[caption id="attachment_189879" align="aligncenter" width="576" caption="Ilustrasi (Ajie Nugroho)"][/caption] [caption id="attachment_178455" align="aligncenter" width="400" caption="Banner BHSB yang dibuat oleh teman blogger Fajar saat tahun 2009"]
[/caption]
Buku
Saat bercerita sejak kapan saya menyukai buku, saya mengingat-ingat mungkin sejak Sekolah Dasar. Meskipun bacaan di sekolah sangat terbatas, apalagi di kampung saya tidak ada perpustakaan. Jadi, saya menggunakan semaksimal mungkin faslitas perpustakaan yang ada di sekolah. Guru-guru sering meminjamkan buku kepada para murid-muridnya. Setiap ada buku-buku baru, kami selalu berebut untuk mendapatkannya. Sungguh suatu hal yang menyenangkan.
Saya juga jarang sekali membeli buku. Apalagi, buku pelajaran. Saat mulai kelas lima SD, baru saya mulai membeli buku, itupun tidak banyak. Kebetulan, tetangga saya seorang guru. Jadi, ketika awal bulan mendapat gaji bulanan, beliau akan rajin membawa majalah, surat kabar dan juga beberapa buku. Saya dan teman-teman ketika sore menuju rumahnya, duduk di beranda untuk membaca bersama-sama. Sebuah kenangan, yang indah.
Beranjak remaja, saya masih suka membaca, meskipun terbatas pada buku-buku fiksi. Lagi-lagi, saya kekurangan buku untuk membaca. Tatkala bulan Ramadhan menjelang, kadang saya dan teman-teman menyewa buku di perpustakaan desa tetangga. Maklum, desa saya sangat terpencil, jauh dari keramaian. Biasanya, akan ada beberapa orang yang menuju ke kampung sebelah, kemudian akan meminjam novel dalam jumlah yang banyak. Setelah itu, kita akan kembali berkumpul dalam satu rumah, beramai-ramai kita akan membacanya.
Lulus sekolah SD, saya mulai jarang berteman dengan buku.
Saat usia 15 tahun, di mana saya baru menginjak sekolah menengah pertama saya kembali mengakrabi buku. Di situlah, saya kembali berjinak-jinak dengan buku, yang sudah sangat lama saya tinggalkan. Mau tak mau, saya harus menjamah buku dan membacanya. Saat naik kelas dua sekolah menengah pertama, semangat membaca saya kembali tumbuh. Saya membaca buku apa saja, selain buku pelajaran. Saya betul-betul merasakan betapa semangatnya saya membaca buku saat itu. Lagi-lagi, karena terbentur dengan masalah keuangan, saya jarang sekali membeli buku. Saya lebih sering meminjam buku di perpustakaan sekolah, perpustakaan umum dan kadang ke teman.
Memasuki bangku SMU, semangat membaca saya masih tinggi, bahkan lebih rela menyisihkan uang gaji saya untuk membeli majalah dan meminjam buku di perpustakaan umum. Kalau sudah tidak mempunyai uang, saya akan melahap buku-buku di perpustakaan sekolah. Saya juga sempat membuat daftar keinginan, di mana gaji yang saya perolehi setiap bulan harus disisihkan untuk membeli buku, membayar sekolah dan membeli buku sekolah. Saat SMP sampai SMU, saya nyambi bekerja sebagai PRT. Sayangnya, gaji saya tidak berapa cukup untuk itu semua. Walhal, buku masih menjadi barang mahal buat saya.
Bahkan sempat menulis di diary
Diary
Hari ini, tanggal 30 september tahun 2001 entah ada angin dari mana atau bisikan siapa (asal jangan bisikan setan) Ketika aku sedang menyapu terpikir olehku bahwa aku harus rajin belajar, biar pinter, dapet nilai bagus, kemudian lulus terus aku pulang ke kampung halaman. Mungkin cita-citaku terlalu muluk-muluk, tapi ya biarlah Insya Allah kalau aku memang bener-bener niat, rajin berusaha dan tak lupa pula berdo'a sama Allah, Insya Allah apa yang aku cita-citakan cepat berhasil. Amin. Mau tahu apa rencanaku?
Aku ingin mendirikan sebuah perpustakaan kecil yang lengkap dengan berbagai buku (Buku-buku tersebut Insya Allah saya peroleh dari pembelian uang jajanku, Insya Allah aku akan berhemat, karena aku sudah mentargetkan supaya satu bulan ke depan aku bisa membeli buku minimal satu buku, satu bulan)Atau nanti setelah lulus aku bisa mengkontak teman-teman yang banyak mempunyai buku untuk mengamalkan bukunya padaku.
[caption id="" align="aligncenter" width="320" caption="Diary lama"] [/caption]
Blogger Hibah Sejuta Buku
Tahun 2009, ketika saya mulai mengakrabi dunia blog ada sebuah gerakan sosial yang dicetuskan oleh salah seorang teman saya (Prima Wahyudi) di Pekanbaru, Blogger Hibah Sejuta Buku. Gerakan sosial ini online dan disebarkan melalui dunia maya dengan menggunakan mediasi blog. Saat itu yang menjadi tujuan adalah sebuah tempat di kepulauan Meranti-Riau. Tapi saat itu pengiriman buku hanya berpusat di Pekanbaru. Alhamdulilah, setelah melewati waktu yang panjang, ratusan buku bisa dikirimkan oleh teman-teman blogger di Pekanbaru.
2010, gerakan ini vakum…
Sampailah di tahun 2011, di mana salah seorang sahabat yang saya kenali di kompasiana bertugas di Papua sebagai pengajar muda, Arif Lukman Hakim. Dia yang sering menuliskan tentang Papua, dan dia yang selalu mengabarkan kalau di sana sangat kekurangan buku untuk dibaca saya teringat dengan gerakan Blogger Hibah Sejuta Buku. Dengan meminta izin teman-teman di Pekanbaru, juga berdiskusi dengan teman-teman blogger lainnya saya kembali “membangkitkan” gerakan ini.
Bermula dari catatan saya di group Blogger Bertuah, juga group Cengengesan Family, akhirnya saya posting di beberapa blog yang saya miliki, termasuklah di Kompasiana atas desakan Om Valent. Kata Om Valent, “Biar banyak yang tahu, Naz” Maka dibuatlah Gerakan Blogger Hibah Sejuta Buku Fase Kedua dengan tujuan Papua. Kali ini, tak seperti sebelumnya di mana buku-buku hanya dikirimkan di Pekanbaru. Tapi dari beberapa kota perwakilan volunteer, Malang, Jogja, Semarang, Bogor, Jakarta dan Pekanbaru.
Tiga bulan, adalah waktu yang ditetapkan oleh teman-teman yang tergabung dan mau bergabung di gerakan Blogger Hibah Sejuta Buku. Alhamdulilah, gerakan pada fase kedua mendapat banyak dukungan. Dari teman-teman blogger di berbagai platform. Termasuklah teman-teman komapsiana. Mas Erick, Mbak Melanie Subono, Irul, Om Hazmi juga Babeh Helmi. Dari tengat waktu yang diberikan 3 bulan, alhamdulilah 1000 buku (bahkan lebih) berhasil dikumpulkan. Bekerja sama dengan teman-teman dari Penyala Fakfak buku-buku yang terkumpul akhirnya baru akan dikirim pada bulan juni nanti oleh tim Indonesia Mengajar bekerja sama dengan JNE. Karena dari pihak JNE sendiri, ada pembagian waktu pengiriman di mana biaya pengiriman itu adalah digratiskan.
Awal 2012, bulan februari Blogger Hibah Sejuta Buku fase ketiga kembali diluncurkan. Kali ini, sambutannya lebih banyak, semakin ramai teman-teman yang terlibat. Kembali tengat waktu yang diberikan adalah tiga bulan. Lagi, lagi dan lagi syukur alhamdulilah saya panjatkan sampai batas waktu yang ada, buku yang diterima sungguh di luar dugaan. Pun ketika tak hanya buku yang diterima, tapi ada juga teman-teman kompasianer yang memberikan jumlah uang yang tak sedikit. Yah, saya baru sadar, sebagian besar sumbangan uang yang diberikan adalah oleh teman-teman kompasiana. Pun tak bisa dilupakan, ketika salah seorang kompasianer (Mas Hakim) beserta group bandnya mengadakan persembahan Tribute To Manusela di mana mereka mengadakan persembahan musik akustik, penonton yang datang diwajibkan membawa buku juga mereka menyediakan “Kotak Akuarium” untuk diisi uang. Dari jumlah uang yang ada, kemudian digunakan untuk biaya pengiriman ke Jakarta dan sisanya, digunakan untuk kepentingan BHSB lainnya…
Maha Besar Allah, dengan segala Karunia-Nya… buku, diary dan blogger. Dari buku, saya menuliskan mimpi ingin memiliki banyak buku di diary. Melalui blog, saya menemukan komunitas yang mengumpulkan buku meski bukan untuk diri sendiri. tak hanya buku yang saya perolehi, tapi juga teman dari seluruh pelosok negeri...
Sungguh itu membuat saya terharu. Kita tak kenal pada awalnya, kita juga tak mengetahui pada mulanya, tapi dalam program ini semua teman-teman blogger bahu membahu mengumpulkan buku. Ketika kita belum mampu mengumpulkan sejuta buku, maka masih ada berjuta cinta yang kita punya, cinta untuk Indonesia.
Berbagi buku menebar ilmu
Dalam program blogger hibah sejuta buku
Selanjutnya, fase ke empat kita akan ke Aceh, mulai awal bulan juni nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H