Lihat ke Halaman Asli

Andi P. Rukka

Penulis yang belajar menjadi birokrat

Kuncup Demokrasi dari Tepi Danau Lampulung (Bagian Ketiga)

Diperbarui: 23 Agustus 2022   04:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada bagian kedua, kita sudah menguraikan tentang asal-usul orang Wajo. Maka pada Bagian ketiga ini, kita akan mengulas tentang Masa-masa Sebelum Wajo terbentuk dengan judul Masa-masa Pra Wajo. Selamat membaca....

Banyak kisah atau cerita yang disetujui (pau-pau rikadong, ikadoi = disetujui) yang dituturkan secara turun-temurun tentang awal mula berdirinya Kerajaan Wajo. 

Salah satu di antaranya yang paling terkenal adalah tentang seorang putri Luwu yang bernama We Taddampali. Konon putri ini mengidap penyakit kulit yang dianggap sudah tidak tersembuhkan. Karena orang tuanya khawatir penyakit itu akan menular kepada warga Luwu, maka Sang Putri diasingkan ke luar Luwu.

Dalam pengasingannya, Sang putri pergi tanpa tujuan, ia hanya ditemani serombongan pelayan. Selama empat puluh hari empat puluh malam mereka terombang-ambing di lautan, sampai akhirnya mereka terdampar di sebuah daratan dan menemukan pohon bajo yang besar. Di sanalah mereka membangun perkampungan dan mulai menetap di situ.

Pada suatu hari, seekor kerbau memasuki perkampungan tempat Sang Putri tinggal dan mendekati rumahnya. Saat Sang Putri mencoba mengusirnya, kerbau itu malah mengejarnya hingga terjatuh. Dalam keadaan tidak berdaya dan pasrah menunggu apa yang akan terjadi, kerbau itu ternyata hanya menjilati seluruh tubuhnya lalu pergi dan kembali masuk ke dalam hutan. 

Usai peristiwa itu,  Sang putri segera mandi di sungai, lalu kembali ke rumahnya dan tertidur. Ketika ia terbangun, dia menyadari bahwa kondisi kulitnya lebih baik dari sebelumnya. Dia sangat gembira, dan menemui kerbau setiap hari sampai dia benar-benar pulih dan menjadi wanita yang cantik jelita.

Beberapa waktu kemudian, seorang pangeran dari Bone tiba di perkampungan itu. Perburuan rusa yang dilakukannya selama tujuh hari telah membuatnya kehabisan bekal. Ketika pangeran itu melihat sang putri, sang pangeran pun jatuh cinta padanya. Karena begitu terpesona akan kecantikannya, sang pangeran pun tidak sadarkan diri. 

Pangeran itu lalu kembali ke Bone dan menangis tersedu-sedu karena dimabuk cinta. Penguasa Bone bingung dengan kesusahan putranya. Penguasa Bone akhirnya menyadari bahwa pangeran sedang jatuh cinta, lalu segera mengirimkan delegasi bersenjata untuk meminta sang putri menikahi putranya. Akhirnya, mereka menikah dan melahirkan anak-anak yang kelak menjadi rakyat Wajo.

Ada juga kisah lain tentang awal mula berdirinya Kerajaan Wajo, yaitu kisah tentang La Banra yang dituturkan dalam sejumlah versi. Salah satu kisah di antaranya menyebutkan bahwa La Banra merupakan keturunan Datu Soppeng. 

Dia diusir oleh saudara-saudaranya karena iri hati pada keahlian La Banra dalam mengelola lahan pertanian. La Banra pun meninggalkan wilayahnya bersama seekor anjing yang bernama We Dunresa. Ketika memasuki wilayah Akkotengeng, We Dunresa menolak untuk pergi lebih jauh, sehingga La Banra menetap di sana dan mulai bercocok tanam.

Suatu malam, La Banra menemukan seekor babi hutan di perkebunannya. Ditusuknya babi itu dengan tombak yang diberikan oleh penguasa Akkotengeng. Babi hutan itu melarikan diri dengan tombak di tubuhnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline