Lihat ke Halaman Asli

Ketika Tuhan “Diinterupsi” oleh Malaikat

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Terjadilah percakapan antara Tuhan dengan malaikat ketika Tuhan hendak menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi (khalifatul fil ardh), sebagaimana telah dijelaskan didalam kitab suci yaitu Alquran.

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mendengar rencana Tuhan tersebut, malaikat “interupsi” dengan cara bertanya “Mengapa Engkau hendak menjadikan makhluk (khalifah) yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah disana (bumi). Sedangkan kami (malaikat) selalu bertasbih memuji-Mu ?”

Dalam ceramahnya, almarhum KH. Zainuddin MZ pernah berkelakar dari ayat tersebut, bahwa seolah-olah malaikat berharap agar dirinyalah yang dipilih oleh Tuhan sebagai khalifah di bumi. Namun, secara tegas Tuhan menjawab “ Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Memang tidak terbayang rasanya jika Tuhan menjadikan malaikat sebagai khalifah di bumi. Barangkali kita tidak akan melihat bagaimana keindahan Baitullah di Makkah, Menara Eiffel yang menjulang di Paris, Taj Mahal di Agra (India), bahkan Candi Borobudur yang unik. Mungkin saja bumi saat ini sama dengan bumi ketika diciptakan Tuhan dulu. Tak ada ilmu pengetahuan, budaya, maupun warisan peradaban yang mengagumkan lantaran khalifahnya terlalu sibuk bertasbih ketimbang berinovasi dan berfikir kreatif.

Yah, berpikir kreatif merupakan kekuatan akal untuk menghasilkan sesuatu yang mengagumkan. Manusia telah diberi kelebihan pada akalnya. Dengan akalnya, manusia bisa melebihi kemampuan makhluk Tuhan yang lain. Menciptakan sebuah pesawat adalah bentuk karya manusia, dengan karyanya itu manusia dapat terbang lebih cepat dari burung. Bukan hanya diangkasa saja, tapi juga ke luar angkasa.

Hasil pemikiran kreatif tersebut berkembang dan terwujud dalam berbagai bentuk disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang begitu pesatnya. Demikian pentingnya ilmu pengetahuan yang merupakan hasil olah pikir kreatif manusia, sehingga kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi tolak ukur atau indikator kemajuan zaman maupun suatu bangsa. Oleh karena itu, kemampuan berfikir merupakan karunia Tuhan yang wajib disyukuri dengan cara melestarikan atau memberdayakannya.

Jangan pernah beranggapan bahwa berpikir adalah dosa. Sekian banyak diantara ayat-ayat Alquran menegaskan agar manusia untuk terus berpikir. Alquran tidak melarang manusia untuk berpikir menuju modernisasi atau kemajuan. Seringkali perintah berzikir dibarengi dengan perintah berpikir. Islam juga mengajarkan tentang konsep keseimbangan. Bahkan adapula jargon yang tidak kalah menarik “Tidak ada agama bagi yang tak berakal.”

Para ilmuan muslim telah mencontohkan pemberdayaan kemampuan berpikir. Nama-nama yangpopuler atau terkenal seperti Al-Ghazali, Al-Khawarizmi, Ibnu sina, dan Ibnu Rusyd. Bahkan, sederetan ilmuan muslim lainnya.Mereka bukan hanya dikenal di dunia Islam, tapi juga di Eropa. Banyak diantara karangan mereka justru dijadikan buku dan bahan referensi di universitas-universitas top dunia. Pemikiran mereka sangat sering dibicarakan, ditelaah, maupun didiskusikan sampai saat ini. Bahkan tak jarang dari hasil telaah tersebut menghasilkan tulisan-tulisan baru sehingga menambah kekayaan intelektualitas khazanah ilmu pengetahuan.

Meskipun kekuatan akal begitu luar biasa, namun tidak bisa dipungkiri akan sangat berbahaya jika tidak mendapat bimbingan yang benar. Alih-alih membuat kehidupan manusia menjadi baik, akal juga mampu menciptakan mesin-mesin “perang beruap”, senjata nuklir yang mengancam kehidupan umat manusia itu sendiri. Konflik yang berbuah peperangan dengan menggunakan senjata canggih berdampak sangat mengerikan. Rasa kemanusiaan tercabik-cabik, pertumpahan darah terjadi bahkan sebuah nyawa sudah tiada berharga.

Disisi lain, kekuatan akal juga tak dapat menjawab kekhawatiran yang terjadi pada “manusia modern”. Mengutip perkataan Seyyed Hosein Nasr, “manusia modern” telah mengalami krisis spritual. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dicapai ternyata harus dibayar mahal dengan hilangnya makna serta tujuan eksistensi manusia di muka bumi. Sebagaimana yang dikatakan oleh John Dewey bahwa perhatian “manusia modern” terhadap hal-hal yang di luar manusia berbanding terbalik dengan perhatian manusia terhadap dirinya sendiri.

Krisis spritual inilah yang menjadi faktor penyebab terjadinya malapetaka. Saling berebut harta maupun tahta. Tidak jarang harus berbuat kerusakan, menghalalkan segala cara bahkan menumpahkan darah. Sama persisnya seperti yang “diinterupsi” oleh malaikat kepada Tuhannya. Wallahu’alam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline