai tanggung jawab yang suci.

Agama yang sebenarnya ada dalam pancasila merupakan agama yang ideal dimana masyarakat indonesia adalah masyarakat yang menjunjung tinggi kebersamaan. Dimana kekeluargaan sangat ditonjolkan dalam masyarakat indonesia. Agama juga dijadikan alat pemersatu bagi bangsa. Contohnya adalah dalam pergerakan untuk mengusir penjajah dari tanah Indonesia banyak sekali gerakan-gerakan islam yang ada di Indonesia. Pancasila menjadi sumber dalam tuntunan beragama di Indonesia. Hal tersebut mengingat Indonesia adalah negara yang sangat luas dan berbentuk kepulauan serta memiliki keanekaragaman yang sanagat beragam. Maka dari itu pancasila hadir sebagai pemersatu agama di Indonesia.

Membangun karakter yang berketuhanan

Karakter sebenarnya dapat dibangun di berbagai wilayah dalam masyarakat. Namun, pada fokus pembahasan kali ini karakter dibangun melalui ranah agama. Agama dapat dikatakan sebagai sarang dari lahirnya karakter mulia. Segala macam tindakan, ucapan, dan tingkah laku di atur di dalam agama. Karakter yang dicita-citakan pendiri bangsa yaitu saling tolong-nemolong, saling menghormati, dan Tenggang rasa terdapat dalam agama.

Pelaksanaan pengembangan karakter dalam agama tentunya sangat bermacam-macam misalnya :

a.Membaca kitab suci menurut agamanya masing-masing dan menghayati apa yang terkandung di dalamnya

b.Mendengarkan ceramah dari ahli agama

c.Menerapkan pola hidup yang sesuai dengan ajaran agama

d.Dll

Namun terkadang pengembangan yang seperti itu kurang dapat masuk ke dalam diri setiap manusia. Hal tersebut dikarenakan apa yang diinginkan manusia tentang agama itu berbeda-beda. Dalam krisis yang demikian muncul beberapa alternatif yang ditawarkan dalam membangun karakter melalui agama. Alternatif tersebut dilakukan dari lingkungan pendidikan. Hal ini tentunya mendukung kurikulum 2013 yang notabennya memasukan unsur agama dalam pendidikan.

Berdoa Sebelum Memulai Pelajaran = Membaca kitab suci untuk mengawali beljar di pagi hari = Menyayikan lagu wajib nasional dan menghayati isi yang terkandung di dalamnya = Guru menjelaskan maksud dan tujuan berdoa dan menyanyikan lagu wajib sebelum pelajaran = Semangat Belajar !!!!! Akhirnya akan Terbentuk Karakter agama dan nasionalisme

Bagan diatas menunjukan cara yang efektif dalam pembangunan karakter dalam beragama sesuai dengan pancasila dan mendukung pendidikan. Mengapa melalui pendidikan? Pertanyaan ini dapat dijawab dikarenakan pendidikan merupakan awal dimana seorang itu dibentuk dan dididik untuk bisa bermasyarakat dengan baik sesuai dengan tujuan agama dan tujuan negara.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline