Lihat ke Halaman Asli

Andara Indy

Pelajar di Universitas Airlangga

Indonesia dan Childfree dari Berbagai Perspektif

Diperbarui: 16 Juni 2024   22:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Childfree atau fenomena di mana pasangan suami istri memilih untuk tidak memiliki anak makin marak diperbincangkan di Indonesia. Hal ini tentunya memicu pro dan kontra masyarakat, dengan berbagai keberagaman perspektif yang perlu dikaji. Sebenarnya, istilah “childfree” sudah ada sejak awal abad ke-20. Namun, seringkali masyarakat menganggap childfree sebagai hal yang tidak lumrah di Indonesia.

Dalam agama Islam, umat Islam dianjurkan untuk memiliki anak dan meneruskan keturunan. Hal ini didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan juga Hadits Nabi Muhammad Saw. Namun, Islam juga memberikan kebebasan bagi pasangan yang mengalami kesulitan dalam memiliki anak atau memiliki alasan yang sah untuk tidak memiliki anak.

Pandangan agama Kristen tentang childfree terbagi dalam beberapa interpretasi. Ada aliran yang meyakini bahwa prokreasi adalah bagian dari kehendak Tuhan dan merupakan cara untuk meneruskan kasih Tuhan kepada generasi selanjutnya. Akan tetapi, ada pula aliran lainnya yang memahami bahwa keputusan untuk memiliki anak adalah pilihan pribadi dan tidak ada paksaan.

Dalam agama Hindu, memiliki anak dianggap sebagai kewajiban suci untuk meneruskan garis keturunan dan menjalankan ritual keagamaan. Kelahiran anak diyakini sebagai bentuk perwujudan dewa-dewi dan membawa keberkahan bagi keluarga. Namun, agama Hindu juga mengakui adanya kondisi tertentu di mana pasangan suami istri tidak dapat memiliki anak, dan dalam situasi ini, mereka dapat memilih untuk mengadopsi anak atau melakukan ritual keagamaan lainnya.

Untuk agama Konghucu, memiliki anak merupakan cara untuk melanjutkan garis keturunan dan menghormati leluhur. Memiliki keturunan dianggap sebagai bentuk bakti dan kewajiban moral. Bagi pasangan yang memilih untuk childfree, mereka dapat fokus pada pengembangan diri, membantu orang lain, serta menjaga keseimbangan yin dan yang baik dalam keluarga maupun lingkungan.

Sedangkan pada agama Budha, Budha mengajarkan tentang ketidakmelekatan pada duniawi, termasuk keinginan untuk memiliki anak. Budha mengajarkan pengikutnya untuk melihat sebab-akibatnya, kasih sayang dan belas kasih, atau cara untuk melepaskan diri dari penderitaan.

Sementara dalam kajian hak individu, setiap individu berhak untuk menentukan pilihan hidupnya, termasuk dalam hal memiliki anak atau tidak. Keputusan untuk childfree merupakan pilihan pribadi yang harus dihormati dan tidak boleh dipaksakan oleh orang lain. Adapun beberapa alasan pemilih childfree, seperti:

  • Ketidakmampuan Finansial 
    Membesarkan anak membutuhkan biaya yang besar, mulai dari perawatan, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.
  • Masalah Kesehatan
    Pemilih yang memiliki kondisi kesehatan tertentu, misalnya dapat membahayakan diri sendiri atau anak mereka nanti tidak akan memilih untuk memiliki anak.
  • Keinginan untuk Fokus pada Karier 
    Pemilih yang ingin fokus pada karier memilih untuk mencurahkan waktu dan energi mereka untuk pekerjaan.
  • Keinginan untuk Hidup Bebas 
    Pemilih yang ingin menikmati kehidupannya tanpa memiliki anak.
  • Kondisi Lingkungan 
    Dengan makin memburuknya kondisi alam dan sosial, banyak pemilih yang merasa khawatir dengan masa depan anaknya sehingga memilih untuk tidak memiliki anak.

Fenomena childfree di Indonesia merupakan isu kompleks yang perlu didalami kembali dari berbagai sudut pandang. Semua perlu dipertimbangkan untuk memahami akar dari permasalahan ini. Memiliki anak merupakan sebuah tanggung jawab besar dalam kehidupan seseorang. 

Penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki hak dalam menentukan pilihan hidupnya, termasuk dalam memiliki anak atau tidak. Beberapa orang mungkin berpikiran bahwa itu baik untuk pemilih, tetapi tidak selamanya seperti itu. Kondisi setiap individu berbeda dan yang seharusnya kita terapkan adalah menghargai keputusannya. Keputusan seseorang tidak boleh dipaksakan oleh pihak lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline