Kasus sengketa yang melibatkan owner MS Glow dan PS Glow tengah ramai menjadi perbincangan netizen, kasus ini melibatkan Shandy Purnamasari dan Gilang Widya Pramana yang sering dikenal sebagai Juragan99 melawan Putra Siregar dan Septia Siregar selaku pemilik PS Glow.
Kasus ini berlanjut di Pengadilan Niaga Surabaya. PS Glow berhasil memenangkan sengketa merek dagangnya di Pengadilan Niaga Surabaya. Dalam putusannya, hakim memutuskan agar MS Glow membayar ganti rugi sebesar Rp 37,9 miliar kepada PS Glow. Selain itu, MS Glow diperintahkan untuk menghentikan produksi dan penjualan, serta menarik semua produk MS Glow yang telah beredar di Indonesia.
Setelah MS Glow dinyatakan kalah dalam putusan Pengadilan Niaga Surabaya, Shandy Purnamasari mengajukan kasasi dengan dalil bahwa merek MS Glow terdaftar lebih dahulu di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual pada tahun 2016, sedangkan PS Glow baru terdaftar tahun 2021.
Akhir dari kasus ini bahwa Shandy Purnamasari selaku owner dari MS Glow lolos dari hukuman Rp 37,9 miliar di kasasi. Dan juga sub bisnis PS Glow resmi ditutup pada 21 Juli 2022.
Kaidah-kaidah hukum yang terkait dengan kasus sengketa merek dagang:
1. Kejujuran (Amanah). Pengusaha harus bertindak jujur dalam semua transaksi. Plagiat atau memberi nama menyerupai merek yang sudah lebih dulu ada merupakan bentuk ketidakjujuran yang merugikan pihak lain.
2. Larangan Ghulul. Ghulul berarti mengambil hak orang lain secara tidak sah. Plagiat merek dagang termasuk dalam kategori ini, karena merampas hak pemilik merek yang sah.
3. Perlindungan Hak Milik. Syariah menghargai hak milik, termasuk hak atas merek dagang. Melindungi merek adalah bentuk menghormati hak milik intelektual.
4. Tidak Menyebabkan Kerugian (Dharar). Prinsip ini menekankan bahwa tindakan bisnis tidak boleh merugikan orang lain. Plagiat dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi pemilik merek yang sah.
5. Keberlanjutan Bisnis (Istiqamah). Praktik bisnis harus beretika dan tidak merugikan pihak lain, mendukung keberlanjutan dalam perdagangan yang baik.
Dengan menerapkan kaidah-kaidah ini, praktik plagiat merek dagang dapat dianalisis dari perspektif ekonomi syariah, yang menekankan keadilan dan etika dalam berbisnis.