Lihat ke Halaman Asli

Ironi, Solidaritas, dan Liberalisme dalam Pandangan Richard Rorty

Diperbarui: 3 Desember 2020   09:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Richard McKay Rorty. Foto: The New Yorker

“In my utopia, human solidarity would be seen not as a fact to be recognised by clearing away "prejudice" or burrowing down to previously hidden depths but, rather, as a goal to be achieved."

- Richard Rorty dalam Contingency, Irony, and Solidarity. 

Liberalisme adalah sebuah ideologi berlandaskan kebebasan dan persamaan hak serta mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Lahirnya istilah ini mengundang pro dan kontra masyarakat yang terlebih banyak yang menyalahartikan dan memandang sebelah mata kaum liberal. Namun tidak bagi Richard Rorty, tokoh filsuf abad ke-20 pendiri neo-pragmatisme, ia berusaha menepis persoalan yang ada dengan menghadirkan konsep dari pemikirannya. 

Siapa itu Richard Rorty?

Richard McKay Rorty lahir di New York City, 4 Oktober 1931 dan wafat pada 8 Juni 2007 di Palo Alto, California. Rorty adalah filsuf pragmatis Amerika dan intelektual publik yang terkenal karena kritiknya yang luas dari konsepsi modern filsafat sebagai usaha semi-ilmiah yang bertujuan mencapai kepastian dan kebenaran obyektif. Dalam politik ia menentang program-program baik kiri maupun kanan yang mendukung apa yang ia gambarkan sebagai "liberalisme borjuis" yang melioratif dan reformis.

Rorty memiliki pandangan yang sepertinya lebih dapat dikatakan berkonteks negatif ketimbang positif. Selama ia berkecimpung di dunia filosofi, ia banyak mengkritik tentang pandangan yang telah ada. Contohnya dalam pandangan epistemologi, ia mengkritik tentang fondasionalisme, yaitu pandangan bahwa semua pengetahuan dapat didasarkan, atau dibenarkan, dalam serangkaian pernyataan dasar yang tidak membutuhkan pembenaran. Dalam filosofi bahasa, Rorty menentang ide bahwa pernyataan dapat dinilai dengan "benar" atau "salah", ia mengkritik seharusnya itu dikatakan dengan arti menarik selain berguna atau berhasil dalam praktik sosial yang luas. Ia juga melontarkan kritik pada representasi, yaitu pandangan bahwa fungsi utama bahasa adalah mewakilkan atau merepresentasikan secara objektif gambaran potongan dari realitas yang eksis. Akhirnya, dalam metafisika ia menolak pandangan yang sejak lama menjadi perdebatan yaitu baik realisme dan antirealisme, atau idealisme, sebagai produk dari asumsi representasionalis yang salah tentang bahasa. 

Hasil Karya Richard Rorty

Pada tahun 1989, Richard Rorty menggebrak dunia pemikiran filsafat dengan melahirkan buku yang berjudul Contingency, Irony, and Solidarity yang merupakan buku ketiganya. Di dalam buku ini terdapat pemikiran Rorty yang beranggapan bahwa tidak sedikit dari pemikir besar telah memungkinkan masyarakat untuk melihat diri mereka sendiri sebagai kemungkinan historis, bukan sebagai ekspresi yang mendasari, sifat ahistoris manusia, atau sebagai realisasi tujuan suprahistoris. Perspektif ironis tentang kondisi manusia ini berharga tetapi tidak dapat memajukan tujuan sosial dan politik Liberalisme.

Rorty turut memperkenalkan konsep pemikirannya tentang manusia ironis liberal. Orang yang menyadari bahwa pandangan dunia, tidak terkecuali terkait kepercayaan dan keyakinannya (bahkan) yang paling mendalam bersifat kebetulan dan tidak bersifat mutlak, itulah yang oleh Rorty disebut manusia ironis. Rorty merekomendasikan agar sikap ironis-liberal mempunyai relevansi dalam skala global dan bersifat universal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline