Lihat ke Halaman Asli

ANDI HERMAWAN

Bukan Siapa Siapa

Jenuh Vs Kejenuhan Pogram Keahlian SMK

Diperbarui: 20 Januari 2022   11:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Secara statistik peserta didik SMK adalah terbesar dalam jumlah dibandingkan jenjang pendidikan yang lain. Walhasil output pun besar sedangkan untuk menjadi outcome tentu bukan perkara mudah. APK terdongkrak tetapi mutu dan masalah pengangguran terdidik adalah hegemoni baru yang butuh solusi luar biasa.

Pejabat public dan bahkan direktorat yang menangani SMK berkali kali menyebut program keahlian jenuh di SMK. Penulis lebih jenuh daripada pernyataan pejabat public yang hanya berstatemen tetapi tidak ada upaya nyata memperbaiki keadaan. 

Jenuh mendengarnya dan jenuh dengan ketiadaan program perbaikan. Kepala daerah pun menambah jenuh dengan pernyataan tentang output SMK yang menambah penganggur terdidik di republik ini.

Saat ini SMK banyak berdiri hampir di setiap wilayah. Bahkan di Bogor dan Bekasi bisa disebut setiap RW punya SMK dengan program keahlian yang sama tanpa alat praktik yang standar IDUKA (industri dan dunia usaha). 

Perizinan yang mudah tanpa seleksi yang berorientasi mutu mengakibatkan masalah. Yayasan swasta nakal dengan strategi SMK berdiri baru izin diurus. Ketika murid sudah ada maka tidak mungkin SMK dibubarkan. Alasan klise adalah kemanusiaan.

APK terdongkrak naik dan prestasi bagi capaian pendidikan untuk kepala daerah sebagai jargon politik saat kampanye. Namun masalah pengangguran terdidik tidak terampil tidak terelakkan.

Keniscayaan SMK khususnya swasta yang tidak lengkap alat praktik dan workshop dapat memenuhi tuntutan kerja. IDUKA dalam rekruitmen masih syarat nepotisme dengan alasan memudahkan proses kerja jika yang direkrut sudah dikenal meski program keahlian tidak sesuai kebutuhan.

Link and Match SMK berpuluh puluh tahun sudah digagas tetapi inkonsistensi terjadi di setiap saat. Peran pemerintah menjembatani tripartit sekolah, iduka dan pemda sangat minim. Bahkan dikembalikan kepada sekolah. Semakin jauh dari harapan ketika sekolah tidak mampu merealisasikan. BKK (Bursa khusus Kerja) hanya plangboard yang tanpa aksi nyata.

Dimata mastarakat SMK dahulu memiliki tinjauan sekolah menyiapkan kerja kini berubah menjadi sekolah mengentas kemiskinan. Mereka berharap anak anaknya sekolah untuk siap dan diterima bekerja. 

Namun mereka tanpa kajian selalu asal memilih smk dan program keahlian, khususnya di smk swasta. Banyak peserta didik memilih smk dan program keahlian hanya ikut ikutan temannya.

Harapan orang tua seakan musnah ketika lapangan kerja sedikit di tengah ekonomi yang tidak tumbuh. Pengangguran terus bertambah tak terkendali. Dan menyakitkan ketika pejabat public hanya menyampaikan pernyataan program SMK jenuh tanpa ada solusi riil. Ironi juga masih banyak SMK swasta didirikan diam diam tetapi program keahliannya dikelompok jenuh seperti pernyataan pemerintah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline