Lihat ke Halaman Asli

Peran Social Judgement Theory dalam Menilai Kampanye Women's March Jakarta

Diperbarui: 23 September 2023   23:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebagai makhluk sosial, kita membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupan dan sebaliknya. Dalam kehidupan, pasti kita sering mendapatkan persuasi dari sekitar kita, baik itu ketika ditawarkan sebuah produk atau ketika kita sedang melihat kampanye seseorang yang sedang mencalonkan diri dalam dunia politik. Hal tersebut adalah contoh dari persuasi seseorang terhadap kita. Tujuan dari persuasi itu sendiri dapat bermacam macam seperti mempengaruhi, meyakinkan, dan mengubah sikap. Ketika mendapat persuasi dari seseorang, alami manusia memiliki tiga sikap antara lain menolak, menerima, dan bersikap netral. Penerimaan ini yang akan kita bahas dalam sosial judgement theory nanti.

Social judgement theory dapat dikatakan sebuah teori yang mempelajari proses perubahan individu terhadap objek sosial dan isu tertentu yang terjadi sebagai akibat dari proses pertimbangan (judgement) yang berlangsung dalam pikiran individu tersebut terhadap masalah yang sedang dihadapi. Bila dihubungkan dengan komunikasi persuasi, sosial judgement theory mempelajari penilaian sosial (social judgment), yang merujuk pada bagaimana cara individu menyikapi dan mengevaluasi pesan persuasif yang mereka terima.

Teori yang dikembangkan Muzafer Sherif ini memiliki tiga asumsi yang digunakan untuk menyikapi pesan persuasif yang mereka terima. Pertama, latitude of acceptance. Hal ini adalah proses penerimaan, baik penerimaan sikap maupun penerimaan fisik. Penerimaan ini akan terjadi bila individu menyetujui pesan persuasif yang disampaikan individu lain dan menyetujui pesan tersebut. Kedua, latitude of rejection. Hal ini adalah proses penolakan terhadap pesan persuasi atau hal lain yang tidak dapat kita terima. 

Penolakan ini dapat terjadi karena pesan yang disampaikan bertentangan dengan sikap dan keyakinan kita, dapat disimpulkan bahwa pesan yang disampaikan tidak sesuai. Ketiga, latitude of non-commitment. Hal ini adalah proses ketidakterlibatan, dalam proses ketidakterlibatan ini, individu berada di tengah dan tidak terlibat dalam kedua wilayah yang dijelaskan di atas. Ketidakterlibatan ini dapat dicontohkan dengan sikap individu yang tidak memberikan tanggapan terhadap pesan yang disampaikan pada individu. Dapat dikatakan bahwa proses ini adalah sikap netral terhadap pesan persuasi.

Hal yang dibahas selanjutnya adalah ego-involvement, sebab ego-involvement adalah kunci utama munculnya ketiga asumsi di atas. Ego-involvement merupakan konsep yang mengacu pada tingkatan seberapa penting “tawaran” dari pesan persuasi terhadap kehidupan individu. 

Pertama adalah contrast. Contrast dapat terjadi karena terganggunya individu dalam menerima informasi, yang kemudian memicu penolakan terhadap pesan atau gagasan tersebut. Kedua adalah asimilasi. Asimilasi dapat terjadi bila individu terkesan pada pesan persuasi dan individu tersebut akan menganggap baik lalu menerima pesan tersebut. Sikap asimilasi tersebut berujung pada latitude of acceptance. Ketiga adalah discrepancy. Discrepancy adalah sikap yang akan mempertimbangkan dahulu sebuah pesan persuasi tersebut dengan pola pikir individu pada perubahan perilaku.

Kita telah memahami social judgement theory, agar lebih mudah dalam memahaminya maka saya akan memberikan contoh konkrit yang berhubungan dengan teori tersebut. Perlu dipahami bahwa saya hanya memberikan contoh konkrit dan menjadi pihak netral dalam hal yang akan saya sampaikan.

Contoh yang saya ambil adalah aksi women’s march yang diadakan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2023. Kampanye ini diadakan oleh sekelompok perempuan yang menuntut kesetaraan gender dan isu perempuan di Indonesia. Tema yang diangkat pada 20 Mei 2023 tersebut adalah “SUDAHI BUNGKAM, LAWAN!”. Mereka mengajukan beberapa tuntutan yang ditujukan untuk pemerintah maupun masyarakat. Namun hal yang disorot oleh masyarakat Indonesia adanya bendera LGBTQ+ yang turut serta melengkapi atribut mereka dalam menjalankan kampanye tersebut. Banyak masyarakat Indonesia yang bingung, mempertanyakan, bahkan menolak kampanye tersebut di beberapa platform media sosial. Masyarakat menolak karena LGBTQ+ bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku di Indonesia.

Contoh ini relevan dengan teori yang saya tulis pada bagian atas. Dapat dikatakan relevan sebab kampanye merupakan tindakan persuasif. Dalam kampanye terdapat pesan persuasif yang mengajak orang disekitarnya untuk turut serta mendukung kampanye itu sendiri. Dalam contoh yang sudah dijabarkan, masyarakat memberikan sikap latitude of rejection. Sikap yang diambil masyarakat tersebut didasari oleh alasan pesan persuasif yang dibawakan pada kampanye tersebut bertentangan dengan sikap dan keyakinan masyarakat Indonesia yang masih menganggap hal tersebut tidak sesuai dengan ajaran nilai dan norma yang berlaku di Indonesia. Dalam konsep ego-involvement, masyarakat Indonesia bersikap contrast pada pesan persuasif tersebut dengan menolak hal tersebut.

Daftar Pustaka

Griffin, Emory A., Ledbetter, Andrew, Sparks, Glenn Grayson. (2011). A first look at communication theory (8th Ed). New York: McGraw-Hill Education.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline