Lihat ke Halaman Asli

Situasi Politik di Tahun 2012: Kegaduhan Politik yang Tak Terelakkan

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1325584741260341118

2012 diprediksi sebagai tahun konsolidasi politik awal bagi para elit politik dan partai politik hingga mencapai titik kulminasinya di tahun 2014 mendatang. Sebagai sebuah konsolidasi politik awal, tentu iklim politik dengan tingkat dinamika politik yang tinggi akan kerap menghiasi perjalanan hari-hari pemerintahan Yudhoyono. Dalam konteks itulah, wajar apabila Yudhoyono khawatir dinamika politik dalam demokrasi Indonesia kedepan akan berimplikasi kepada timbulnya kegaduhan politik yang berdampak pada terjadinya distabilitas diberbagai sektor. Tingginya dinamika politik ditahun 2012 ini, diprediksi cenderung dipengaruhi oleh sejumlah ekspektasi partai politik dan berbagai instrumen atau UU sistem politik yang mewarnai dan mempengaruhi quo vadis parpol dalam mendulang suara di pemilu 2014 - termasuk berbagai kasus-kasus hukum dan korupsi yang juga akan diprediksi akan dijadikan angle kelompok elit untuk masuk kedalam ruang yang lebih produktif melegitimasi eksistensi. Baik eksistensi partai politik, maupun eksistensi politisi untuk berkiprah di panggung politik formal di Senayan melalui pemilu legislatif maupun pilpres di 2014 mendatang. Indikator naiknya tensi politik di tahun 2012 ini dipengaruhi pula oleh sejumlah agenda-agenda krusial yang dijadikan barometer bagi elit politik untuk semakin fokus merancang strategi pencapaian target politiknya di tahun 2014 mendatang. Dan tahun 2012 adalah momentum paling tepat untuk mengelaborasi kebutuhan sejumlah keinginan dan peluang yang tersedia itu. Ketersediaan peluang mengkonstruksi peran dan eksistensi parpol ditahun 2012 ini dapat dilihat dari dua faktor. Yakni faktor keberadaan swing voter dan kondisi floating mass yang disebabkan karena implikasi politik kebijakan pemerintah yang bertalian kelindan dengan kepentingan rakyat. Faktor swing voter dalam kondisi dan konstelasi politik saat ini menjadi momentum strategis partai politik untuk mengkondisikan pemilih yang tadinya memiliki ekspektasi positif terhadap partai politik yang sebelumnya menjadi pilihan masyarakat. Dalam konteks ini partai politik berupaya memanfaatkan momentum berbagai kasus dan konflik di masyarakat yang belum atau tidak pernah tuntas. Kasus-kasus hukum (korupsi) maupun konflik sosial yang terjadi di masyarakat yang ditengarai karena lemahnya peran dan kebijakan negara terhadap penuntasan berbagai kasus tersebut, akan secara umum dijadikan pintu masuk bagi parpol untuk mendorong legitimasi dan kepentingan politiknya. Legitimasi pencitraan parpol dengan merebut swing voter akan dicapai dengan cara mendestrukturisasi peran dan eksistensi partai penguasa saat ini yang tercederai oleh banyaknya fakta kader politik partai penguasa yang terlibat berbagai kasus. Pengakusisian swing voter melalui penggalangan opini untuk tujuan merubah/ menggeser paradigma keberpihakan kepada partai politik tertentu juga diprediksi akan dilakukan dengan mensublimasi kebijakan politik pemerintah saat ini yang sejatinya dianggap tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Berbagai kelemahan fundamental pemerintah dalam menjalankan program-program kerakyatan, selama ini akan dieksploitasi oleh parpol dan politisi untuk menarik dan merubah mind set pemilih, yang tadinya berpihak kepada partai penguasa untuk beralih ke partai politik lain. Apalagi diduga saat ini makin banyak terurai para pemilih labil yang kecewa atas berbagai sikap dan perilaku politik partai demokrat serta kinerja pemerintahan Yudhoyono. Diprediksi dengan pola ini tingkat kegaduhan politik akan semakin distorsif, mengingat secara defensif partai politik penguasa (partai demokrat) tidak akan tinggal diam. Menyoal fenomena tersebut, tentunya Partai demokrat secara internal akan menerapkan kebijakan dengan memberlakukan "darurat politik partai" bagi para kader-kadernya. Dimana segenap kader partai akan senantiasa dilibatkan diberbagai spektrum kesempatan dan momentum untuk mendemarkasi segala kemungkinan presure parpol lain untuk menarik pemilih. Baik massa pemilih yang sudah menyatakan kekecewaannya terhadap partai demokrat, maupun menggoyang massa pemilih laten partai demokrat agar mengurungkan niatnya kembali untuk memilih partai tersebut di pemilu 2014. Diprediksi elit parpol dan para politisi akan menggunakan dan memanfaatkan eksistensi partai demokrat sebagai peluru tajam untuk melakukan aktivitas propaganda politik. Yakni dengan me-labeling Partai demokrat sebagai partai yang buruk (name calling propaganda) dan melakukan pola Plain Folk yakni melakukan propaganda politik bahwa seolah-olah partai politik dan elit politisi tengah mengabdi dan memperjuangkan aspirasi rakyat atas keinginannya melakukan perubahan yang fundamental terhadap pemerintahan yang tengah berkuasa saat ini. Khususnya mengenai harapan dan keinginan rakyat agar kasus korupsi yang melibatkan elit-elit yang tengah berkuasa saat ini segera tuntaskan melalui peran KPK. Cara-cara ini diprediksi akan terus mewarnai dinamika pertarungan antar parpol dan elit politik untuk mengidentifikasi eksistensi dan kepentingannya hingga 2014 mendatang. Pola reputable mounthpiece juga diprediksi akan kerap digunakan untuk merusak legitimasi partai penguasa dengan mengemukakan apapun yang dilakukan oleh pemerintah tidak sesuai dengan kenyataan yang dihadapi rakyat. Indikasi penerapan propaganda tersebut sudah terbukti efektif ketika berbagai statement yang dikemukakan oleh elit politik yang menyatakan bahwa pemerintahan Yudhoyono terbukti bohong dan manipulatif atas data-data tentang pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, selama ini ternyata cukup efektif memberikan ketidaknyamanan kekuasaan politik bagi pemerintahan Yudhoyono dan terbukti ampuh menggalang opini negatif tentang pemerintahan Yudhoyono dan partai demokrat sebagai partai penyokongnya. Dengan cara propaganda politik yang dilakukan oleh parpol dan elit politisi inilah sejatinya diharapkan juga memberikan efek bagi pemilih massa mengambang (floating mass) yang selama ini tidak memiliki interest terhadap dinamika dan perilaku para elit politik untuk tergugah dan kembali masuk mengintegrasikan persepsi dan penilaiannya untuk kemudian menentukan suaranya mendukung salah satu partai politik di luar partai demokrat dalam pemilu 2014 mendatang. Dalam konsolidasi politik awal, disamping upaya untuk mengkonstruksi eksistensi partai politik melalui politik pencitraan, partai politik juga diprediksi akan mamaksimalkan agenda politik yang belum tuntas. Agenda politik tersebut akan sangat berpengaruh menentukan kiprah parpol untuk bertarung di pileg dan pilpres 2014 mendatang. Agenda politik tersebut, mau tidak mau harus dituntaskan. Implikasi dari intensitasnya penuntasan berbagai agenda politik tersebut, maka tentu saja dinamika dan kompleksitas masalah dalam konstelasi politik antar parpol akan cenderung makin memanas. Dan hal tersebut secara alamiah tak bisa dihindarkan. Ditahun ini pertarungan politik karena kuatnya tarik menarik antar kepentingan terkait sejumlah agenda politik yang harus dituntaskan menjadikan tahun 2012 adalah tahun yang amat menentukan bagi masa depan demokrasi Indonesia. Karena beberapa agenda politik tersebut akan berdampak kepada dua hal. Yakni apakah demokrasi Indonesia akan semakin konstruktif, atau sebaliknya mundur kebelakang. Agenda politik yang dimaksud adalah pembahasan paket RUU yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden (pilpres), yang ditargetkan tuntas tahun ini. Sebab, kehadiran kedua aturan itu sangat penting, yang menentukan kualitas pemilu mendatang. Saat pembahasan kedua RUU tersebut, diperkirakan bakal terjadi pertarungan politik yang sengit. Fokus utama pertarungan adalah tarik-menarik pasal, yang sudah barang tentu di satu sisi menguntungkan parpol tertentu, dan di sisi lain merugikan parpol lainnya. Dalam RUU Pileg, misalnya, setidaknya sudah terpetakan empat pasal krusial, yakni mengenai ketentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold/PT), sistem pemilu apakah proporsional terbuka atau tertutup, ketentuan jumlah daerah pemilihan, serta mekanisme penghitungan suara. Peta persaingan terfokus pada kehendak parpol besar untuk mempertahankan supremasi mereka dengan cara menyodorkan aturan yang lebih ketat, yang cenderung meminimalisasi  persaingan dengan parpol lain, baik di parlemen maupun pilpres. Sebaliknya, parpol kecil akan berupaya untuk mempertahankan eksistensi mereka di parlemen, dengan mencegah penerapan aturan yang lebih ketat. Upaya itu sekaligus untuk menjaga peluang mereka berkompetisi dalam pilpres. Dalam proses tarik-menarik kepentingan tersebut, masing-masing parpol dipastikan memanfaatkan sejumlah kasus hukum yang masih menggantung penyelesaiannya. Di antaranya kasus Century, kasus cek pelawat, kasus Nazaruddin, kasus Hambalang, kasus mafia pajak, dan kasus-kasus korupsi lain yang ditangani KPK. Di sinilah letak kegaduhan politik yang sesungguhnya. Sebagai gambaran, Golkar, PDI-P, PKS, dan parpol lainnya, akan memanfaatkan kasus Century dan kasus Nazaruddin untuk meredam ambisi politik Partai Demokrat untuk mempertahankan hegemoninya, pada saat pembahasan aturan mengenai pileg dan pilpres. Pada saat bersamaan, ada kesamaan kepentingan Demokrat, Golkar, dan PDI-P, untuk mempertahankan hegemoni mereka di parlemen. Dengan alasan rasionalisasi parpol di parlemen, ketiga parpol pemenang Pemilu 2009 itu, akan mendorong peningkatan PT, sehingga semakin sedikit parpol yang lolos ke Senayan. Dengan demikian, pertarungan saat pilpres pun diharapkan semakin mengerucut hanya pada tiga parpol tersebut. Dengan gambaran itu, masing-masing elite parpol akan memperjuangkan agar sistem, format, dan aturan pemilu yang menguntungkan partai mereka bisa diakomodasi dalam UU Pileg dan UU Pilpres. Bahkan keberadaan Sekretariat Gabungan (Setgab) parpol koalisi pendukung SBY-Boediono pun diprediksi ditahun 2012 ini berada di ambang perpecahan, mengingat begitu tajamnya perbedaan kepentingan antarparpol dalam menyikapi aturan mengenai pileg dan pilpres. Bisa jadi, eksistensi Setgab akan berakhir sebelum masa pemerintahan SBY-Boediono berakhir pada 2014. Jika ini terjadi, politik bakal bertambah gaduh. Jalannya pemerintahan pun akan kerap mendapat gangguan dari parlemen. Kegaduhan politik diperkirakan juga dipicu oleh kehadiran kontestasi (testing the water) figur-figur yang ingin maju ke Pilpres 2014 yang mulai dikampanyekan secara terselubung oleh tim sukses masing-masing calon. Namun mengingat tingkat kompetisi politik di tahun 2014 mendatang diprediksi akan semakin ketat, maka sejak dini, ditahun ini pola komunikasi politik para tim sukses akan lebih di warnai oleh retorika isu yang bertujuan menjatuhkan kredibilitas dan reputasi calon lawannya. Dengan kata lain, tahun 2012 merupakan periode krusial, saat semua parpol memulai langkah politiknya mempersiapkan diri menghadapi Pileg dan Pilpres 2014. Hal ini tentu akan berlanjut pada tahun berikutnya, dan memuncak pada 2014. Diprediksi, kegaduhan politik ini akan berdampak pula pada postur pemerintahan Yudhoyono, khususnya terhadap para menteri yang berasal dari parpol. Dampak politiknya terjadi terkait dengan persoalan sinergitas dan kolaborasi program di tingkat kementerian. Dengan kata lain, habit menteri yang berasal dari parpol kedepan akan lebih memainkan peran secara individualis untuk kepentingan merekapitalisasi kebutuhan sumber daya partai politiknya secara ekonomis untuk kepentingan 2014. Disisi lain, kecenderungan tersebut juga terjadi sebagai sebuah konsekwensi logis besarnya kepentingan parpol daripada komitmen politiknya di sesgab untuk bersama-sama mengabdi di pemerintahan Yudhoyono. Dengan kata lain menteri asal Parpol akan memanfaatkan komitmen politik Yudhoyono yang pernah mengatakan bahwa reshuffle kabinet 2011 yang lalu akan diupayakan sebagai reshuffle terakhir bagi pemerintahannya. Namun yang paling krusial adalah pilihan tegas sesgab Koalisi, dan parpol di luar pemerintahan, serta partai baru yang lolos verifikasi akan mengambil posisi paling tegas sehingga berpengaruh pada kondisi politik nasional terkait implikasi dan hasil pembahasan RUU Pemilu dan UU tentang partai politik yang targetnya harus tuntas di tahun 2012 ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline