Lihat ke Halaman Asli

Konsumerisme Buta, Nafsu Sesat Sesaat

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Barusan terjadi jumat kemarin, 25 November 2011 dan Hanya terjadi di Indonesia, rusuh lagi rusuh lagi. Tapi kali ini bukan karena sepakbola gelaran Sea Games, tapi karena gara2 iklan produk yang didiskon 50%!!! Ribuan orang rela antri demi Blackberry diskon, rela antri malam hari, padahal baru buka keesokan harinya…ckckckck, parah bener ya…
Mengingat dulu..kasus antri beli handphone Esi* murah yang didiskon jadi 100rb’an, banyak juga yang antri.Rusuh juga. Kalau yang ini saya memaklumi karna memang mereka antri karena mereka butuh untuk berkomunikasi murah.Lha kalo Blackberry? Bukan barang murah lho…2,3 juta rupiah setelah diskon, dan hanya untuk pemegang kartu kredit, jelas yang antri bukan masyarakat kelas bawah.

Kabarnya, orang-orang yang antri banyak pula joki-joki yang bermain, yang kabarnya mereka dibayar 600rb per orang untuk antri dan membeli Blackberry Bold 9790 Bellagio qwerty+touch screen yang pertama kali diluncurkan dan dijual Indonesia. Sungguh, Negara ini bisa juga disebut sebagai Republik Joki ?? hahaha

Kalau rakyat miskin antri buat sembako murah, itu sudah berita biasa karena memang mereka butuh itu untuk makan, untuk hidup. Lha kalau peristiwa ini??? Sungguh budaya konsumerisme masyarakat sudah di luar akal sehat. Memenuhi hasrat berdasar “KEINGINAN” dan bukan pada “KEBUTUHAN”

Indonesia memang negeri yang unik, masyarakat yang kecanduan Gadget. Memandang orang yang punya gadget canggih terbaru akan dilihat sebagai seorang yang mapan, cerdas, intelek, gaul, dan tidak ketinggalan jaman.Padahal pendapat itu bisa jadi salah, karena semua hanya diukur dengan materi yang kelihatan mata.

Gadget vs Intelegensia
Memang Gadget canggih bisa membuat si pemilik menjadi lebih pintar, lebih up-to-date, terhubung dengan internet yang semua informasi bisa didapat disitu. Tapi hal ini juga tidak serta merta membuat kualitas karakter (intelegensia) si pemilik menjadi lebih tinggi, jika gadget hanya digunakan untuk gaya-gaya’an, chatting gak jelas, dan penggunaan yang tidak penting, yang difungsikan jauh lebih rendah dari fungsi teknologi tinggi yang disematkan di gadget tersebut.

Masyarakat Indonesia yang ekstrovet sekarang lebih bebas berekspresi dan “berkicau” melalui gadget yang mereka miliki. Dan yang menarik, masyarakat introvert sekarang lebih cenderung bergeser ke ekstrovet, karena mereka punya alat yang menjembatani perubahan atau pergeseran itu. Dengan gadget canggih, fungsi lidah dan mulut untuk berkomunikasi sosial menjadi tergantikan dengan jari-jari yang menari diatas Blackberry misalnya. Gejala pergeseran itu muncul karena ada wadahnya, ada medianya, jejaring social dimanfaatkan hanya untuk update status masalah pribadi yang gak penting. Misal: “Perut gw lagi mules nih gara2 PMS” atau “Gara-gara apa yak koq tadi malem gue tadi malem mimpi buruk” atau sebagai media curhat yang gak penting : “aduh, aku pengen nangis..kenapa kamu gak ngertiin aku…” dsb. Gagdet dianggap sebagai media pembersihan batin dari segala permasalahan yang sedang dialami. Dan parahnya lagi dengan eksis di jejaring sosial, mereka jadi lebih merasa dihargai, padahal hal itu tidak tergantikan dengan pertemuan / bersosialisasi secara fisik yang bernilai lebih.

Seperti komentar beberapa orang di negeri tetangga menanggapi kejadian rusuh antri beli Blackberry di Indonesia, bahwa menurut mereka orang Indonesia Mentally Underdevelop. Jujur saya sangat tersinggung dengan komentar ini hanya karena kejadian kecil tersebut. Tapi memang tidak dipungkiri, hal ini terjadi di Indonesia.

Memang mindset masyarakat sekarang agak keliru. Gadget itu memang perlu, tapi juga harus disertai pemikiran akal sehat berdasar pada kebutuhan dan bukan keinginan. Fungsi kematangan emosional dan psikologis memainkan peranan penting disini. Fungsi Kontrol Diri juga dibutuhkan dan memang harus dipertegas di dalam karakter setiap pribadi, kalau hal itu tidak bisa dilakukan, bukan tidak mungkin semua logika terpangkas, berpikir pendek, dan akibatnya konsumerisme buta yang sesat akan terus membudaya..yang akan terus dimaanfaatkan oleh produsen-produsen produk laris, dan bukan tidak mungkin kerusuhan yang lebih hebat akan terjadi gara-gara PESTA DISKON!!!


*Tulisan yang sama ada di http://www.andanto.web.id/2011/11/konsumerisme-buta-nafsu-sesat-sesaat/




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline