Lihat ke Halaman Asli

Andea Destika Aulia Putri

Mahasiswa IPIEF, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Indonesia Untung dalam Perang Dagang China-Australia

Diperbarui: 4 Januari 2021   13:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konflik perdagangan dunia beberapa tahun terakhir menjadi topik yang hangat dibicarakan. Mulai dari konflik perdagangan Jepang-Korea hingga China-Amerika dan yang baru memanas beberapa tahun terakhir ini, yaitu konflik perdagangan China-Australia. Diketahui hubungan bilateral China dan Australia mulai memburuk pada 2018 yang diawali dengan pelarangan jaringan 5G Huwawei China. 

Kemudian, hubungan ini semakin memburuk setelah Australia tepatnya negara bagian Canberra meminta untuk melakukan penyelidikan terkait Covid-19 yang awal mula terjadi di Wuhan, China. Hal ini sangat disayangkan, mengingat China adalah pasar ekspor terbesar Australia dalam beberapa tahun terakhir.

Jika pemutusan hubungan dagang kedua negara ini berlangsung lama, maka dapat merugikan ekonomi Autralia. Besarnya pangsa pasar tersebut, dimanfaatkan China untuk melakukan serangan balik terhadap Australia, seperti menaikan tarif impor yang tinggi untuk produk Australia hingga pelarangan impor dan pemboikotan produk Australia.

Setidaknya China telah melakukan serangan balik berupa pelarangan pengimporan batu bara dari Autralia secara keseluruhan di pelabuhan Dalian pada Februari 2019. Kemudian, pada Mei 2019, China menaikan biaya impor biji-bijian untuk pakan ternak dan menghentikan impor daging sapi dari empat tempat produksi daging terbesar di Australia. 

Hal ini juga dirasakan oleh para pengekspor biji besi dan batu bara Australia yang mengalami penurunah jumlah ekspor secara signifikan. Bagaimana tidak, China juga telah melakukan pelarangan impor komoditas tersebut dari Australia. Tak hanya itu, sejumlah produk seperti wine, lobster, kapas, dan kayu juga diberlakukan hal yang sama.

Namun, adanya ketegangan konflik hubungan perdagangan antara China dan Australia ini bisa menguntungkan Indonesia. Diketahui bahwa China melakukan impor batu bara dari Indonesia secara besar untuk mengimbangi pasokan batu bara dari Australia. Tentunya hal ini meningkatkan pendapatan ekspor Indonesia pada komoditas batu bara. Hal ini berujung pada penandatanganan kesepakatan perdagangan antara Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) dan China Coal Transportation and Distribution. Dengan adanya kerja sama perdagangan tersebut dan peningkatan permintaan akan batu bara dunia, membuat lonjakan harga batu bara acuan (HBA) pada bulan desember ini.

Tak hanya China, sejumlah negara seperti India, Korea dan Jepang juga turut melakukan impor besar terhadap batu bara Indonesia. Dengan penyumbangan nilai yang besar untuk komoditas ekspor batu bara, maka hal ini berdampak baik pada perdagangan luar negeri Indonesia yang diharapkan akan terus meningkat di tahun 2021.

-Mahasiswa IPIEF, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline