Lihat ke Halaman Asli

Kartini

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berita Konferensi Asia Afrika agak menutupi berita tentang peringatan Hari Kartini. Saya pun ingat hanya karena adik ipar kemarin bercerita bahwa dia terpaksa memberli baju batik karena diminta oleh guru TK anaknya agar para ibu berbaju batik dan anaknya "gadis kecil" didandani baju daerah untuk Kartinian hari selasa esok. Kenapa ya tidak pernah perubahan sejak saya SD lebih 40 tahun yang lalu. Hari Kartini yah selalu dirayakan atau dikonotasikan dengan dandanan baju adat dan sedikit cerita tentang RA Kartini itu sendiri.

Siapa yang patut disetarakan dengan RA Kartini di tahun 2015 ini? Apakah emansipasi yang disuarakan Kartini sama dengan "persamaan gender atau feminisme" yang diperjuangkan di dunia belahan barat ? Kok rasanya bukan itu..... Seandainya  Kartini bisa nongol kembali, saya yakin dia akan berkata bahwa  emansipasi itu prinsipnya adalah  sikap dan tindakan yang bertujuan memuliakan perempuan sesuai kodratnya yaitu sebagai pendidik dan pejuang agar anak dan keturunannya memiliki martabat dan akhlak yang mulia.

Pasti Kartini tidak akan sedikitpun setuju wanita dikirim keluar negeri sebagai pembantu (bahkan di berapa negara mereka disamakan dengan budak seperti dijaman kegelapan). Memang kita tidak menutup mata ada yang berhasil mensejahterakan keluarganya (dalam konotasi ekonomi) tapi tak sedikit yang disengsarakan oleh majikan bahkan oleh begundal-begundal petugas Indonesia yang seharus melindungi mereka. Banyak pula yang dikurangajari oleh suaminya sendiri dengan berfoya-foya dan berselingkuh dengan wanita lain dengan hasil jerih payah istri mereka yang menjadi TKW. Seminggu ini telah 2 orang yang dihukum mati di Arab Saudi dengan alasan kesalahan mereka tidak bisa dimaafkan oleh keluarga yang menjadi korban "kejahatan"  mereka. Alangkah baiknya jika pemerintah bisa menstop pengiriman TKW, biarlahlah para  lelaki yang dikirim ke luar negeri, kecuali mereka yang benar-benar siap bekerja di lahan yang lebih bermartabat. Jika begini, pastilah RA Kartini dan pahlawan wanita Indonesia lain akan bahagia di alam baqa sana.

Satu hal lagi yang jadi kerisauan saya, betapa fenomena berkembangnya gadget dan media sosial telah banyak melarutkan para ibu dan anak perempuan pada kegiatan  yang merugikan mereka dan perkembangan bangsa selanjutnya. Percayalah, wanita adalah tiang negara, lemah wanitanya maka lemahlah bangsa ini.Lihatlah betapa banyak ibu-ibu yang  lalai untuk    memperhatikan perkembangan fisik dan psikogis anak mereka. Mereka lebih sibuk meng update status atau ber BBM ria. Betapa banyak anak gadis yang samasekali tidak peduli dengan ketrampilan rumah-tangga; menyeduh teh saja terkadang mereka tidak bisa apalagi untuk memasak masakan yang lebih berat. Bahkan sering saya saksikan mereka berlama-lama tidak mengganti pakaian sepulang sekolah demi berchatting-ria dengan teman-teman maya mereka.

Jika semua pihak tidak segera aktif dan secepatnya memperbaiki keadaan ini bisa dibayangkan betapa buruknya keaadaan negara selanjutnya. Perkembangan tekhnologi tidak perlu dihambat dan tentu saja itu mustahil. Namun penyadaran kepada kaum perempuan oleh mereka yang lebih melek teknologi , ustaq dan ustazah serta cerdik pandai lainnya, sebaiknya selalu dilakukan.  Perempuan perlu disadarkan agar pandai membagi waktu dan menempatkan prioritas dalam kesehariannya, sehingga kita tidak akan mendengarkan lagi anak-anak yang kekurangan gizi, anak gadis yang lari dengan pacar mayanya, dsb.

Masih banyak hal lain yang membuat galau, tapi cukup segini saja agar tidak terkesan nyinyir. Semoga bermamfaat. Selamat Hari Kartini.

HF

Tangerang, 21 April 2015




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline